NU MALUKU
NU Akan Jadi Pionir Perekat Umat
Persebaran warga NU sudah mencapai tingkat internasional. Kenyataan ini dibuktikan dengan aktifnya beberapa Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) di beberapa negara, seperti Maroko, Sudan, Mesir, Maroko, Amerika, Australia, Jerman dan sejumlah negara-negara Eropa lainnya. Perkembangan ini setidaknya menunjukkan, NU sedang tumbuh seiring bertambahnya tantangan yang ia hadapi.
Hanya saja, keadaan yang kian mengglobal tersebut tidak lantas paralel dengan kenyataan bahwa pekerjaan rumah NU di dalam negeri sudah tuntas. Khusus untuk NU di luar Pulau Jawa, mayoritas menghadapi sejumlah kendala, salah satunya karena kurangnya semangat keber-NU-an, terutama dibanding Nahdliyin di sekitar tempat ormas Islam terbesar ini lahir.
Kondisi ini tentu meninggalkan sejumlah konsekuensi. Sarana prasarana yang serba terbatas, lembaga pendidikan NU atau pesantren yang minim, hingga aktivitas organisasi yang seadanya. Padahal, jika merujuk pada khazanah tradisi dan ideologi yang dianut, NU sangat potensial memberi peran utama, khususnya dalam hubungan sosial-keagamaan, apalagi di daerah yang rawan perpecahan.
Mahbib Khoiron dari NU Online sempat melakukan wawancara pendek dengan ketua baru Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Maluku KH Mahyuddin al-Habsyi Latuconcina saat berkunjung di Jakarta beberapa waktu lalu. Maluku merupakan wilayah di bagian timur Indonesia yang mewakili gambaran potensi dan kendala NU di atas.
Apa program prioritas Bapak setelah terpilih menjadi Ketua PWNU Maluku?
Kami dari pengurus terpilih melihat keberadaan NU Maluku selama kepemimpinan ketua yang dua tahun berturut-turut ini, kurang lebih 10 tahun, mandek programnya. Makanya, nanti insyaallah—sambil menunggu saya pelantikan—akan kita aktifkan kegiatan seluruh warga Nahdliyin di provinsi ini, terutama lailatul ijtima’ setiap malam Jumat. Lailatul ijtima’ (malam pertemuan rutin warga NU) ini harus kita angkat kembali karena merupakan warna ciri khas ke-NU-an. Itu yang pertama.
Yang kedua, dalam waktu singkat ini kita akan berupaya merealisasikan pembangunan gedung, sekretariat Pengurus Wilayah NU Maluku. Rencananya gedung akan dibuat dua lantai. Di bawah adalah parkiran, kemudian di atas adalah kantor pengurus wilayah sendiri, termasuk ruang khusus untuk PMII, IPNU, Muslimat, Fatayat, serta lembaga, lajnah, dan banom-banom NU lainnya. Kita satukan semua dalam satu gedung. Jadi kalau ada kegiatan-kegiatan akbar, warga Nahdliyin langsung bisa serempak. Supaya lebih efektif. Jadi ini adalah usaha untuk menghidupkan program-program NU.
Bagaimana gambaran umum Nahdliyin di Maluku?
Ya, kalau bicara soal amalan (tata cara adat dan ritual ibadah), di Provinsi Maluku itu 95% Nahdliyin. Seluruh kabupaten dan kota itu amalannya amalan Sunni. Tradisi Nahdliyin cukup berkembang di sana, seperti dzikir, tahlilan, barzanji, shalawatan, peringatan maulid, isra’ mi’raj. Itu sudah rutin.
Bagaimana hubungan warga NU dengan kelompok lain di sana?
Muslim di Maluku ada 64%, sisanya Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Soal ketegangan tidak terlalu terlihat. Karena mereka sadar pasca-kerusuhan masa lalu yang lebih banyak disebabkan oleh provokator dan kepentingan pribadi. Insyaallah di masa kepemimpinan kami ini, setelah terpilih sebagai kepala Kanwil Kemenag (Maluku), apalagi juga terpilih sebagai ketua NU, kita jadikan Maluku damai. Kita jadikan umat Maluku bersatu. Karena Nahdliyin memang menganut prinsip-prinsip sebagaimana diajarkan Rasulullah. Prinsip-prinsip dasar yang menjadi ajaran Nahdliyin kita upayakan diterapkan semuannya.
Kami komitmen akan hidupkan seluruh lembaga kita. Seperti lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, lajnah, lembaga dakwah, karena selama ini diambil alih oleh Kodam. Itu yang sangat riskan. Kok jabatan kanwil sama jabatan tanfiziyah diambil alih oleh Kodam? Hahaha. Untuk reshuffle dalam konferensi wilayah (konferwil) ini, kita juga sudah betuk tim formatur. Tak lupa kita akan kembangkan pula persoalan pendidikan, baik pesantren, dan perguruan tinggi.
Bagaimana dengan tantangan syiar agama di Maluku?
Tantangan dakwah, jika dilihat dari sisi keumatan, tidak ada. Persoalan di sana itu persoalan transportasi. Persoalan mengumpulkan umat itu sangat gampang. Acara LDNU kemarin itu aja (istighatsah kubra di Seram Utara, Maluku Tengah, Maret lalu, red) sangat banyak massanya, ribuan. Karena mereka memang sangat cinta agama. Kalau ada perayaan keagamaan atau dengar ada dakwah mereka sangat bersemangat. Antusiasme mereka luar biasa. Jadi tidak ada tantangan untuk pengembangan dakwah dari segi ini.
NU Maluku ini akan menjadi perekat umat. Menjadi pionir dalam membangun kerukunan umat beragama. Jadi diharapkan sisa-sisa ekses dari kerusuhan 1999-2003 itu benar-benar terlupakan. Kita harapkan NU mempunyai peran yang strategis dalam menyatukan umat.
Kalau bicara soal hubungan antarumat beragama—antara umat Islam dan non-muslim, dalam hal ini Protestan dan Katolik—di Maluku kan sudah ada budaya dasar, ada yang disebut pela gandong, ada pela tampa sirih. Pela gandong itu ciri khasnya yaitu adanya ikatan batin antarumat beragama, namun karena mereka memiliki hubungan sekandung: seayah, seibu, sekakek, senenek. Pela tampa sirih merupakan satu keterikatan keluarga yang diangkat berdasarkan perjanjian bersama.
Bagaimana dengan perkembangan pendidikan NU?
Pesantren di Maluku baru ada 6. Kita rencana akan memperbanyak pesantren. Insyaallah kita akan nambah. Kita juga akan nambah beberapa cabang pesantren. Pesantren As-Shiddiqiyah (berpusat di Jakarta) juga akan kita bangunkan cabang di sana. Pesantren Darun Najah (Jakarta) juga sudah memberi isyarat untuk mendirikan cabang di Maluku Tengah.
Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,5-id,43833-lang,id-t,NU+Akan+Jadi+Pionir+Perekat+Umat-.phpx
(Rabu, 17/04/2013 21:29)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar