Senin, 05 Mei 2014

Gugat Cerai Suami yang Tak Taat beribadah

Gugat Cerai Suami yang Tak Taat beribadah

Redaksi Yth.
Saya mau bertanya. Saya sudah menikah 4 tahun. Kami berkenalan 1 minggu langsung menikah dan pacaran
setelah menikah. tapi satu hal yang paling membuat saya kaget ternyata dia tidak taat beribadah. Saya pikir di sini saya yang harus membimbing suami dengan cara mencontohkannya, mengingatkannya bahkan dengan sabar menyuruhnya supaya shalat. Tapi suami punya
seribu alasan: capek, pusing, ngantuk, kadang kalau marah dia bilang asal cari uang dan kebutuhan saya terpenuhi sudah cukup katanya. Saya pikir saya bukan
menyerah tapi saya tidak bisa meneruskan pernikahan ini karena saya pikir saya tidak ingin punya suami yg
menganggap remeh ﺍَﻟﻠّﻪُ penciptanya. Tidak hanya itu dia sering berdusta dan menyebarkan aib saya kepada
teman-teman saya, teman-teman dia dan keluarga papa saya. Dan hubungan dia dengan ortu saya tidak baik. Dia
selalu membenci orang tua saya yang selalu membantu masalah perekonomian kami. Yang mau saya tanyakan,
betulkah keputusan saya menggugat cerai suami karena alasan suami tidak taat kepada ﺍَﻟﻠّﻪُ dan tidak taat beribadah?Terimakasih
Fitri (nama samaran), tinggal di Bandung
Jawaban:
Ibu penanya yang budiman, semoga selalu dalam bimbingan Allah swt. Bahwa perceraian adalah hal yang sangat dibenci oleh Allah, meskipun itu adalah
diperbolehkan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Umar dikatakan demikian:
ﺃَﺑْﻐَﺾُ ﺍﻟْﺤَﻠَﺎﻝِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍﻟﻄَّﻠَﺎﻕُ ‏( ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Perceraian sebenarnya lahir sebagai solusi terakhir jika memang keutuhan sebuah rumah tangga tidak bisa
dipertahankan. Selama masih bisa dipertahankan, maka perceraian sebaiknya dihindari karena tidak disukai Allah swt sebagaimana ditegaskan hadits di atas, dan sudah barang tentu menimbulkan madlarat.
Adapun dengan kasus yang ibu tanyakan, maka sebelum kami menjawab pertanyaan tersebut kami akan
mengetengahkan secara singkat mengenai khul’u. Khul`u sebagaimana dikatakan oleh Imam an-Nawawi adalah:
ﺍَﻟْﻔُﺮْﻗَﺔُ ﺑِﻌَﻮﺽٍ ﻳَﺄْﺧُﺬُﻩُ ﺍﻟﺰَّﻭْﺝُ ‏( ﻣﺤﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺷﺮﻑ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ، ﺭﻭﺿﺔ
ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ﻭﻋﻤﺪﺓ ﺍﻟﻤﻔﺘﻴﻦ، ﺑﻴﺮﻭﺕ- ﺍﻟﻤﻜﺘﺐ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ، ﺝ، 7 ، ﺹ .
347
“Khul`u adalah percerain dengan ‘iwadl (pengganti atau tebusan) yang diambil oleh suami”. (Muhyiddin Syaraf
an-Nawawi, Raudlatuth Thalibin wa ‘Umdatul Muftin, Bairut-Darul Fikr, tt, juz, VII, h. 347) Maksud dari pernyataan ini adalah perceraian dengan tebusan dari pihak istri yang diberikan kepada sang
suami. Dengan kata lain seorang istri menggugat cerai suaminya dengan memberikan tebusan kepadanya
(suami) agar ia bisa lepas dari ikatan perkawinan.
Khul`u ada dua katergori, yaitu khul`u yang didasari alasan, dan yang tidak didasari alasan. Sedangkan
khul`u yang didasari alasan dibagi menjadi empat. Di antaranya adalah yang dihukumi mubah (diperbolehkan).
Selanjutnya yang dihukumi mubah dibagi menjadi dua.
Salah satunya adalah karena ketidaksukaan (karahah).
Apa yang dimaksudkan dengan ketidaksukaan adalah ketidaksukaan istri terhadap suami, yang bisa jadi
karena ketidakterpujian akhlak suami, kekasaran prilakunya, ketidaktaatan terhadap agamanya, atau
penampilannya yang tidak sedap dipandang. Hal ini sebagaimana dikemukan oleh Imam al-Mawardi:
ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﺍﻟْﻜَﺮَﺍﻫَﺔُ ﻓَﻬُﻮَ ﺃَﻥْ ﺗَﻜْﺮَﻩَ ﻣِﻨْﻪُ ﺇِﻣَّﺎ ﺳُﻮﺀَ ﺧُﻠُﻘِﻪِ ، ﻭَﺇِﻣَّﺎ ﺳُﻮﺀَ ﻓِﻌْﻠِﻪِ
ﻭَﺇِﻣَّﺎ ﻗِﻠَّﺔَ ﺩِﻳﻨِﻪِ ﻭَﺇِﻣَّﺎ ﻗُﺒْﺢَ ﻣَﻨْﻈَﺮِﻩِ ﻭَﻫُﻮَ ﻣُﻘِﻴﻢٌ ﺑِﺤَﻘِّﻬَﺎ. ‏( ﺍﻟﻤﺎﻭﺭﺩﻱ،
ﺍﻟﺤﺎﻭﻱ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮ، ﺑﻴﺮﻭﺕ -ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ، 1414 ﻫـ 1994/ ﻡ، ﺝ،
10 ، ﺹ . 5 )
“Adapun ketidaksukaan yaitu ketidaksukaan istri terhaap
suami, yang bisa jadi karena kejelekan akhlak dan tindakan suami, atau bisa jadi kurangnya ketaatan terhadap agamnya atau karena penampilannya tidak
sedap dipandang, kedatipun ia (suami) telah memenuhi haknya (istri)”. (Al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, Bairut-
Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1414 H/1994 H, juz, X, h. 5) Jika penjelasan ini ditarik ke dalam kasus ibu, dimana ibu menggugat cerai suami dengan alasan sebagaimana
dikemukakan di atas, maka gugatan cerai tersebut diperbolehkan (mubah). Dan keputusan ibu menggugat cerai adalah sebuah keputusan yang bisa dibenarkan.
Namun kendatipun demikian, menghindari perceraian adalah yang terbaik. Karenanya, kami sarankan kepada
ibu untuk memikirkan kembali gugatan cerai tersebut secara masak-masak. Cobalah berdiskusi dengan suami
dan menasehatinya dengan cara yang santun sehingga tidak menyinggung perasaannya. Terakhir berdoa
sebanyak-banyaknya agar semua masalah bisa dapat diselesaikan dengan baik. Semoga ibu diberikan kesabaran dan selalu mendapat bimbingan-Nya
sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik.
Mahbub Ma’afi Ramdlan

Sumber: m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,59-id,51042-lang,id-c,bahtsul+masail-t,Gugat+Cerai+Suami+yang+Tak+Taat+beribadah-.phpx
Terbitan: (Jumat, 28/03/2014 03:07)

By http://m.facebook.com/elang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar