Minggu, 30 Maret 2014

Perjuangan hidup Al-Habib Syekh bin Salim Al-Athtas

Al-Habib Syekh bin Salim
Al-Attas
Ulama dan Pejuang yang Gigih
Keluasan ilmunya telah melahirkan
ulama-ulama yang mumpuni di
berbagai daerah.
Perangai dan kepribadiannya yang
luhur, membuatnya dihormati
sekaligus dicintai berbagai lapisan
masyarakat.
Sinar pagi yang cerah mengiringi
langkah ribuan jemaah yang
kemudian berkumpul di Pondok
Pesantren Al-Masyhad, Sukaraja,
Sukabumi. Pakaian mereka yang
serba putih menambah keagungan
acara yang akan berlangsung pada
Minggu, 4 September 2005, yaitu
haul seorang ulama warak ke-27,
Habib Syekh bin Salim Al-
Attas. Peringatan haul ini
berbarengan dengan peringatan
Khataman Qiraah Al-Bukhari,
sekaligus Isra Mikraj Nabi
Muhammad SAW. Tampak wajah
jemaah yang datang dari berbagai
pelosok tanah air, bahkan dari
mancanegara, seperti Singapura
dan Malaysia, bersinar
memancarkan ukhuwah Islamiah di
antara mereka. Sebelum
pelaksanaan haul tersebut digelar,
Sabtu malam, 3 September 2005 di
Pondok Pesantren Al-Masyad
tersebut diadakan pembacaan Ratib
Al-Attas yang berlanjut dengan
ramah tamah tamu undangan,
dengan hiburan musik marawis.
Tepat pukul 8 pagi, para habib,
keluarga Pondok Al-Masyhad, serta
tamu yang hadir, secara bergantian
membaca satu per satu halaman
kitab Bukhari, yang memuat sekitar
7.000 hadis sahih. Sementara itu,
para jemaah menyimak pembacaan
kitab hadis tersebut dengan
khidmat. Di sela-sela pembacaan,
terkadang diselingi lantunan
kasidah dari kelompok hadrah Al-
Masyhad pimpinan Ustaz Abdul
Karim.
Menjelang siang, acara berlanjut
dengan pembacaan manakib Habib
Syekh bin Salim Al-Attas oleh
Habib Zein bin Hamid Al-Attas.
Kemudian, Habib Rizieq Syihab
menyampaikan tausiahnya. Dengan
penuh semangat, habib FPI itu
menyampaikan hikmah Isra Mikraj
serta keagungan cinta Nabi
Muhammad SAW kepada umatnya.
"Dalam perjalanan Isra Mikraj pun,
Rasulullah SAW senantiasa ingat
kepada umatnya. Karena itu,
sepatutnya kita bersyukur kepada
Allah SWT, karena mengutus rasul
yang menyayangi umatnya. Allah
SWT dalam Al-Quran
menggambarkan bagaimana sifat
Rasulullah SAW. ‘Sungguh telah
datang kepadamu seorang rasul
dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan bagimu, amat belas
kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin’." (QS 9, At-
Tawbah: 128).
Kasih sayang Rasulullah SAW, kata
habib berkacamata minus ini, tidak
hanya pada umat ketika beliau
masih hidup, tapi juga bahkan
kepada umat yang akan datang
sesudah beliau wafat. Sebuah
hadis menggambarkan kecintaan
beliau kepada umatnya: Tatkala
Rasulullah SAW sedang duduk
bersama para sahabat, beliau
berbicara sendiri, "Ahbabi...!
Ahbabi...! (Kekasihku...!
Kekasihku...!) Kapan aku melihat
mereka? Kapan aku bisa bertemu
orang yang paling kukasihi?"
Saat itu sahabat-sahabat yang
hadir tertegun mendengar ucapan
Baginda Rasulullah. Salah seorang
sahabat memberanikan diri
bertanya, "Ya Rasulullah, bukankah
kami, yang saat ini duduk
bersamamu, mengorbankan apa
saja untuk perjuanganmu, adalah
kekasihmu?"
Nabi Muhammad menjawab,
"Kalian bukan kekasihku, akan
tetapi kalian adalah sahabatku."
Jawaban tersebut membuat
penasaran para sahabat. Maka ia
bertanya lagi, "Kalau bukan kami
yang menjadi kekasih-kekasihmu,
lalu siapa gerangan para kekasihmu
yang berulang kali Baginda
ucapkan?"
"Kekasihku yang aku rindukan,
sehingga aku ingin sekali bertemu
dan berkumpul bersama mereka,
adalah segolongan kaum dari
umatku yang tidak pernah
melihatku tapi mereka beriman
kepadaku."
Jadi, kata Habib Rizieq, jangan
disangka Rasulullah tidak mencintai
umatnya yang belum pernah beliau
lihat. "Beliau sangat mencintai kita.
Karena itu, janganlah kita menyakiti
beliau dengan menyimpang dari
ajaran yang beliau sampaikan.
Banyak-banyaklah beramal saleh
dan berjuanglah di jalan yang lurus,
bekali diri kita dengan ilmu yang
bermanfaat."
Hafal Al-Quran
Acara puncak haul ditandai dengan
pembacaan tahlil dan manakib
Habib Syekh bin Salim Al-Attas.
Manakib habib kelahiran Huraidhah,
Hadramaut, Yaman, ini
disampaikan oleh Habib Zein bin
Hamid Al-Attas.
Dalam manakib tersebut
diceritakan, Habib Syekh bin Salim
Al-Attas adalah intelektual
sekaligus guru para ulama
termasyhur di Jawa. Ia cucu
kesepuluh Shahibur-Ratib Al-Attas,
Habib Umar bin Abdurrahman Al-
Attas.
Masa pendidikannya dimulai dari
asuhan ayahnya, Habib Salim bin
Umar bin Syekh Al-Attas, yang
wafat tahun 1956. Saat berusia
tujuh tahun, Habib Syekh
memperoleh bimbingan langsung
dari Habib Abdullah bin Alwi Al-
Attas, ulama kelahiran Cirebon
yang menetap di kota Huraidhah,
Yaman. Kemudian ia mempelajari
beberapa ilmu qiraat Al-Quran di
bawah bimbingan Syekh Sa’id bin
Sabbah, yang piawai dan terkenal
dalam bidang qiraat Al-Quran.
Pada usia 12 tahun, Habib Syekh
telah hafal Al-Quran secara
sempurna, dan terus mendalami
berbagai ilmu ushul dan furu’,
pokok-pokok dan cabang-cabang
pengetahuan Islam, dari Habib
Ahmad bin Hasan Al-Attas.
Habib Syekh hijrah ke Indonesia
pada usia 27 tahun, pada 1338
H/1920 M, tepatnya di kota Tegal.
Dengan gigih ia memulai
dakwahnya, menyebarkan ajaran
Rasulullah SAW dan
memurnikannya dari berbagai
penyimpangan. Perkawinannya
dengan putri bangsawan dari Kota
Bahari ini, membuat syiar Islamnya
meluas, dan hubungannya dengan
tokoh-tokoh masyarakat semakin
baik. Keluhuran pribadinya
membuat namanya semakin
bersinar.
Di zaman kemerdekaan, Habib
Syekh tidak tinggal diam. Bersama
putra pribumi, K.H. Ahmad Sanusi
dari Sukabumi, ia berjuang merebut
kemerdekaan Republik Indonesia
sejak tahun 1942. Pasca-
kemerdekaan, ia aktif dalam partai
politik. Ia menduduki jabatan
penasihat Partai Islam Masyumi.
Dan diangkat oleh Presiden
Soekarno sebagai anggota Panca
Tunggal, tim penasihat presiden.
Bagi setiap murid dan siapa saja
yang menghadiri pengajian yang
digelarnya, ia selalu memberikan
sejumlah uang serta kitab yang
dibutuhkan secara cuma-cuma.
Hasil perjuangan dakwah dan
mengajar tampak meluas di
kemudian hari, hingga banyak
muridnya menjadi ulama yang
mumpuni dan mempunyai lembaga
pendidikan di berbagai tempat,
terutama di daerah-daerah Jawa
Barat. Di antaranya, K.H. Abdullah
bin Husain, Sukabumi; K.H.
Abdullah bin Nuh, Bogor; K.H.
Abdullah Mahfudz, Sukabumi; K.H.
Muhammad Masthuro, Sukabumi.
Habib Syekh bin Salim Al-Attas
wafat pada hari Sabtu tanggal 25
Rajab 1398 Hijriah, bertepatan
dengan 1 Juli 1978, dalam usia 86
tahun, dimakamkan keesokan
harinya di selatan Masjid Jami
Tifar, Kompleks Pondok Pesantren
Al-Masturiyah, Tifar, Cisaat,
Sukabumi.
AST/Ft. AO
Caption Foto:
1. Makam Habib Syekh bin Salim
Al-Attas. Keikhlasannya berdakwah
melahirkan ulama yang mumpuni
2. Habib Rizieq mengisahkan
keagungan cinta Rasulullah.
Limpahan rahmat Allah kepada
umat
3. Habib kelahiran Hadramaut yang
berjuang merebut kemerdekaan RI.
Penasihat Presiden Soekarno
4. Jemaah khidmat mengkuti acara
khataman dan haul. Agenda
tahunan Al-Masyhad

Sumber; https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/6-habaib-nusantara/al-habib-syekh-bin-salim-al-attas

Elang Bass

Waktu akan terasa ringan dilewati, bersamanya dengan rasa cinta walau terlihat berat sesuatu yg dikerjakan.. http://t.co/gNOhtaRp4f -- Elang Ahlan Nawawi (@AhlanNawawi)

Elang Bass " Chord + lirik dangdut Pecah Seribu"

Intro :  C...G..

Am     Em       F
Ho….Oo…..Aaa..
Dm        B       E
Hooo..uuuu..uuuu…..

Int :  Am..F…(2x)  F  G  Am…
Suling :  Am  F  Em  Am

   F                   G                    Am                    
(Gu ragu, ragu-ragu-ragu, ragu-ragu )
     
B-Am-G-F-E  E
G-G#-Am

(*)
              Am
Bimbang ragu...
Dm                           C
…sementara malam mulai datang
B                F            Dm
…hasratku ingin bercermin...tapi
F                             E                 Am
…cerminku pecah seribu, pecah seribu

Int : Em..Am
        E…..

(**)
Am…  Dm
Ibarat bunga..
         G                      C                           Am
aku takut banyak kumbang yang hinggap….
A7       Dm        F                             E             E-E
aku tak mau……patah-patah tangkaiku patah..
             Am     F  G  Am
aku tak mau...

int : F-F, G-G, Am..

(#)
              Am
Bimbang ragu...
Dm                            C
…sementara malam mulai datang
B                F            Dm
…hasratku ingin bercermin...tapi
F                            E                 Am
…cerminku pecah seribu, pecah seribu

(^^)
C                   Em  
lalala..lalala…hooo…..
F                     G         G-G#-A-Bb-B
lalala..lalala…hooo…..

solo :   C…Em…F..Dm..G,  F-E-Dm-G, G#
suling : Am  Em (2x) Am

[Reff:]
          Am          
Hanya dia......
Am    G         F   Am…           E    F  G  Am    Am
dia…dia..dia..dia..dia………... hanya  di   a

          Am                               G
hanya dia..yang ada diantara jantung hati
G
tempat bermanja, tempatnya rindu
G                             F           Am
tempat curahan hati yang… damai

suling:  G…F-G-Am

        Am                                     G
entah apa...bagaikan kayu basah dimakan api
G                                                           F           Am…      
api curiga, api cemburu…api kerinduan yang membara

Em                Am
oh angin…. kabarkan
F                      Em                Am
melati di depan rumahku menantimu...
  Am                           F             Am         F…Am      
(Haa…aaaa…aaaa…aaa..  aaa…aaa..)

kembali ke : (*), (**), (#),(^^), Reff, (#)

Em               F    
Ha….aaa…aaaaa….
Em               Am    
Ha….aaa…aaaaa….

[Ending:]
Am                                         G         Am
Duhai angin… kabarkan lah melati menanti…
Am                                       Em         Am
Duhai angin… kabarkan lah melati menanti…
Am                                         G         Am
Duhai angin… kabarkan lah melati menanti…
Am                                      Em         Am
Duhai angin… kabarkan lah melati menanti…

Al-Habib Ali bin Abdurrahman al- Habsyi (Kwitang)

Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-
Habsyi (Kwitang)
Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi adalah
putera dari Habib Abdurrahman Al-Habsyi. Ayah
beliau tinggal di Jakarta. Ibunda beliau yaitu Nyai
Salmah berasal dari Jatinegara, Jakarta Timur.
Dalam perkawinannya dengan Al-Habib
Abdurrahman Al-Habsyi lama sekali tidak
memperoleh seorang putera pun. Pada suatu
ketika Nyai Salmah bermimpi menggali sumur dan
sumur tersebut airnya melimpah-limpah hingga
membanjiri sekelilingnya. Lalu diceritakanlah
mimpinya itu kepada suaminya.
Mendengar mimpi istrinya, Al-Habib Abdurrahman
segera menemui Al-Habib Syeikh bin Ahmad
Bafaqih untuk menceritakan dan menanyakan
perihal mimpi istrinya tersebut. Lalu Al-Habib
Syeikh menerangkan tentang perihal mimpi
tersebut bahwa Nyai Salmah istri Al-Habib
Abdurrahman akan mendapatkan seorang putra
yang saleh dan ilmunya akan melimpah-limpah
keberkatannya.
Apa yang dikemukakan oleh Al-Habib Syeikh itu
tidak berapa lama menjadi kenyataan. Nyai
Salmah mengandung dan pada hari Minggu
tanggal 20 Jumadil ‘Awal 1286 bertepatan
tanggal 20 April 1870 lahirlah seorang putra yang
kemudian diberi nama Ali bin Abdurrahman
Alhabsyi.
Al-Habib Abdurrahman Alhabsyi tidak lama hidup
mendampingi putra yang beliau cintai tersebut.
Beliau berpulang ke Rahmatulloh ketika putra
beliau masih berumur 10 tahun. Tetapi sebelum
beliau wafat, beliau sempat menyampaikan suatu
wasiat kepada istrinya agar putra beliau
hendaknya dikirim ke Hadramaut dan Makkah
untuk belajar ilmu agama Islam di tempat-tempat
tersebut.
Habib Abdurrahman wafat pada tahun 1881 M,
dimakamkan di Cikini, belakang Taman Ismail
Marzuki, yang kala itu milik Raden Saleh. Adapun
kakeknya, Habib Abdullah bin Muhammad Al-
Habsyi, dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat.
Habib Abdullah menikah di Semarang dan dalam
pelayaran kembali ke Pontianak, beliau wafat,
karena kapalnya karam. Adapun Habib
Muhammad Al-Habsyi, kakek buyut Habib Ali
Kwitang dating dari Hadramaut, lalu bermukim di
Pontianak dan mendirikan Kesultanan Hasyimiah
dengan para Sultan dari Klan Algadri.
Untuk memenuhi wasiat suaminya, Nyai Salmah
menjual gelang satu-satunya perhiasan yang
dimilikinya untuk biaya perjalanan Habib Ali
Alhabsyi ke Hadramaut dan Makkah. Karena di
waktu wafatnya Al-Habib Abdurrahman Alhabsyi
tidak meninggalkan harta benda apapun. Dalam
usia 10 tahun berangkatlah Al-Habib Ali Alhabsyi
dari Jakarta menuju Hadramaut, dengan bekal
sekedar ongkos tiket kapal laut sampai di tempat
yang dituju.
Sesampainya di Hadramaut, Al-Habib Ali sebagai
seorang anak yang sholeh, tidak mensia-siakan
masa mudanya yang berharga itu untuk menuntut
ilmu yang bermanfaat, sambil mencari rizki yang
halal untuk bekal hidup beliau selama menuntut
ilmu di tempat yang jauh dari ibunya. Sebab
beliau menyadari bahwa ibunya tidak mampu
untuk mengirimkan uang kepada beliau selama
menuntut ilmu di luar negeri tersebut.
Diantara pekerjaan beliau selama di Hadramaut
dalam mencari rizki yang halal untuk bekal
menuntut ilmu ialah mengambil upah
menggembala kambing. Pekerjaan menggembala
kambing ini rupanya telah menjadi kebiasaan
kebanyakan para sholihin, terutama para Anbiya’.
begitulah hikmah Ilahi dalam mendidik orang-
orang besar yang akan diberikan tugas memimpin
umat ini.
Majelis Ta'lim Kwitang hingga saat ini masih di
hadiri banyak orang
Diantara guru-guru beliau yang banyak
memberikan pelajaran dan mendidik beliau
selama di Hadramaut antara lain :
Al-’Arif billah Al-Imam Al-Habib Ali bin
Muhammad Alhabsyi (Shohibul maulid di Seiwun)
Al-Imam Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-’Attos
(Huraidha)
Al-Habib Al-Allammah Abdurrahman bin
Muhammad Al-Masyhur (Mufti Hadramaut)
Al-Habib Ahmad bin Hasan Alaydrus (Bor)
Al-Habib Ahmad bin Muhammad Al-Muhdhor
(Guwairah)
Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi (Ghurfah)
Al-Habib Muhammad bin Sholeh bin Abdullah
Alatas (Wadi Amed)
As-Syeikh Hasan bin Mukhandan (Bor)
Setelah belajar di Hadramaut, beliau melanjutkan
pelajaran di tanah suci Makkah, Habib Ali juga
pernah belajar dan mengajar di Masjidil Haram,
Makkah. Disana beliau mendapat ijazah dari
gurunya, Syekh Umar bin Muhammad Al-Azabi,
untuk menyelenggarakan pembacaan syair Maulid
Azabi, karya Syekh Muhammad bin Muhammad
Al-Azabi. Guru-guru beliau yang lainnya di
Mekkah, diantaranya :
Mufti Makkah Al-Imam Muhammad bin Husin
Alhabsyi
Sayid Bakri Syaththa’
As-Syeikh Muhammad Said Babsail
As-Syeikh Umar Hamdan
Berkat doa ibu dan ayah beliau, juga berkat doa
para datuk-datuk beliau, terutama datuk beliau
Rasullulloh SAW, dalam masa 6,5 tahun belajar di
luar negeri Al-Habib Ali telah memperoleh ilmu
Islam yang murni, luas dan mendalam yang
dibawanya kembali ke Indonesia.
Meskipun demikian, beliau adalah seorang yang
tidak sombong atas ilmunya. Beliau tidak
menganggap bahwa ilmu yang dimilikinya sudah
cukup. Beliau masih dan selalu mengambil
manfaat dari para alim ulama yang ada di
Indonesia saat itu. Beliau mengambil ilmu dari
mereka. Diantara para guru beliau yang ada di
Indonesia adalah :
Al-Habib Muhammad
bin Thohir Alhaddad
(Tegal)
Al-Habib Muhammad
bin Idrus Alhabsyi
(Surabaya)
Al-Habib Abdullah bin
Muhsin Alatas
(Empang, Bogor)
Al-Habib Husin bin
Muhsin Asy-Syami
Alatas (Jakarta)
Al-Habib Muhammad
bin Ahmad Al-Muhdhor
(Bondowoso)
Al-Habib Ahmad bin Muhsin Alhaddar (Bangil)
Al-Habib Abdullah bin Ali Alhaddad (Bangil)
Al-Habib Abdullah bin Usman Bin Yahya (Mufti
Jakarta)
Selain menuntut ilmu, beliau juga aktif dalam
mengembangkan dakwah Islamiyyah, mengajak
umat Islam untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam
yang suci dengan dasar cinta kepada Alloh dan
Rasul-Nya SAW.
Selain di pengajian tetap di majlis ta’lim Kwitang
yang diadakan setiap hari Minggu pagi sejak
kurang lebih 70 tahun yang lalu hingga sekarang
dengan kunjungan umat Islam yang berpuluh-
puluh ribu, beliau juga aktif menjalankan dakwah
di lain-lain tempat di seluruh Indonesia. Bahkan
hingga ke desa-desa yang terpencil di lereng-
lereng gunung. Selain itu Al-Habib Ali Alhabsyi
juga berdakwah ke Singapura, Malaysia, India,
Pakistan, Srilangka dan Mesir. Beliau juga sempat
mendirikan sebuah madrasah yang bernama
Unwanul Ulum. Beliau banyak juga mendirikan
langgar dan musholla, yang kemudian diperbesar
menjadi masjid. Selain itu beliau juga sempat
menulis beberapa kitab, diantaranya Al-Azhar Al-
Wardiyyah fi As-Shuurah An-Nabawiyyah dan Ad-
Durar fi As-Shalawat ala Khair Al-Bariyyah.
Beliau selain ahli dalam menyampaikan dakwah
ilalloh, beliau juga terkenal dengan akhlaknya
yang tinggi, baik terhadap kawan maupun
terhadap orang yang tidak suka kepadanya.
Semuanya dihadapinya dengan ramah-tamah dan
sopan santun yang tinggi. Terlebih lagi khidmat
beliau terhadap ibunya adalah sangat luar biasa.
Dalam melakukan rasa bakti kepada ibunya
sedemikian ikhlas dan tawadhu’nya, sehingga
tidak pernah beliau membantah perintah ibunya.
Biarpun beliau sedang berada di tempat yang
jauh, misalnya sewaktu beliau sedang berdakwah
di Surabaya ataupun di Singapura, bila beliau
menerima telegram panggilan dari ibunya, segera
beliau pulang secepat-cepatnya ke Jakarta untuk
memenuhi panggilan ibunya tersebut.
Maka tidak heran apabila ilmu beliau sangat
berkat, dan dakwah beliau dimana-mana
mendapat sambutan yang menggembirakan.
Setiap orang yang jumpa dengan beliau, apalagi
sampai mendengarkan pidatonya, pastilah akan
tertarik. Terutama di saat beliau mentalqinkan
dzikir atau membaca sholawat dengan suara
mengharukan, disertai tetesan air mata, maka
segenap yang hadir turut meneteskan air mata.
Dan yang demikian itu tidak mungkin jika tidak
dikarenakan keluar dari suatu hati yang ikhlas,
hati yang disinari oleh nur iman dan nur
mahabbah kepada Alloh dan Rasul-Nya SAW.
Habib Ali Kwitang bersama pejabat pemerintahan
Menurut keterangan cucunya, Habib
Abdurrahman, sebelum mendapat izin gurunya,
Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas, Habib Ali
belum berani mengenakan imamah alias serban.
Baru setelah diizinkan, beliau menggunakan
setiap saat.
"Kakek saya selalu menyelipkan surat gurunya itu
di sela-sela imamah yang dikenakan. Ketika
beliau wafat, sesuai wasiatnya, imamah dan surat
itu di masukkan ke dalam makamnya. Selain juga
abwa ( selempang ) ketika duduk ), serban dari
Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, dan seuntai
tasbih." Tutur Habib Abdurrahman Al-Habsyi.
Beliau mulai berdakwah di samping berniaga di
berbagai pelosok ibu kota. Salah satu syiar
islamnya adalah menyelenggarakan Maulid
dengan pembacaan Maulid Azabi setiap tanggal
12 Rabi'ul awal.
"sebelum mensyiarkan Simtud Duror, beliau
mensyiarkan Maulid Azabi selama belasan kali.
Kelebihan Azabi, bahasanya enteng dan ceritanya
tak terlalu bertele-tele. Jadi boleh dibilang, Habib
Ali juga penggerak Maulid Azabi." Kata Habib
Abdurrahman Al-Habsyi.
Pada tahun 1919, Habib Ali Kwitang mendapat
mandat untuk mensyiarkan Maulid Simtud Duror
dari gurunya, Habib Muhammad bin Idrus Al-
Habsyi, bahkan isyarat dari Rasulullah saw. Maka
pada tahun 1920, Habib Ali Kwitang mulai
menggelar Maulid dengan membaca Simtud Duror
di kawasan Tanah Abang. Dan pada tahun 1937,
acara maulid diselenggarakan di Kwitang, Jakarta
pusat. Pembacaan maulid Simtud Duror pertama
kali setelah Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi
( Penyusun Simtud Duror ) wafat; digelar di
Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, di majlis
Taklim yang diasuh Habib Muhammad bin Idrus
Al-Habsyi. Belakangan Maulid Simtud Duror
dibaca di Majlis Taklim di Tegal, Jawa Tengah,
kemudian di Bogor, selama beberapa tahun, lalu
masjid Ampel Surabaya.
Selama hayatnya, Habib Ali Kwitang
melaksanakan Maulid dengan pembacaan Simtud
Duror, rutin setiap akhir kamis atau kamis
terakhir bulan rabi'ul awal sebanyak 51 kali. Di
tangan beliau, Maulid Simtud Duror bekembang
dengan pesat dan dikunjungi jamaah bukan hanya
dari masyarakat Jabotabek, tapi juga dari
daerah-daerah lain dan bahkan dari Negara-
negara sahabat.
Dalam dakwahnya selama 80 tahun, Habib Ali
Kwitang selalu menganjurkan agar umat islam
senantiasa berbudi luhur, memegang teguh
ukhuwah islamiyah dan meneladani keluhuran
budu Rasulullah saw, beliau juga menganjurkan
kepada kaum ibu untuk menjadi tiang masyarakat
dan Negara, dengan mendidik anak-anak agar
menjadi manusia yang taat kepada Allah swt dan
rasulnya.
Akhirnya sampailah waktu dimana beliau
memenuhi panggilan Allah. Beliau berpulang ke
haribaan Allah pada hari Minggu tanggal 20 Rajab
1388 bertepatan dengan 13 Oktober 1968, di
tempat kediaman beliau di Kwitang Jakarta,
dalam usia 102 tahun menurut Hijriyah atau usia
98 tahun menurut perhitungan Masehi. Ungkapan
duka cita mengiringi kepergian beliau. Masyarakat
berbondong-bondong hadir mengikuti prosesi
pemakaman beliau…dalam suasana sendu dan
syahdu. Seorang ulama besar telah berpulang,
namun jasa-jasa dan ahklak mulia beliau masih
tetap terkenang…menembus batasan ruang dan
zaman.
Image
TVRI yang merupakan satu-satunya stasiun
televisi kala itu, menyiarkan berita duka cita
wafatnya beliau. Ribuan orang berbondong-
bondong melakukan takziah ke kediamannya di
Kwitang, Jakarta pusat; Presiden Soeharto
mengirimkan utusan khusus untuk menyatakan
belasungkawa, sementara sejumlah menteri dean
pejabat tinggi Negara berdatangan memberikan
penghormatan terakhir. Sejumlah murid Almarhum
dari seluruh Jawa, bahkan seluruh Indonesia dan
luar negeri, juga datang bertakziah.
Sebelum jenazah dimakamkan di masjid Ar-
Riyadh yang dipimpinnya sejak beliau muda,
Habib Salim bin Jindan, yang sering berdakwah
bersama almarhum, membaiat Habib Muhammad,
putra almarhum, sebagai penerusnya. Beliau
berpesan agar meneruskan perjuangan almarhum
dan memegang teguh aqidah Alawiyin.
Ada kisah menarik sebelum almarhum wafat.
Suatu hari, beliau minta tiga orang kiyai kondang
asal Jakarta maju kahadapannya. Mereka adalah
K.H.Abdullah Syafi'i , K.H.Thahir Rohili dan K.H.
Fathullah Harun. Habib ali mempersaudarakan
mereka dengan putranya, Habib Muhammad.
Dalam peristiwa mengharukan yang disaksikan
ribuan jamaah itu, Habib Ali berharap, keempat
ulama yang dipersaudarakan itu terus
mengumandangkan dakwah islam.
Harapan Habib Ali menjadi kenyataan. Habib
Muhammad meneruskan tugas ayahandanya
memimpin majlis taklim Kwitang selama 26
tahun; K.H. Abdullah Syafi'i sejak 1971 hingga
1985 memimpin majlis Taklim Asy-Syafi'iyah;
K.H. Thahir Rohili memimpin majlis Taklim Ath-
Thahiriyah; sedangkan K.H. Fathullah Harun
belakangan menjadi ulama terkenal di Malaysia.
Tidak mengherankan jika ketiga majelis Taklim
tersebut menjadikan kitab An-Nashaihud Diniyah,
karya Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad
Shohibur Ratib, sebagai pegangan. Sebab kitab
itu juga menjadi rujukan Habib Ali Kwitang.
Setelah Habib Ali wafat, syiarnya dilanjutkan
putranya, Habib Muhammad bin Ali Al-Habsyi
yang semasa hidupnya menyelenggarakan maulid
sebanyak 26 kali, pada waktu dan tempat yang
sama. Sebelum wafat, Habib Muhammad bin Ali
Al-Habsyi membuat wasiat berkenaan dengan
kepengurusan Majlis Taklim Habib Ali Kwitang
yang isinya agar putranya Habib Abdurrahman Al-
Habsyi meneruskan perjuangan syiar islam Majlis
Taklim termasuk meneruskan menyelenggarakan
maulid Simtud Duror setiap kamis akhir bulan
Rabiul awal.
( No. 09 / Tahun IV / 24 April - 7 Mei 2006 &
No.10 / tahun III / 9 - 22 Mei 2005 )
Radhiyallahu anhu wa ardhah…

Sumber; https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/6-habaib-nusantara/al-habib-ali-bin-abdurrahman-al-habsyi-kwitang

Al-Habib Abdul Qadir bin Alwy Assegaf

Al-Habib Abdul Qadir bin
Alwy Assegaf
Angin Segar dari Kota Tuban
Auliya’ ini dikenal banyak
membawa angin segar bagi umat,
terutama di kota Tuban dan
sekitarnya. Para auliya’ di
jamannya banyak memuji dan
mengagungkan beliau.
Sosok Habib Abdul Qadir dalam
kesehariannya dikenal sebagai
pribadi yang ramah tamah, murah
senyum dan dermawan. Semua
orang yang mengenalnya, pasti
akan mencintainya. Tidak heran
bila para auliya’ di jamannya
banyak memuji dan mengagungkan
beliau. Salah satunya, Habib
Abdullah bin Muhsin Al-Attas,
beliau selalu mengunjungi semasa
hidup mau pun sesudah wafatnya.
Wali Kramat dari Empang, Bogor itu
bersyair dengan pujian,”Telah
bertiup angin segar dari Kota
Tuban….” Auliya lain yang sering
mengunjunginya adalah Habib
Ahmad bin Abdullah Alattas,
Pekalongan dan Habib Abdul Qadir
bin Quthban.
Habib Abdul Qadir bin Alwy As-
Segaf dilahirkan di Seiwun pada
tahun 1241 H. Sejak kecil ia telah
dididik secara khusus oleh paman
beliau, Habib Abdurrahman bin Ali
Assegaf. Oleh sang paman, Habib
Abdul Qadir selalu diajak berziarah
ke tempat-tempat yang jauh dari
tempat tinggalnya di Seiwun.
Dalam berziarah ke tempat para
auliya’, ia pun pernah menyaksikan
kejadian yang menakjubkan
hatinya, yakni saat berziarah ke
makam Syaikh Umar Ba
Makhramah. Dimana, Habib
Abdurrahman ketika di dalam kubah
makam Syaikh Umar Ba
Makhramah, tiba-tiba Syaikh Umar
bangun dari kuburnya dan
bercakap-cakap dengan Habib
Umar. Habib Abdul Qadir
menyaksikan kejadian itu secara
yaqadzah (terjaga, bukan melalui
mimpi).
Habib Abdul Qadir dikenal sejak
usia remaja berteman akrab
dengan Habib Ali bin Muhammad
Al-Habsyi (Sahibul Maulid Simthud
Durar) dan Habib Abdullah bin Ali
Al-Hadad (Bangil). Bahkan di akhir
umur Habib Abdullah Al-Hadad
pernah berkirim surat kepada Habib
Abdul Qadir yang diantaranya
berisi,”Sesungguhnya jiwa-jiwa itu
saling terpaut.” Tidak lama setelah
itu Habib Abdullah bin Ali Al-Hadad
wafat, 27 hari kemudian Habib
Abdul Qadir juga wafat. Beliau juga
mempunyai hubungan yang
istimewa dengan Habib Muhammad
bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya) dan
Habib Muhammad bin Ahmad Al-
Mukhdar (Bondowoso).
Kedekatan hubungan Habib Abdul
Qadir dengan Habib Muhammad bin
Idrus Al-Habsyi tidak lepas dari
kejadian menimpa Habib
Muhammad yang sering kali tidak
bisa menguasai diri ketika
kedatangan hal’ (keadaan luar
biasa yang meliputi seseorang yang
datang dari Allah SWT). Dalam
keadaan seperti itu Habib
Muhammad tidak tahu apa yang
terjadi di sekitarnya.
Suatu saat Habib Muhammad
kedatangan hal' ketika sedang
berjalan, kebetulan saat itu Habib
Abdul Qadir sedang berada di
dekatnya. Melihat keadaan Habib
Muhammad yang hampir tidak
sadarkan diri, Habib Abdul Qadir
segera menyadarkannya, sehingga
Habib Muhammad pun sadar dan
melihat Habib Abdul Qadir telah
berada di depannya. Mereka berdua
akhirnya berpelukan,”Ini adalah
sebaik-baik obat,” kata Habib
Muhammad dengan raut wajah
yang gembira. Sejak itulah,
hubungan Habib Muhammad bin
Idrus Al-Habsyi dan Habib Abdul
Qadir semakin erat dan saking
dekatnya, Habib Muhammad
menyatakan bahwa menceritakan
tentang keadaaan Habib Abdul
Qadir lebih manis dari madu.
Kecintaan itu juga oleh Habib
Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
diungkapkan dalam syair:
Wahai malam yang penuh cahaya/
Semua permintaan telah terkabul/
Hari ini aku datang ke Tuban di
awal bulan/
Putra Alwi yang kucintai/
Kelezatannya tiada bandingan/
Dia lah pintu masuk dan pintu
keluar kita/
Obat bagi yang kena segala
penyakit/
Dari hatinya memancar rahasia
sempurna/
Semoga dengan berkahnya, dosa
dan salah kita diampuni//
Karomah Habib Abdul Qadir
Habib Abdul qadir juga termasyhur
karena karomahnya. Pernah suatu
ketika Habib Abdul Qadir dalam
perjalanan pulang dari haji bersama
rombongan dengan
mempergunakan perahu. Ternyata
perahu yang dinaikinya berlubang,
air pun masuk menerobos dengan
deras ke dalam
perahu. Rombongan jamaah haji
pun panik, dan segera
mengurasnya. Celakanya, air bukan
semakin habis, tapi semakin
banyak, hingga kapal hampir
tenggelam. Keringat dan air laut
berpadu membasahi pakaian yang
dikenakan mereka yang tengah
berusaha dengan keras menguras
air dalam perahu. Para jamaah dan
penumpang lain bingung, kalang
kabut dan menangis karena putus
asa.
Melihat hal itu Habib Abdul Qadir
segera masuk ke dalam bagasi
kapal beserta dua isterinya. Setelah
menutup pintu beliau berdoa sambil
mengangkat tangannya memohon
kepada Allah. Tiba-tiba datanglah
empat orang lelaki yang telah
berdiri di hadapannya, kemudian
salah satunya menepuk
punggungnya. “Hai Abdul Qadir!
Aku Umar al-Muhdar,” katanya
sambil memperkenalkan tiga orang
yang ada disebelahnya,”Ini
kakekmu, Ali bin Alwy bin Al-Faqih
Al-Muqaddam. Itu kakekmu,
Abdurrahman Assegaf dan yang itu
Syaikh Abu Bakar bin
Salim.” (beliau-beliau terkenal ahl
Dark, Wali penolong yang cepat
pertolongannya jika diminta
pertolongan)
Setelah itu lelaki tersebut menyuruh
Habib Abdul Qadir menguras air
dan keempat lelaki asing itu pun
lalu menghilang.
“Apakah kalian melihat empat
orang tadi?” tanya Habib Abdul
Qadir kepada kedua isterinya.
“Tidak,” jawab mereka.
Habib Abdul Qadir segera keluar
dan menyuruh para penumpang
untuk menguras kembali air laut
yang masuk ke dalam perahu. Tak
berapa lama kemudian, perahu
besar itu sudah tidak berisi air lagi.
Ternyata lubang tadi telah lenyap,
papan-papannya tertutup rapat
seakan tak pernah terjadi apa-apa
sebelumnya.
Dikisahkan pula, suatu malam
Habib Abdul Qadir bermimpi, dalam
mimpinya ia bertemu Nabi SAW
tengah menuntun Habib Hasan bin
Soleh Al-Bahr Al-Jufri. Lalu Nabi
SAW menyuruhnya membaca Doa
Khidir AS sebanyak 50 kali setiap
pagi dan sore. Habib Abdul Qadir
merasa bilangan itu terlalu banyak.
Ia ingin agar Habib Hasan
memintakan keringanan untuknya,
belum sempat diutarakan, Nabi
SAW bersabda, “Bacalah sebanyak
lima kali saja, tetapi pahalanya
tetap 50.” Gambaran ini persis
seperti lafadz barjanji ketika
mengisahkan Isra’ Mi’raj. Seketika
itu, Habib Abdul Qadir terjaga dari
tidurnya dan membaca doa Nabi
Khidir dari awal sampai akhir,
padahal dia belum pernah tahu doa
tersebut sebelumnya.
Ia lalu mencari teks doa itu dan
menemukannya di kitab Maslakul
Qarib, tetapi di sana ada tambahan
dan pengurangan. Sampai akhirnya
ia menemukan teks yang sama
persis di kitab Ihya’ juz 4 dalam
bab Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Imam Ghozali menyebutkan faedah
dan pahala yang sangat banyak
dalam doa ini. Jelaslah bahwa itu
termasuk salah satu karamah
Habib Abdul Qadir, sebab ia hafal
doa yang cukup panjang hanya
dengan dituntun Nabi Muhammad
SAW.
Dalam khasanah dunia pesantren,
cara menghafal demikian disebut
ilmu paled! atau apal pisan
langsung wuled (sekali dengar
langsung hafal).
Ketika ia sakit di akhir umurnya,
salah seorang putranya yang
bernama Umar mengusahakan
kesembuhan dengan cara
bersedekah atau yang lainnya.
Ketika Habib Abdul Qadir tahu, ia
langsung berkata,”Jangan
merepotkan diri, karena Malaikat
Maut sudah dua atau tiga kali
mendatangiku.”
Dalam sakit itu pula ia sering
menyambut kedatangan ahlil ghaib
di tengah malam dan berbincang-
bincang dengan mereka. Kejadian
tersebut berlangsung hampir setiap
malam, sampai suatu saat
ditemukan secarik kertas di
dekatnya yang bertuliskan syair,
“Telah datang pada kami, Shohibul
Waqt, Khidir dan Ilyas. Mereka
memberiku kabar gembira seraya
berkata, ‘Kau dapatkan hadiah
serta pakaian. Jangan takut!
Jangan khawatir dengan kejahatan
orang yang dengki, serta syaitan’.”
Tidak lama setelah itu, ia
meninggalkan alam yang fana ini
tepatnya pada tanggal 13 Rabiul
Awal 1331 H (1912 M). Jasadnya
yang suci kemudian dimakamkan di
pemakaman Bejagung, Tuban. Haul
Habib Abdul Qadir biasanya
diperingati pada bulan Sya’ban di Jl
Pemuda, Tuban.

Sumber; https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/6-habaib-nusantara/al-habib-abdul-qadir-bin-alwy-assegaf

Ahlan Wa Sahlan

Jika seorang lelaki mempunyai lebih dari satu istri, identitas anaknya itu jelas, sebab bibitnya satu, Namun jika seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu, maka identitas anaknya itu ngawur, sebab bibit yg mana yg mesti harus dipilih..

Al-habib Maulana Muhammad Luthfi Al-Yahya


Habib Muhammad Luthfi bin Yahya
Habib Muhammad Luthfi bin Yahya
Lahir 10 November 1947 (umur 66)
Pekalongan
Kebangsaan Indonesia
Nama panggilan Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya
Pekerjaan Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah
Ketua Umum MUI Jawa Tengah
Agama Islam
Situs web
Situs Resmi

Maulana Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Yahya dilahirkan di Pekalongan pada hari Senin, pagi tanggal 27 Rajab 1367 H. Bertepatan tanggal 10 November 1947 M.

Nasab Jalur IbuSunting
Dilahirkan dari seorang syarifah, yang memiliki nama dan nasab: sayidah al Karimah as Syarifah Nur binti Sayid Muhsin bin Sayid Salim bin Sayid al Imam Shalih bin Sayid Muhsin bin Sayid Hasan bin Sasyid Imam ‘Alawi bin Sayid al Imam Muhammad bin al Imam ‘Alawi bin Imam al Kabir Sayid Abdullah bin Imam Salim bin Imam Muhammad bin Sayid Sahal bin Imam Abd Rahman Maula Dawileh bin Imam ‘Ali bin Imam ‘Alawi bin Sayidina Imam al Faqih al Muqadam bin ‘Ali Bâ Alawi.

Nasab Jalur AyahSunting
Rasulullah Muhammad SAW

Sayidatina Fathimah az-Zahra + Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib

Imam Husein ash-Sibth

Imam Ali Zainal Abiddin

Imam Muhammad al-Baqir

Imam Ja’far Shadiq

Imam Ali al-Uraidhi

Imam Muhammad an-Naqib

Imam Isa an-Naqib ar-Rumi

Imam Ahmad Al-Muhajir

Imam Ubaidullah

Imam Alwy Ba’Alawy

Imam Muhammad

Imam Alwy

Imam Ali Khali Qasam

Imam Muhammad Shahib Marbath

Imam Ali

Imam Al-Faqih al-Muqaddam Muhammd Ba’Alawy

Imam Alwy al-Ghuyyur

Imam Ali Maula Darrak

Imam Muhammad Maulad Dawileh

Imam Alwy an-Nasiq

Al-Habib Ali

Al-Habib Alwy

Al-Habib Hasan

Al-Imam Yahya Ba’Alawy

Al-Habib Ahmad

Al-Habib Syekh

Al-Habib Muhammad

Al-Habib Thoha

Al-Habib Muhammad al-Qodhi

Al-Habib Thoha

Al-Habib Hasan

Al-Habib Thoha

Al-Habib Umar

Al-Habib Hasyim

Al-Habib Ali

Al-Habib Muhammad Luthfi

Masa PendidikanSunting
Pendidikan pertama Maulana Habib Luthfi diterima dari ayah al Habib al Hafidz ‘Ali al Ghalib. Selanjutnya beliau belajar di Madrasah Salafiah. Guru-guru beliau di Madrasah itu di antaranya:

• Al Alim al ‘Alamah Sayid Ahmad bin ‘Ali bin Al Alamah al Qutb As Sayid ‘Ahmad bin Abdullah bin Thalib al Athas

• Sayid al Habib al ‘Alim Husain bin Sayid Hasyim bin Sayid Umar bin Sayid Thaha bin Yahya (paman beliau sendiri)

• Sayid al ‘Alim Abu Bakar bin Abdullah bin ‘Alawi bin Abdullah bin Muhammad al ‘Athas Bâ ‘Alawi

• Sayid ‘Al Alim Muhammad bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.

Beliau belajar di madrasah tersebut selama tiga tahun.

Perjalanan IlmiahSunting
Selanjutnya pada tahun 1959 M, beliau melanjutkan studinya ke pondok pesantren Benda Kerep, Cirebon. Kemudian Indramayu, Purwokerto dan Tegal. Setelah itu melanjutkan ke Mekah, Madinah dan dinegara lainnya. Beliau menerima ilmu syari’ah, thariqah dan tasawuf dari para ulama-ulama besar, wali-wali Allah yang utama, guru-guru yang penguasaan ilmunya tidak diragukan lagi.

Dari Guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah Khas (khusus), dan juga ‘Am (umum) dalam Da’wah dan nasyru syari’ah (menyebarkan syari’ah), thariqah, tashawuf, kitab-kitab hadits, tafsir, sanad, riwayat, dirayat, nahwu, kitab-kitab tauhid, tashwuf, bacaan-bacaan aurad, hizib-hizib, kitab-kitab shalawat, kitab thariqah, sanad-sanadnya, nasab, kitab-kitab kedokteran. Dan beliau juga mendapat ijazah untuk membai’at.

Silsilah Thariqah dan BaiatSunting
Al Habib Muhammad Luthfi Bin Ali Yahya mengambil thariqah dan hirqah Muhammadiah dari para tokoh ulama. Dari guru-gurunya beliau mendapat ijazah untuk membaiat dan menjadi mursyid. Di antara guru-gurunya itu adalah:

Thariqah Naqsyabandiah Khalidiyah dan Syadziliah al ‘Aliah

Dari Al Hafidz al Muhadits al Mufasir al Musnid al Alim al Alamah Ghauts az Zaman Sayidi Syekh Muhammad Ash’ad Abd Malik bin Qutb al Kabir al Imam al Alamah Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid

• Sanad Naqsyabandiayah al Khalidiyah:

Sayidi Syekh ash’ad Abd Malik dari bapaknya Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin Ali bi Hamid dari Quth al Kabir Sayid Salaman Zuhdi dari Qutb al Arif Sulaiman al Quraimi dari Qutb al Arif Sayid Abdullah Afandi dari Qutb al Ghauts al Jami’ al Mujadid Maulana Muhammad Khalid sampai pada Qutb al Ghauts al Jami’ Sayidi Syah Muhammad Baha’udin an Naqsyabandi al Hasni.

• Syadziliyah :

Dari Sayidi Syekh Muhammad Ash’Ad Abd Malik dari al Alim al al Alamah Ahmad an Nahrawi al Maki dari Mufti Mekah-Madinah al Kabir Sayid Shalih al Hanafi ra.

Thariqah al ‘Alawiya al ‘Idrusyiah al ‘Atha’iyah al Hadadiah dan Yahyawiyah:

• Dari al Alim al Alamah Qutb al Kabir al Habib ‘Ali bin Husain al ‘Athas.

• Afrad Zamanihi Akabir Aulia al Alamah al habib Hasan bin Qutb al Ghauts Mufti al kabir al habib al Iamam ‘Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Bâ ‘Alawi.

• Al Ustadz al kabir al Muhadits al Musnid Sayidi al Al Alamah al Habib Abdullah bin Abd Qadir bin Ahmad Bilfaqih Bâ ‘Alawi.

• Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Ali bin Sayid Al Qutb Al Al Alamah Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.

• Al Alim al Arif billah al Habib Hasan bin Salim al ‘Athas Singapura.

• Al Alim al Alamah al Arif billah al Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakar bin Salim Bâ ‘Alawi.

Dari guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah dan ijazah untuk baiat, talqin dzikir khas dan ‘Am.

Thariqah Al Qadiriyah an Naqsyabandiyah:

• Dari Al Alim al Alamah tabahur dalam Ilmu syaria’at, thariqah, hakikat dan tashawuf Sayidi al Imam ‘Ali bin Umar bin Idrus bin Zain bin Qutb al Ghauts al Habib ‘Alawi Bâfaqih Bâ ‘Alawi Negara Bali. Sayid Ali bin Umar dari Al Alim al Alamah Auhad Akabir Ulama Sayidi Syekh Ahmad Khalil bin Abd Lathif Bangkalan. ra.

Dari kedua gurunya itu, al Habib Muhammad Luthfi mendapat ijazah menjadi mursyid, hirqah, talqin dzikir dan ijazah untuk bai’at talqin.

Jami’uthuruq (semua thariqat) dengan sanad dan silsilahnya:

Al Imam al Alim al Alamah al Muhadits al Musnid al Mufasir Qutb al Haramain Syekh Muhammad al Maliki bin Imam Sayid Mufti al Haramain ‘Alawi bin Abas al Maliki al Hasni al Husaini Mekah.

Dari beliau, Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah mursyid, hirqah, talqin dzikir, bai’at khas, dan ‘Am, kitab-kitab karangan syekh Maliki, wirid-wirid, hizib-hizib, kitab-kitab hadis dan sanadnya.

Thariqah Tijaniah:

• Al Alim al Alamah Akabir Aulia al Kiram ra’su al Muhibin Ahli bait Sayidi Sa’id bin Armiya Giren Tegal. Kiyai Sa’id menerima dari dua gurunya; pertama Syekh’Ali bin Abu Bakar Bâsalamah. Syekh Ali bin Abu Bakar Bâsalamah menerima dari Sayid ‘Alawi al Maliki. Kedua Syekh Sa’id menerima langsung dari Sayid ‘Alawi al Maliki.

Dari Syekh Sa’id bin Armiya itu Maulana Habib Luthfi mendapat ijazah, talqin dzikir, dan menjadi mursyid dan ijazah bai’at untuk khas dan ‘am.

Kegiatan-kegiatanSunting

Bersama Habib Umar
• Pengajian Thariqah tiap jum’at Kliwon pagi (Jami'ul Usul thariq al Aulia).

• Pengajian Ihya Ulumidin tiap Selasa malam.

• Pengajian Fath Qarib tiap Rabu pagi(husus untuk ibu-ibu)

• Pengajian Ahad pagi, pengajian thariqah husus ibu-ibu.

• Pengajian tiap bulan Ramadhan (untuk santri tingkat Aliyah).

• Da’wah ilallah berupa umum di berbagai daerah di Nusantara.

• Rangakain Maulid Kanzus (lebih dari 60 tempat) di kota Pekalongan dan daerah sekitarnya. Dan kegiatan lainnya.

Jabatan OrganisasiSunting
• Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah.

• Ketua Umum MUI Jawa Tengah dll.

Peranan Habib Muhammad Luthfi bin Yahya dalam organisasi MATANSunting
Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al Mu'tabaroh An Nahdliyyah /MATAN adalah organisasi tarekat untuk kalangan mahasiswa yang diprakarsai oleh Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya Pekalongan, Ro'is 'am JATMAN (Jamiyyah Ahlith Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah) yang berafiliasi kepada organisasi Islam Nahdlatul Ulama.

RujukanSunting
Website Resmi Habib Luthfi
Habib Luthfi : Memburu Pertolongan Allah
Habib Luthfi : Foto Kiyai Hasyim Wajib Dipasang
http://www.matanindonesia.com
Artikel bertopik biografi tokoh Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
Baca dalam bahasa lain
Terakhir diubah pada 12 bulan yang lalu
Wikipedia ™ Tampilan kecil (''mobile'')‌Tampilan besar (''desktop'')
Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali apabila disebutkan lisensi yang lain.
Privasi