HAUL KE-43 KH WAHAB CHASBULLAH: "Ini Pergerakan Kiai Wahab Sebelum Mendirikan NU"
Ahlannawawi, Jombang, Sejarawan Choirul Anam mangatakan, dua tahun setelah menimba ilmu dari tanah suci Mekkah, pada tahun 1916 KH Wahab Cahsbullam mendirikan Nahdlatul Wathon atau kebangkitan tanah air. setelah muncul di Surabaya, organisasi didirikan di Malang, Gresik dan beberapa daerah Jawa Tengah.
Organisasi ini, lanjut pria yang akarab disapa Cak Anam, didirikan bersama Kiai Mas Mansur (tokoh Muhammadiyah), H Abdul Kahar (pengusaha besar) Alwi bin Abdul Aziz dan didukung oleh HOS Cokroaminoto. “Itu gedungnya masih ada, di lantai dua ditulis Nahdlatul Wathon. Ini kan bukti, petilsan. Ini tahun 16,” terang Cak Anam pada Sarasehan dan Launching Buku KH Wahab Chasbullah, Kaidah Berpolitik dan Bernegara karya H Abdul Mun’im DZ. Launching yang digelar di Aula Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Rabu (3/9) tersebut dalam rangka Haul Kiai Wahab yang ke-43.
Cak Anam merasa heran jika nasionalisme selalu dikatakan dimulai dari Bung Karno, “itu sejarawan kita kadang-kadang saya pikir, lho kok bisa. Sekolah itu (Nahdlatul Wathon) berdiri sampai Semarang.”
Di sekolah-sekolah itu, Kiai Wahab selalu menekankan untuk cinta tanah air melalui syair yang diciptakannya. Terjemahnya bebas syai itu menurut Cak Anam, wahai anak-anak negeri, cinta tanah air itu bagian dari iman. Cintailah tanah airmu wahai anak-anak negeri. Jangan jadi kaum dijajah. Sesungguhnya untuk menjadi merdeka itu dengan kekuatan, tidak hanya dengan omong-omgong saja. Maka ayo kita berbuat dengan cita-cita kemerdekaan itu. “Itu menumbuhkan nasionalisme bangsa Indonesia, nasionalisme umat Islam dan pemuda,” tegas Cak Anam.
Anam menekankan, Sekolah Kebangsaan ini juga dibuka sekolah malam khsusus umur 15 sampai 25. Sekolah itu diawasi langsung oleh Kiai Wahab. Lulusannya nanti diterjunkan ke masyarakat untuk menyadarkan masyarakat.
Kemudian pada tahun 1918, Kiai Mas Mansur ke luar dari organisasi itu. Posisinya digantikan Kiai Abdul Aziz.
Pada tahun 1918 Kiai Wahab mendirikan kelompok Tashwirul Afkar, grup diskusi khusus membahas keagamaan dan sosial. “Kemudian ini juga berkembang menjadi lembaga pendidikan sampai sekarang mulai play grup sampai perguruan tinggi masih ada, di Surabaya.”
Kelompok itu didirkan bersama KH Ahmad Dahlan Kebon Dalem (kelak menjadi Wakil Rais Akbar PBNU) dan beberapa tokoh Suryo Sumirat (organisasi sayap Budi Utomo yang tergolong santri). Kelompok itu sering berdiskusi berbagai persoalan di dekat masjid Ampel.
Tinggal di Surabaya, Kiai Wahab melihat pedagang cina, Belanda, India, Arab dan sebagainya mengusai komoditi. Di sisi lain petani-petani pribumi penghasil komoditi hidup melarat. “Akhrinya mendirikan Nahdlatut Tujar. Ini tahun 1920.”
Ketika akan mendirikan organisasi itu, Kiai Wahab bersama Kiai Bisri Sansoeri mengahadap KH Hasyim Asy’ari menyampaikan tujuannya. Kemudian Kiai Hasyim menyetujui dan diangkat menjadi komisaris, Kiai Wahab sebagai direktur, Kiai Bisri sebagai sekretaris, Pak Syafi’i pemasaran, sementara H Utsman sebagai pengawas kelilingnya.
Organisasi itu, lanjut Cak Anam banyak diikuti orang Jombang, Kediri, dan Surabaya. “Jadi, dia bikin usaha segi tiga emas Kediri, Jombang, dan Surabaya dengan komoditi-komoditinnya.”
Tapi, Cak Anam menyayangkan, dokumen tentang hal ini jarang sekali diketahui. Sampai sekarang masih misterius. Hanya beberapa saja yang tahu bagaimana dampaknya, tetapi setelah Nahdlatut Tujar itu berdiri muncul yang namanya Coperatie Kaoem Moeslimin (CKM). “Jadi sebelum Bung Hatta mengatakan koperasi, itu sudah Mbah Wahab membikin koperasi.”
Koperasi itu muncul terus sampai tahun 1929. Pada waktu itu usaha mereka sudah impor barang pecah belah dari Jepang. “Nah, ini yang membuat usaha-usaha pribumi yang menyaingi kolonial sedikit-sedikit, Nahdlatut Tujar.”
Setelah malang-melintang berjuang dari sisi penyadaran nasionalisme di Nahdlatul Wathon, penyadaran pemikiran di Tashwirul Afkar, kebangkitan ekonomi di Nadlatut Tujar, kemudian pada tahun 1926, Kiai Wahab menjadi salah seorang pendiri organisasi kebangkitan ulama atau Nahdlatul Ulama. (Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar