Kamis, 26 Juni 2014

Sufisme di Belantara Modernitas


Sufisme di Belantara Modernitas

Ahlannawawi, Oleh KH MA Sahal Mahfud

Manusia sebagai hamba Allah adalah satu-satunya makhluk yang paling istimewa di antara semua makhlukNya yang lain. Di samping dikaruniai akal dan pikiran, manusia ternyata adalah makhluk yang penuh misteri dan rahasia-rahasia yang menarik untuk dikaji. Misteri ini justru sengaja dibuat Allah agar manusia memiliki rasa antusias yang tinggi untuk menguak dan mendalami keberadaan dirinya sebagai ciptaan Allah, untuk kemudian mengenali siapa penciptanya.

Syekh Ahmad bin Ruslan al-Syafi'i mengemukakan, "Sesuatu yang paling awal diwajibkan atas manusia adalah ma'rifatullah dengan keyakinan". Bahwa sebagai hamba Allah, manusia tidak bisa tidak mesti mengenal terlebih dulu siapa yang berhak disembah, untuk kemudian segala proses dan komponen ibadah kepadaNya tercerminkan di bawah ma'rifatullah. Sebab, ibadah seseorang baik ibadah wajib ataupun sunnah, tidak akan mungkin sah tanpa ma'rifatullah.

Di balik itu, tujuan utama seorang yang berakal adalah bertemu dengan Allah di hari pembalasan nanti, seperti diungkapkan al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin.

Dengan demikian ada dua hal yang menjadi agenda manusia di hadapan Tuhannya. Ketika seseorang pertama kali ingin memasuki "daerah" Allah, maka ia diwajibkan ma'rifatullah terlebih dahulu. Dan ketika seorang telah mencapai titik final perjalanannya, maka satu-satunya hal yang patut dicita-citakan dan diharapkan adalah hanya liqaullah (bertemu dengan Allah). Rentang antara liqaullah dan ma'rifatullah inilah yang kemudian melahirkan banyak tuntutan dan konsekuensi sekaligus keterkaitan erat dari dan oleh manusia sendiri.

***

Allah berfirman dalam surat Yunus ayat 57, "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat (mau'idhah) dari Tuhanmu dan penyembuh/obat bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada (syifa'uh lima fi al-shudur) dan petunjuk (wa hudan) serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (wa rahmatan li al-mu'minin)".

Ayat ini dalam tafsir Ruhul Ma'ani diinterpretasikan sebagai jenjang-jenjang kesempurnaan pada jiwa manusia. Barangsiapa yang berpegang teguh dengan al-Qur'an -sebagai mau'idhah- secara utuh dan tidak parsial, maka ia akan memperoleh seluruh tingkatan kesempurnaan tersebut.

Lebih jauh lagi, Imam Junaedi menafsirkan ayat tersebut sebagai landasan filosofis munculnya klasifikasi syaritat, thariqat, haqiqat dan ma'rifat. Dari kalimat mau'idhah yang mengandung nasihat-nasihat untuk meninggalkan segala hal yang dilarang dan menjalankan perintah-perintah Allah, maka lahirlah syari'at yang kemudian berisi pula anjuran-anjuran untuk membersihkan akhlaq al-mazmumah (perilaku tidak baik) yang dapat dilihat orang lain.

Sedangkan kalimat "syifa'un lima fii al-shudur" memuat segala bentuk usaha penyembuhan penyakit-penyakit ruhani sehingga seorang manusia dapat mencapai strata kesempurnaan dalam pembersihan hatinya dari akidah-akidah yang sesat dan tabiat-tabiat yang hina dan tercela. Ini merupakan filosofi munculnya klasifikasi thariqat. Sementara kalimat "wa hudan " mengisyaratkan kesempurnnan yang lebih tinggi lagi, yakni strata haqiqat yang hanya mungkin dicapai oleh manusia lewat hidayah yang diberikan Allah.

Tingkatan ini menggambarkan adanya keadaan jiwa manusia yang telah terhiasi oleh akidah dan akhlak yang baik dan mulia, sehingga seseorang dapat meraih "dhuhur al-haq fi qulubi al-shiddiqin", yakni terlihatnya Allah yang Maha Haq di dalam hati para shiddiqin (orang-orang yang tingkat keimanannya setaraf dengan Abu Bakar Shiddiq). Adapun kalimat "wa rahmatan li al-mu'minin" memberi dalil akan tercapainya kesempurnaan yang paling tinggi yaitu ma'rifat, bahwa seseorang telah meraih "tajalla anwar al-uluhiyah" (terpancarnya cahaya ketuhanan) yang abadi. Dengan "al-anw'ar al-uluhiyah" ini seseorang dapat memiliki pengaruh positif terhadap mu'min lainnya.

Berkenaan dengan hal tersebut, Abu Bakar al-Makky punya pendapat yang intinya, bahwa jalan menuju kebahagiaan akhirat adalah terpenuhinya ketiga hal syari'at, thariqat dan haqiqat. Ketiga hal ini tidak boleh terlewatkan salah satunya, akan tetapi haruslah lengkap dan berurutan satu sama lain. Sebab Abu Bakar menggambarkan ketiga hal itu dengan pendapatnya yang lain:

''Syari'at itu seperti sebuah perahu, sedangkan thariqat adalah lautan, sementara haqiqat adalah mutiara yang terendam di dasar laut".

Adapun tasawuf (sufisme) oleh banyak ulama masih diperdebatkan definisinya dengan seribu pendapat. Salah satu definisi tersebut adalah seperti yang dikemukakan Abu Zakariya al-Anshari:

"Suatu sikap memurnikan hati di hadapan Allah dan memandang remeh atau rendah terhadap selain Allah".

Sehingga dengan definisi ini dapat diambil pengertian, tasawuf adalah refleksi perasaan ketuhanan yang sangat tinggi, agung dan suci terhadap segala pelaksannan ketiga (atau keempat) hal di atas.

***

Abad XXI sering dilukiskan sebagai suatu masa yang berperadaban tinggi. Orang tak lagi membicarakan atau merisaukan hal-hal yang masih bersifat permulaan atau masih mentah. Kecenderungan-kocenderungan yang ada hanyalah dominasi sikap ingin serba praktis, mengenakkan dan lebih mudah. Hal ini jelas tersiasati dari hasil-hasil produksi teknologi mutakhir yang mampu membikin manusia sebagai makhluk "serba manja".

Bersamaan dengan itu, persaingan masalah-masalah sosial dan pelaku-pelaku sosial itu sendiri, muncul sebagai efek lain dari modernitas zaman. Gesekan demi gesekan yang timbul dari berjalannya kepentingan masing-masing individu tanpa diimbangi dengan nilai-nilai spiritual, akan meninggalkan keresahan-keresahan tersendiri. Pola-pola perilaku dan sikap hidup serta pandangan yang individualistis akan menempatkan manusia pada titik-titik jenuh kehidupan komunitas kolektif, sehingga pada gilirannya manusia justru acuh tak acuh terhadap lingkungannya sendiri.

Titik-titik jenuh itulah yang kemudian membuat orang cenderung lari mencari. "dunia lain" yang lebih menjanjikan kedamaian dan ketenteraman. Maka agama pun agaknya menjadi alternatif paling tepat untuk mengubah keresahan tersebut, meskipun demikian hal itu tidak bisa dipahami sebagai suatu justifikasi tentang adanya asumsi bahwa agama adalah kompensasi kejenuhan-kejenuhan modernitas zaman.

Komponen sufisme seperti zuhud, khalwah dan 'uzlah ternyata dalam banyak kasus di belantara zaman modern ini, masih saja tidak kehilangan relevansinya sama sekali. Zuhud oleh para ulama didefinisikan sebagai sikap meninggalkan ketergantungan hati pada harta benda (materi), meskipun tidak berarti antipati terhadapnya. Seorancg zahid bisa saja mempunyai kekayaan yang berlimpah, akan tetapi tidak kumanthil di dalam hati.

Begitu juga 'uzlah yang oleh Abu Bakar didefinisikan sebagai, "al-tafarrud 'an al-khalq" (memisahkan diri dari makhluk lain). Sikap ini terhitung sangat dianjurkan untuk diamalkan, ketika zaman dilanda pergeseran nilai-nilai Islam dan segala aturan normatifnya. Ketika seseorang khawatir terhadap fitnah yang akan menyebabkan kehidupan keagamannnya berkurang intensitasnya, 'uzlah adalah salah satu sikap yang dapat menjawab tantangan itu.

Akan tetapi, apabila segala kekhawatiran tersebut tidak terlalu memprihatinkan, zuhud justru dipraktikkan dengan berkumpul dan bermasyarakat sebagaimana lazimnya, untuk `amar ma'ruf nahi munkar. Lebih jauh lagi, para ulama sepakat, zuhud atau 'uzlah dapat dilaksanakan hanya sekadar dengan hati dan perasaan, sehingga meskipun seseorang -misalnya- sedang berada di tengah keramaian sebuah pasar, akan tetapi dalam hatinya ia merasa menyendiri untuk mencari Tuhannya.

***

SUFISME memandang dunia ini sebagai sebuah jembatan yang harus dilalui untuk menuju akhirat. Dalam ajaran sufisme ditemui adanya anjuran-anjuran untuk mempertinggi etos kerja. Seseorang yang mendalami tasawuf juga diperintahkan untuk bekerja mencari penghasilan bagi kehidupan sehari-harinya. Seseorang sama sekali tidak diperkenankan berpasrah diri dan tawakal kepada Allah SWT, sembari rajin mengerjakan shalat sunnah dan banyak berzikir, sebelum ia memenubi kewajiban-kewajibannya sebagai -misalnya- seorang kepala rumah tangga, mencari nafkah.

Akan tetapi kaum sufi lebih memandang dunia laksana api di mana mereka dapat memanfaatkan sebatas kebutuhan, sembari tetap waspada akan bahaya percikan bunga api yang suatu saat akan membakar hangus semuanya. Dalam hal ini mereka berkata:

"Apabila harta benda dikumpulkan, maka haruslah untuk memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi, dan bukan untuk kepentingan pribadi secara berlebihan".

Lebih jauh, Syekh Abdul Qadir Jaelani berkata: "Semua harta benda dunia adalah battu ujian yang membuat banyak manusia gagal dan celaka, sehingga membuat mereka lupa terhadap Allah, kecuali jika pengumpulannya dengan niat yang baik untuk akherat. Maka bila dalam pentasharufannya telah memiliki tujuan yang baik, harta dunia iu pun akan menjadi harta akherat."

Dengan demikian, sufisme serta segala komponen ajarannya merupakan pengendali moral manusia. Keseluruhan konsep yang ditawarkan sufisme seperti zuhud akan dapat mengurangi kecenderungan pola hidup konsumtifisme dan individualisme yang semakin menggejala di tengah dunia modern. Sufisme dan Islam pada skala yang lebih luas, adalah bentuk tata aturan normatif yang menjanjikan kedamaian dan ketenteraman. Sehingga ketika zaman menghadirkan keresahan-keresahan, seseorang dapat saja menjadikan sufisme atau tasawuf sebagai kompensasi positif. Yang jelas, sufisme adalah suatu ajaran yang lebih banyak berimplikasi langsung dengan hati, jiwa dan perasaan, sehingga ia bukan hadir sebagai trend, mode dan semacamnya.

*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS)

Sumber: NU Online
(Senin, 19/05/2014 11:06)

Islam dan Orientasi Ekonomi

Islam dan Orientasi Ekonomi

Ahlannawawi, Oleh KH Abdurrahman Wahid

Dalam pandangan Islam, tujuan hidup perorangan adalah mencari kebahagian dunia dan akhirat yang dicapai melalui kerangka peribadatan kepada Allah Swt. Terkenal dalam hal ini firman Allah melalui kitab suci al-Qurân: “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada Ku (wa mâ khalaqtul-jinna wal-insâ illâ liya’budûni)” (QS. adz-Dzâriyât [51]:56). Dengan adanya konteks ini, manusia selalu merasakan kebutuhan akan Tuhan, dan dengan demikian ia tidak berbuat sesuka hati. Karena itulah, akan ada kendali atas perilakunya selama hidup, dalam hal ini adalah pencarian pahala/ kebaikan untuk akhirat, dan pencegahan sesuatu yang secara moral dinilai buruk atau baik di dunia. Karena itulah doa seorang muslim yang paling tepat adalah “Wahai Tuhan, berikan kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat (rabbanâ âtinâ fîd-dunya hasanatan wa fîl-âkhirati hasanatan)” (QS. al-Baqarah [2]:201).

Yang digambarkan di atas adalah kerangka mikro bagi kehidupan seorang Muslim di dunia dan akhirat. Hal ini adalah sesuatu yang pokok dalam kehidupan seorang manusia, yang disimpulkan dari keyakinan akan adanya Allah dan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah utusan-Nya. Tanpa kedua hal pokok itu sebagai keyakinan, secara teknis dia bukanlah seorang muslim.

Karena manusia adalah bagian dari sebuah masyarakat, maka secara makro ia adalah makhluk sosial yang tidak berdiri sendiri. Terkenal dalam hal ini ungkapan: “Tiada Islam tanpa kelompok, tiada kelompok tanpa kepemimpinan, dan tiada kepemimpinan tanpa ketundukan. (La Islama illa bi jama’ah wala jama’ata illa bi imarah wala imarata illa bi tha’ah).” Dengan demikian, kedudukan dan tugas seorang pemimpin sangat berat dalam pandangan Islam. Dia harus menciptakan kelompok yang kuat, patuh dan setia pada kerangka peribadatan yang dikemukakan Islam. Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus memiliki strategi yang jelas agar tercapai tujuan masyarakat yang adil dan makmur. Tujuan ini diungkapkan dengan indahnya dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Sedang dalam bahasa Arab, seorang pemimpin harus mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat yang bertumpukan keadilan dan kemakmuran atau “al-maslahah al-âmmah”.

***

Hal kedua yang harus ditegakkannya adalah orientasi yang benar dalam memerintah, termasuk orientasi ekonomi yang jelas. Jika segala macam kebijakan pemerintah, tindakan yang diambil dan peraturan-peraturan di bidang ekonomi yang selama ini –sejak kemerdekaan kita-, hampir seluruhnya mengacu kepada kemudahan prosedur dan pemberian fasilitas kepada usaha besar dan raksasa, yang berarti orientasi ini tidak memihak kepada kepentingan Usaha Kecil Menengah (UKM), maka sekarang sudah tiba saatnya untuk melakukan perubahan-perubahan dalam orientasi ekonomi kita. Orientasi membangun UKM, dijalankan dengan penyediaan kredit yang berbunga sangat rendah sebagai modal pembentukan UKM tersebut.

Perubahan orientasi ekonomi itu berarti juga perubahan tekanan dalam ekonomi kita. Jika sebelumnya penekanan pada bidang ekspor, yang hasilnya dalam bentuk pajak- sangat sedikit kembali ke kas pemerintah, karena begitu banyak keringanan untuk kalangan eksportir. Maka, selanjutnya justru harus diutamakan perluasan pasaran di dalam negeri secara besar-besaran.

Untuk itu, tiga hal sangat diperlukan, yaitu: pertama, peningkatan pendapatan masyarakat guna menciptakan kemampuan daya beli yang besar. Kedua, pengerahan industri guna menghidupkan kembali penyediaan barang untuk pasaran dalam negeri. Ketiga, independensi ekonomi dari yang sebelumnya tergantung kepada tata niaga internasional.

Ini berarti, kita harus tetap memelihara kompetisi yang jujur, mengadakan efisiensi dan menciptakan jaringan fungsional bagi UKM kita, baik untuk menggalakkan produksi dalam negeri, maupun untuk penciptaan pemasaran dalam negeri yang kita perlukan. Keterkaitannya adalah tetap memelihara tata niaga internasional yang bersih dan bersaing, disamping memperluas basis pajak kita (dari sekitar 2 juta orang saat ini ke 20 juta orang wajib pajak dalam beberapa tahun mendatang). Ditambah dengan, pemberantasan kebocoran-kebocoran dan pungutan liar yang masih ada sekarang ini. Barulah dengan demikian, dapat kita naikkan pendapatan.

***

Tata ekonomi seperti itu akan lebih memungkinkan tercapainya kesejahteraan dengan cepat, yang dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan sebagai terciptanya masyarakat adil dan makmur. Dalam fiqh disebutkan “kebijakan dan tindakan pemimpin atas rakyat yang dipimpin harus sejalan dengan kemaslahatan mereka’ (tasharruful-imâm ‘alâr-ra’iyyah manûthun bil-mashlahah)”. Itu berlaku juga untuk bidang ekonomi. Ekonomi yang berorientasi kepada kemampuan berdiri di atas kaki sendiri, menjadikan ekonomi kita akan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.

Apakah ekonomi yang sedemikian itu akan dinamai ekonomi Islam atau hanya disebut ekonomi nasional saja, tidaklah relevan untuk didiskusikan di sini. Yang terpenting, bangunan ekonomi yang dikembangkan, baik tatanan maupun orientasinya, sesuai dengan ajaran Islam. Penulis yakin, ekonomi yang sedemikian itu juga sesuai dengan ajaran-ajaran berbagai agama lain. Karenanya, penamaan ekonomi seperti itu dengan nama ekonomi Islam, sebenarnya juga tidak diperlukan sekali, karena yang terpenting adalah pemberlakuannya, dan bukan penamaannya.

Dalam kerangka inilah, kepentingan mikro ekonomi Islam secara pribadi, yaitu untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat, lalu sama posisinya dengan dibangunnya ekonomi makro yang mementingkan keadilan dan kemakmuran seluruh bangsa. Sebenarnya kita dapat melakukan hal itu, apabila tersedia political will untuk menerapkannya. Memang, ekonomi terlalu penting bagi sebuah bangsa jika hanya untuk diputuskan oleh sejumlah ahli ekonomi belaka, tanpa melibatkan seluruh bangsa. Karena menyangkut kesejahteraan seluruh bangsa, maka diperlukan keputusan bersama dalan hal ini. Untuk mengambil keputusan seperti itu, haruslah didengar lebih dahulu perdebatannya.

*) Diambil dari Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi, 2006 (Jakarta: The Wahid Institute). Tulisan ini pernah dimuat di Sinar Harapan, 21 Februari 2003.

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,6-id,52135-lang,id-t,Islam+dan+Orientasi+Ekonomi-.phpx
(Jumat, 23/05/2014 10:01)

Dengan Seni Hidup Akan Indah

Dengan Seni Hidup Akan Indah

Ahlannawawi:- Kehidupan akan menjadi "terasa indah" apabila mampu memahami dan menikmati arti dan nilai sebuah kesenian. Islam sebagai agama yang membawa misi 'kesejukan' bagi umat manusia, tentunya mengakomodir setiap hal yang mengarah kepada 'keindahan' serta luhurnya 'nilai-nilai' kebudayaan. Seni bukanlah hal yang dilarang oleh agama sepanjang masih dalam "koridor-koridor" yang dibenarkan.

Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan "sinonim dari ilmu". Dengan Seni hidup terasa indah, sebagaimana lantunan "ayat suci Al-Quran" yang dikumandangkan oleh orang dengan seni. Seni mempunyai unsur "keindahan" atau mengajarkan keindahan, yang dimana bila seorang mempunyai seni ia merasa "senang, dan bahagia". Dari sebagian dua perasaan itu menunjukkan indahnya didalam seni itu sendiri.

Sebagaimana Seni Menurut Alexander Baum Garton: "Seni adalah keindahan dan seni adalah tujuan yang positif menjadikan penikmat merasa dalam kebahagiaan."

Seni lebih cenderung pengamalan batin, atau penjiwaan. Karena tanpa penjiwaan seni tidak bisa dinikmati, sehingga tidak terasa ke indahannya.

Menurut Ki Hajar Dewantara (pahlawan nasional). "Seni merupakan hasil keindahan sehingga dapat menggerakkan persasaan indah orang yang.melihatnya, oleh karena itu perbuatan manusia yang dapat mempengaruhi dapat menimbulkan
perasaan indah itu seni."

Seni memiliki beberapa macam bentuk, seperti seni tari, musik, rupa, lukis, illustrasi, gambar, patung, dan sebagainya.

Seorang penyair adalah seorang seniman, yang dimana ia membuat "kalimat-kalimat" dengan sesuai yang diinginkankannya. Setiap syair dapat membuat seorang terkejut, tersanjung, merajuk, meratap, menangis, tersenduh, dan sebagainya.

Menurut Sukaryono (1988:7). "Seni adalah ungkapan isi hati dan perasaan yang disebut sebagai bahasa seniman yang dikomunikasikan."

Dalam sejarah: "Rasululullah SAW cukup memberi apresiasi terhadap kesenian masyarakat Arab waktu itu yang gemar menikmati keindahan syair."

Dalam sebuah hadis, beliau pernah
mengatakan:
ﺇِﻥَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸِّﻌْﺮِ ﺣِﻜْﻤَﺔً
ﻭﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﺧﺮ ﺣﻜﻤﺎ
Artinya: sesungguhnya dari bait-bait syair terdapat hikmah.

Dalam hadis yang lain (disebutkan bahwa dalam seni) terdapat kandungan hukum. (HR. Abu Dawud)

Selain itu ada juga, "Seni musik atau Seni suara" dengan menyusun "nada-nada" yang dapat dinikmati oleh orang-orang yang 'mendengarkannya' melalui indra pendengaran, tak lupa pula ada juga "Seni tari atau Seni gerak" yang menggunakan medium gerakan atau media badan.

Penulis: Elang

Pantasnya Manusia Karena Agama

Pantasnya Manusia Karena Agama

Ahlannawawi, Sendang Indramayu: ~ Madrasah D.T.A al-Ishlah menyelenggarakan "peringatan Isro & Mi'roj, serta Tasyakur Imtihan (17/06/14), yang dihadiri oleh Bpk. K. Syatorih dari Subang (sebagai penceramah utama). Yang bertempat di Masjid al-Ishlah desa sendang."

K. Syatorih; "Marilah kita sama sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, sehingga kita masih dapat berkumpul, bersilahturahmi dan saling tatap wajah"

"Orang cinta tidak ada istilah terlambat. Begitu pun kita warga sendang yakin orang NU, dan yakin mencintai Rasulullah SAW, sehingga acara rajaban masih dilakukan walaupun bulan rajab sudah terlewat" ujarnya disambut para hadirin dengan membenarkan pernyataannya

Kata beliau: "Membaca Al-Quran sulit sekali mengartikannya. (sedangkan) Membaca Al-Quran (hingga) bisa mengartikannya sulit sekali mengamalkannya. Setelah baca Al-Quran, setelah bisa mengartikannya, yang paling sulit (adalah) mengamalkannya."

Bapak ibu yang saya hormati: "Sebentar lagi akan datang bulan Ramadhan. Orang yang senang (dengan) datangnya bulan Ramadhan diharamkan masuk ke neraka." ujarnya

"Saya dan sampean semua. ayuk! Bersyukur kepada Allah. Alhamdulilah yaa Allah. Umur kita semua (hampir) sampai di bulan puasa lagi. (karena) belum tentu umur kita semua sampai ke bulan puasa di tahun 2015. Ya maunya sih jangankan sampai (di tahun) 2015, sampai di tahun 2060-lah." ujarnya dengan gaya humornya. lanjutnya: "tapi yang namanya umur, siapa yang tahu bu, Benar apa tidak?" Benar. Ujar para hadirin.

"Sebenarnya bulan Ramadhan itu cuma sebentar waktunya. Satu tahun cuma satu bulan. Apalagi puasa itu hanya pagi siang dan sore, untuk menahan makan dan minum. Biar kita terhindar dari hawa nafsu." lanjutnya

Kemudia kata beliau; "Yang ragem, yang kompak. Puasa satu puasa semua. (sholat) tarawih satu, tarawih semua. Terus kalau tarawih, sekiranya sampai dalam satu bulan. (ketika sholat) Jangan seperti burung sikatan, sholatnya cepat cepatan, (dan) jangan menuruti godaan setan, (walaupun) lutut sakit, tidak dapat ganjaran." ujarnya dengan gaya ceramahnya yang khas. Lanjutnya; "dapat ganjaran jalannya darimana? dapat ganjaran yang apa? al-Fatihah nya tidak ada yang bejus, membaca surah lainnya tidak ada yang benar. (Semisalnya) Inna A'toina dibacanya Innalillahi wa inna Illahi roji'un."

Kata beliau: "Bila Rumahnya ingin barokah, Bila Rumahnya ingin bagus, disinari dengan bacaan Al-Quran." bukan disinari lagu dangdut atau organ. ujar K. Syatorih membuat para Jama'ah senyum

"Orang yang sudah tidak ada agamanya (akan) rusak. Hidup tanpa agama manusia tanpa busana, hai begitulah kata para ulama." Ujarnya dengan gaya gurauhnya

"Pantasnya manusia karena busana. Pantasnya manusia karena agama. Jaman sekarang ada pakaian lekton, pakaian yang membuka aurat. Pantas perjinaan meraja lela, gara gara pakaian yang kurang bagus." lanjutnya

Kemudian katanya: "Ya iki jaman banyak yang sinting. Banyak orang lelaki yang pakai anting, ya iki jaman banyak yang sinting Banyak perawan yang perutnya bunting."

"Anak perempuan yang ada agamanya, dengan tidak ada agamanya beda. Oleh karena itu anak (perempuan) disuruh mengaji ke kiai. Kalau anak tidak punya ilmu agama, maka akan rusak." tegasnya

Redaksi: Elang

Kiai Syaikhu: Berikan nama-nama yang bagus terhadap anak

Kiai Syaikhu: Berikan nama-nama yang bagus terhadap anak

Ahlannawawi, Sendang-Indramayu: "Jangan seperti jaman dulu tahun 60-an. Kalau menamakan anak sesuai dengan musimnya. Jika musim hujan; punya anak perempuan dinamakan tri atau wateri. Jika anaknya lelaki dinamakan boncel. Kemudian di tahun 90-an; "Orang yang pergi ke jakarta kerjanya, menamakan anaknya sesuai dengan bulannya. Jika bulan januari dinamakan jenok. Bulan februari dinamakan Febrianto. Bulan maret dinamakan ma erot."

Padahal kanjeng Nabi mengajarkan kepada kita:  "berikan anak nama yang bagus" sebab kenapa? Secara psikologi mempengaruhi kepada anak-anak kita. Tegas Kiai Syaikhu di sela-sela acara; dalam rangka Muwada'ah Akhirus Sanah dan Khotmil Qur'an-Majlis Ta'lim Nurul Hikmah Jumat (20-06-14) malam, yang bertempat di DTA Bustanul Athfal dodog-sendang-Indramayu.

Kiai Syaikhu: "Dulu saya mengajar di (sekolah) Tsanawiyah. Ketika masuk ke kelas kemudian saya absen. Yang (merasa) namanya bagus (akan) tunjuk jarinya (sampai) tinggi. Misalnya: "Abdurrahman. Abdurrohiim. Siti fatimah. Siti Rohmah tunjuk jarinya pada tinggi. Yang bernama Buntek, ketika dipanggil, Buntek tunjuk jarinya cuma setengah. Apa sebabnya? jika ia acungkan jarinya tinggi, teman-temannya akan pada melihatnya" ujarnya membuat tawa para hadirin.

"Ketika saya panggil, ia acungkan jarinya setengah. Saya tanya ke pada murid-murid. Masuk tidak yang bernama Buntek? Masuk pak. Kataku: mana tangannya? Itu cuma setengah pak." lanjutnya

Kata beliau: "Secara psikologi (sebuah nama) akan mempengaruhi kepada anak-anak kita. Oleh karena itu kenapa berikan nama yang bagus. Ini perintah Kanjeng Nabi, merupakan kewajiban (bagi) orang tua kepada anaknya." tegasnya

Redaksi: Elang/ahlannawawi
https://m.facebook.com/photo.php?fbid=1460364640877144&set=a.1451177748462500.1073741835.100007108651109&type=1&ref=m_notif&notif_t=like

Madrasah Punya Kelebihan Dibanding Sekolah Umum

Madrasah Punya Kelebihan Dibanding Sekolah Umum

Kudus - Lembaga pendidikan madrasah mempunyai kelebihan dibanding sekolah umum. Madrasah lebih mementingkan pendidikan moral atau akhlak yang mampu mencetak generasi sholih-sholihah.

Demikian disampaikan Ketua Pengurus Cabang Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Kudus KH Masyhud Siraj pada acara haflah khatmil qur’an ke-24 Raudhotul Ta’limil Qur’an (RTQ) dan pelepasan Taman Kanak-kanak Muslimat NU “Manarul Huda" Desa Padurenan Gebog, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (24/6) siang.

KH Masyhud mengatakan, penekanan pendidikan akhlak merupakan sebuah upaya madrasah dalam menjaga moral generasi sekarang yang telah mengalami penurunan. Hal ini juga sejalan dengan kurikulum 2013 yang titik tekannya pada pendidikan moral.

“Moral generasi sekarang harus dijaga dengan mendidik anak-anak sekolah di madrasah,” ajaknya.

Kelebihan lainnya, katanya, madrasah mencetak generasi yang mempunyai ilmu manfaat dan penuh barokah. “Barokah ini sulit untuk dirasionalkan tetapi selama guru dan murid itu sama ikhlasnya akan meraih keberkahan,” terangnya.

KH Masyhud menyatakan kriteria sekolah favorit itu tidak yang memiliki gedung dan fasilitas mewah, melainkan sekolah yang mampu mencetak anak menjadi shalih-shalihah.  Pendidikan formal yang mampu mencetak generasi shalih-shalihah hanyalah madrasah.

Di depan ratusan wali murid dan ibu-ibu muslimat itu, KH Masyhud menekankan mendidik anak yang sholeh sholehah merupakan kewajiban orang tua. Nabi Muhammad  bersabda, rumah tangga adalah sekolah pertama bagi keluarga (anak kecil).

“Kalau tidak bisa mendidik sendiri, titipkan kepada lembaga pendidikan formal dan nonformal. Sekolahkan saja di madrasah,” ajaknya lagi.

Dalam acara  itu, 33 santri RTQ yang telah khatam al qur’an dan 37 anak TK Muslimat NU Manarul Huda diwisuda secara bersamaan. Sebelumnya, para wisudawan/wati ini dikirab menyusuri kampung dari rumah pengurus hingga di lokasi acara tepatnya di Pondok Muslimat NU Padurenan. (Qomarul Adib/Mahbib)

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,52873-lang,id-c,daerah-t,Madrasah%20Punya%20Kelebihan%20Dibanding%20Sekolah%20Umum-.phpx
(Rabu, 25/06/2014 20:12)

MENGAPA ORMAS MUHAMMADIYAH SELALU TAMPIL BEDA?

MENGAPA ORMAS MUHAMMADIYAH SELALU TAMPIL BEDA?

Ahlannawawi:- KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari itu sekawan, sama-sama menunut ilmu agama di Arab Saudi. Sama-sama ahli hadits dan sama-sama ahli fikih. Saat hendak pulang ke tanah air, keduanya membuat kesepakatan menyebarkan Islam menurut skil dan lingkungan masing-masing. Kiai Ahmad bergerak di bidang dakwah dan pendidikan perkotaan, karena berasal dari Kuto Ngayogyokarto. Sementara Kiai Hasyim memilih pendidikan pesantren karena wong ndeso, Jombang. Keduanya adalah orang hebat, ikhlas dan mulia.

Keduanya memperjuangkan kemerdekaan negeri ini dengan cara melandasi anak bangsa dengan pendidikan dan agama. Kiai Ahmad mendirikan organisasi Muhammadiyah dan Kiai Hasyim mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Saat beliau berdua masih hidup, tata ibadah yang diamalkan di masyarakat umumnya sama meski ada perbedaan yang sama sekali tidak mengganggu. Contoh kesamaan praktek ibadah kala itu antara lain:

1. Shalat Tarawih sama-sama 20 rakaat. Kiai Ahmad Dahlan sendiri disebut-sebut sebagai imam shalat Tarawih 20 rakaat di Masjid Syuhada Yogya.
2. Talqin mayit di kuburan, bahkan ziarah kubur dan kirim doa dalam Yasinan dan tahlilan.
3. Baca doa Qunut Shubuh.
4. Sama-sama gemar membaca shalawat (Diba’an).
5. Dua kali khutbah dalam shalat Ied, Iedul Fithri dan Iedul Adha.
6. Tiga kali takbir, “Allah Akbar”, dalam takbiran.
7. Kalimat iqamah (qad qamat ash-shalat) diulang dua kali.
8. Dan yang paling monumental adalah itsbat hilal, sama-sama pakai rukyah. Yang terakhir inilah yang menarik direnungkan, bukan dihakimi mana yang benar dan mana yang salah.

Semua amaliah tersebut di atas berjalan puluhan tahun dengan damai dan nikmat. Semuanya tertulis dalam kitab Fiqih Muhammadiyah yang terdiri dari 3 jilid, yang diterbitkan oleh: Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka Jogjakarta, tahun 1343-an H. Namun ketika Muhammadiyah membentuk Majlis Tarjih, di sinilah mulai ada penataan praktek ibadah yang rupanya “harus beda” dengan apa yang sudah mapan dan digariskan oleh pendahulunya. Otomatis berbeda pula dengan pola ibadahnya kaum Nahdhiyyin. Perkara dalail (dalil-dalil), nanti difikir bareng dan dicari-carikan.

Disinyalir, tampil beda itu lebih dipengaruhi politik ketimbang karena keshahihan hujjah atau afdhaliah ibadah. Untuk ini, ada sebuah tesis yang meneliti hadits-hadits yang dijadikan rujukan Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam menetapkan hukum atau pola ibadah yang dipilih.

Setelah uji takhrij berstandar mutawassith, kesimpulannya adalah: bahwa mayoritas hadits-hadits yang dipakai hujjah Majlis Tarjih adalah dha’if. Itu belum dinaikkan pakai uji takhrij berstandar mutasyaddid versi Ibn Ma’in. Hal mana, menurut mayoritas al-Muhadditsin, hadis dha’if tidak boleh dijadikan hujjah hukum, tapi ditoleransi sebagai dasar amaliah berfadhilah atau fadhail al-a’mal. Tahun 1995an, Penulis masih sempat membaca tesis itu di perpustakaan Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Soal dalil yang dicari-carikan kemudian tentu berefek pada perubahan praktek ibadah di masyarakat, kalau tidak disebut sebagai membingungkan. Contoh, ketika Majlis Tarjih memutuskan jumlah rakaat shalat Tarawih 8 plus 3 witir, bagaimana prakteknya?

Awal-awal instruksi itu, pakai komposisi: 4, 4, 3. Empat rakaat satu salam, empat rakaat satu salam. Ini untuk Tarawih. Dan tiga rakaat untuk Witir. Model Witir tiga sekaligus ini versi madzhab Hanafi. Sementara wong NU pakai dua-dua semua dan ditutup satu Witir. Ini versi asy-Syafi’i.

Tapi pada tahun 1987, praktek shalat Tarawih empat-empat itu diubah menjadi dua-dua. Hal tersebut atas seruan KH. Shidiq Abbas Jombang ketika halaqah di Masjid al-Falah Surabaya. Beliau tampilkan hadits dari Shahih Muslim yang meriwayatkan begitu. Karena, kualitas hadits Muslim lebih shahih ketimbang hadits empat-empat, maka semua peserta tunduk. Akibatnya, tahun itu ada selebaran keputusan Majlis Tarjih yang diedarkan ke semua masjid dan mushalla di lingkungan Muhammadiyah, bahwa praktik shalat Tarawih pakai komposisi dua-dua, hingga sekarang, meski sebagian masih ada yang tetap bertahan pada empat-empat. Inilah fakta sejarah.

Kini soal itsbat hilal pakai rukyah. Tolong, lapangkan dada sejenak, jangan emosi dan jangan dibantah kecuali ada bukti kuat. Semua ahli falak, apalagi dari Muhammadiyah pasti mengerti dan masih ingat bahwa Muhammadiyah dulu dalam penetapan hilal selalu pakai rukyah bahkan dengan derajat cukup tinggi. Hal itu berlangsung hingga era orde baru pimpinan Pak Harto. Karena orang-orang Muhammdiyah menguasai Departemen Agama, maka tetap bertahan pada rukyah derajat tinggi, tiga derajat ke atas dan sama sekali menolak hilal dua derajat. Dan inilah yang selalu dipakai pemerintah. Sementara ahli falak Nadhliyyin juga sama menggunakan rukyah tapi menerima dua derajat sebagai sudah bisa dirukyah. Dalil mereka sama, pakai hadits rukyah dan ikmal.

Oleh karena itu, tahun 90-an, tiga kali berturut-turut orang NU lebaran duluan karena hilal dua derajat nyata-nyata sudah bisa dirukyah, sementara Pemerintah-Muhammadiyah tidak menerima karena standar yang dipakai adalah hilal tinggi dan harus ikmal atau istikmal. Ada lima titik atau lebih tim rukyah gabungan menyatakan hilal terukyah, tapi tidak diterima oleh Departemen Agama, meski pengadilan setempat sudah menyumpah dan melaporkan ke Jakarta. Itulah perbedaan standar derajat hilal antara Muhammadiyah dan NU. Masing-masing bertahan pada pendiriannya.

Setelah pak Harto lengser dan Gus Dur menjadi presiden, orang-orang Muhammadiyah berpikir cerdas dan tidak mau dipermalukan di hadapan publiknya sendiri. Artinya, jika masih pakai standar hilal tinggi, sementara mereka tidak lagi menguasai pemeritahan, pastilah akan lebaran belakangan terus. Dan itu berarti lagi-lagi kalah start dan kalah cerdas. Maka segera mengubah mindset dan pola pikir soal itsbat hilal. Mereka tampil radikal dan meninggalkan cara rukyah berderajat tinggi. Tapi tak menerima hilal derajat, karena sama dengan NU.

Lalu membuat metode “wujud al-hilal”. Artinya, pokoknya hilal menurut ilmu hisab atau astronomi sudah muncul di atas ufuk, seberapapun derajatnya, nol koma sekalipun, sudah dianggap hilal penuh atau tanggal satu. Maka tak butuh rukyah-rukyahan seperti dulu, apalagi tim rukyah yang diback up pemerintah. Hadits yang dulu dielu-elukan, ayat al-Quran berisikan seruan “taat kepada Allah, RasulNya dan Ulil Amri” dibuang dan alergi didengar. Lalu dicari-carikan dalil baru sesuai dengan selera.

Populerkah metode “wujud al-hilal” dalam tradisi keilmuwan falak? Sama sekali tidak, baik ulama dulu maupun sekarang.

Di sini, Muhammdiyah membuat beda lagi dengan NU. Kalau dulu, Muhammadiyah hilal harus derajat tinggi untuk bisa dirukyah, hal mana pasti melahirkan beda keputusan dengan NU, kini membuang derajat-derajatan secara total dan tak perlu rukyah-rukyahan. Menukik lebih tajam, yang penting hilal sudah muncul berapapun derajatnya. Sementara NU tetap pada standar rukyah, meski derajat dua atau kurang sedikit. Tentu saja beda lagi dengan NU. Maka, selamanya takkan bisa disatukan, karena sengaja harus tampil beda. Dan itu sah-sah saja.

Dilihat dari fakta sejarah, pembaca bisa menilai sendiri sesungguhnya siapa yang sengaja membuat beda, sengaja tidak mau dipersatukan, siapa biang persoalan di kalangan umat?

Menyikapi lebaran dua versi, warga Muhammadiyah pasti bisa tenang karena sudah biasa diombang-ambingkan dengan perubahan pemikiran pimpinannya. Persoalannya, apakah sikap, ulah atau komentar mereka bisa menenangkan orang lain?

Perkara dalil nash atau logika, ilmu falak klasik atau neutik, rubu’ atau teropong modern sama-sama punya. Justeru, bila dalil-dalil itu dicari-cari belakangan dan dipaksakan, sungguh mudah sekali dipatahkan.

Hebatnya, semua ilmuwan Muhammadiyah yang akademis dan katanya kritis-kritis itu bungkam dan tunduk semua kepada keputusan Majlis Tarjih. Tidak ada yang mengkritik, padahal kelemahan akademik pasti ada. (Diedit ulang dari tulisan Ustadz Sulaiman Timun Mas).

Sya’roni As-Samfuriy, Cikarang 25 Juni 2014

Diambil: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=685123728209120&substory_index=0&id=320386451349518

Tekstualisme Agama Berdampak Buruk bagi Citra Islam


Tekstualisme Agama Berdampak Buruk bagi Citra Islam

Ahlannawawi, Jakarta - Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ma’ruf Amin mengingatkan, tekstualisme agama telah berdampak buruk bagi upaya membangun harmoni di tengah masyarakat. Pemahaman terhadap teks ajaran agama (nash) yang terlalu kaku menyebabkan sikap tidak toleran terhadap pemahaman ajaran agama yang berbeda.

Hal tersebut disampaikannya saat menyampaikan orasi Ilmiah dalam acara wisuda sarjana dan peringatan hari lahir atau milad Institut Ilmu Al Qur’an (IIQ) Jakarta di Gedung Pusbangpendik Kemdikbud, Sawangan, Depok, Rabu (25/6).

Di hadapan 214 sarjana baru yang membidangi Al-Qur’an Ma’ruf Amin mengingatkan, tektualisme dipicu oleh cara pemahaman terhadap nash agama yang secara tekstual dan mengabaikan pemahaman nash secara lebih substansial. Secara apriori model pemahaman ini menolak penafsiran dan pentakwilan nash yang berbeda dari pengertian tekstualnya.

“Penafsiran dan pentakwilan nash yang tidak didukung secara jelas oleh nash lain dianggap sebagai mengada-ada atau bid’ah dhalalah. Dengan pemahaman seperti itu kelompok ini banyak berseberangan dengan pemahaman umat Islam lainnya yang memahami nash secara kontekstual,” kata Kiai Ma’ruf Amin.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Hubungan Antar Agama itu menambahkan, model pemahaman teks agama secara tektual dan penolakan terhadap berbagai penafsiran dan pentakwilan itu berdampak buruk pada citra umat Islam yang dipersepsikan ekslusif, kaku dan tertutup tidak bisa menerima hal-hal baru.

“Kelompok ini juga cenderung secara frontal menyalahkan kelompok lain yang tidak sefaham dengan kelompoknya, sehingga sering menimbulkan benturan dan tidak jarang juga melakukan kekerasan dan menimbulkan konflik di antara umat Islam,” tambahnya.

Kiai Ma;ruf Amin mengingatkan, akibat ulah segelintir orang Islam yang melakukan aktifitas kekerasan dengan mempergunakan simbol Islam pada kenyataannya menimbulkan kerugian bagi umat Islam pada umumnya.

“Dampaknya, umat Islam terstigma negative akibat ulah segelintir orang tersebut. Praktek-praktek kekerasan yang dilakukan segelintir orang telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain untuk memojokkan umat Islam secara umum. Padahal hakekatnya, agama Islam sama sekali tidak ada kaitannya dengan gerakan radikal apalagi terorisme,” ujar Kiai Ma’ruf Amin yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sementara itu prosesi wisuda ke-15 IIQ Jakarta itu diikuti oleh 214 wisudawan yang terdiri dari 34 wisudawan dari dari Fakultas Syariah, 26 wisudawan Fakultas Ushuluddin, 77 wisudawan Fakultas Tarbiyah, dan 77 wisudawan Pascasarjana IIQ.

Rektor IIQ Jakarta DR. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA. mengatakan, IIQ adalah satu-satunya lembaga pendidikan tinggi Islam swasta di Indonesia yang secara khusus mendidik kaum perempuan dan berkonsentrasi dalam bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an.

“Dengan segala keterbatasan dana dan sarana yang dimiliki, IIQ telah, sedang dan akan terus memberikan sumbangsih riil terhadap bangsa dan negara, terutama dalam melahirkan sarjana-sarjana perempuan yang hafal Al-Qur’an. Terhitung sejak berdirinya pada tahun 1977 hingga saat ini, IIQ telah banyak mengukir prestasi,” ujarnya. (A. Khoirul Anam)

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,52878-lang,id-c,nasional-t,Tekstualisme+Agama+Berdampak+Buruk+bagi+Citra+Islam-.phpx
(Rabu, 25/06/2014 23:13)

Rabu, 25 Juni 2014

GP Ansor Pejarakan Gelar Syukuran Selametan Desa

GP Ansor Pejarakan Gelar Syukuran Selametan Desa

Ahlannawawi, Buleleng - Setiap kepala keluarga di lingkungan Pejarakan kecamatan Gerokgak kabupaten Buleleng, Bali, membawa nasi tumpeng dalam upacara selametan desa di masjid Baiturrahim Pejarakan, pada Selasa (24/6) malam. Upacara yang digagas GP Ansor Pejarakan ini diawali dengan pembacaan tahlil.

Selametan desa ini diadakan untuk mensyukuri kondisi desa yang aman dan damai. Ketua GP Ansor Abdul Karim Abraham mengatakan dalam sambutannya bahwa acara ini menjadi media untuk mengenang para leluhur umat Islam yang menyebarkan desa pertama kali di desa ini.

“Para pendahulu muslim desa Pejarakan telah banyak melakukan hubungan antarumat beragama yang harmonis. Terbukti, hingga sekarang tidak pernah terjadi konflik antaragama Islam dan Hindu,” kata Karim.

Di desa ini, umat Hindu yang mayoritas menghargai kami yang minoritas. Sedangkan Islam yang minoritas dapat bergaul secara baik dengan umat Hindu yang mayoritas, ujar Karim.

Sebelum makan nasi tumpeng bersama, Selametan Desa disudahi dengan taushiyah agama oleh Habib Ja’far Al Jufri dari Situbondo. (Abraham Iboy/Alhafiz K)

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,52867-lang,id-c,daerah-t,GP+Ansor+Pejarakan+Gelar+Syukuran+Selametan+Desa-.phpx
(Rabu, 25/06/2014 14:01)

Siapapun Presidennya, NU Jember Dukung PNPM Dipertahankan

Siapapun Presidennya, NU Jember Dukung PNPM Dipertahankan

Ahlannawawi, Jember - PCNU Jember mendukung agar Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri perdesaan dan perkotaan dipertahankan dan dilanjutkan oleh pemerintahan mendatang.

Dukungan tersebut dikemukakan oleh Wakil Sekretaris Pengurus NU Cabang Jember, Moch. Eksan, ketika memberikan ceramah dalam acara pemberian santunan anak yatim piatu PNPM Mandiri Perdesaan, di lapangan Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (21/6/2014). 

"Programnya nyata dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. “Karena itu, kami berharap agar PNPM bisa dilanjutkan, siapapun presidennya nanti,” ujarnya.

Eksan menegaskan, PNPM masih sangat relevan dan kontekstual, sebagai bagian dari pemberantasan kemiskinan sekaligus pembukaan kesempatan lapangan pekerjaan baru. Ia mencontohkan SPP (Simpan Pinjam Perempuan) yang selama beberapa tahun belakangan menjadi sumber pendanaan pengembangan usaha mikro di desa dan di kota, khususnya masyarakat miskin.

"Para pelaku usaha mikro memanfaatkan dana ini. Ini tak lepas dari kesadaran para peminjam, bahwa utang harus dibayar. Bila tidak justru merugikan diri sendiri secara material dan spiritual," katanya.

Menurut pengasuh pesantren mahasiswa Nuris 2 Jember itu, sejak digulirkan pada 2007 hingga 2013, sudah digelontorkan Rp 56 triliun oleh pemerintah, dengan tingkat kebocoran 0,4 persen.

"Keberhasilan program ini tak lepas dari pelibatan para tokoh masyarakat, pelaku pemberdayaan, dan masyarakat umum dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan program tersebut.” katanya. (aryudi a razaq/abdullah alawi)

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,52859-lang,id-c,daerah-t,Siapapun+Presidennya++NU+Jember+Dukung+PNPM+Dipertahankan-.phpx
(Rabu, 25/06/2014 07:00)

PBNU Sediakan 2,1 Triliun untuk Koperasi Nahdliyin


PBNU Sediakan 2,1 Triliun untuk Koperasi Nahdliyin

Ahlannawawi, Jombang - Untuk membangun kewirausahaan dan koperasi warga NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) telah menyediakan dana sebesar Rp 2,1 Triliun untuk kredit mikro.

Anggaran ini akan dikucurkan untuk anggota koperasi warga NU tanpa agunan. "Ada modal sebesar Rp 2, 1 Triliun yang bakal dikucurkan untuk wirausahan muda melalui koperasi.  Koperasi itu menyalurkan kredit kepada nasabah tanpa agunan,” terang Ketua HPN Abdul Wahid pada pelatihan kewirausahaan di Aula Wahab Hasbullah Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, Rabu (25/6).

Gerakan Kewirausahaan Nasional yang dibuka Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan ini diikuti sekitar 1000 usahan muda dari Fatayat NU, Muslimat NU, Gerakan Pemuda Ansor, dan kalangan pesantren.

Dengan gerakan ini, lanjut Wahid, HPN menargetkan muncul sebanyak 5 koperasi dari wirausahawan Nahdliyin. ”Kita juga melakukan penandatanganan Deklarasi Gerakan Ekonomi Saudagar NU untuk berkoperasi yang dilakukan perwakilan dari Jawa, perwakilan Luar Jawa dan PCINU Hongkong,” tandasnya.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang hadir dalam kesempatan tersebut juga memberi motivasi kepada warga NU untuk mengembangkan wirausaha, khususnya di dunia perdagangan.

“Berdagang bukan hal baru bagi kalangan NU dan Islam, bahkan para ulama pendiri NU telah memulai dengan organisasi Nahdlatut Tujjar sekitar tahun 1918,” ujarnya.

Sementara itu Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan mengatakan, Indonesia menjadi incaran negara lain sebagai pasar perdagangan. Karenanya, pihaknya meminta kalangan muda untuk bisa menjadi wirausaha mandiri.

“Kita harus bisa mengusai pasar sendiri, karena potensinya sangat besar, jangan sampai hanya di kuasai Negara lain," tegasnya saat membuka pelatihan Gerakan Kewirausahaan Nasional.

Syarief mengatakan, Indonesia masih kekurangan wirausahawan. Dari jumlah penduduk yang ada seharusnya muncul pengusaha sebanyak 2 persen. “Hari ini kita masih 1,6 persen pengusaha. Ini yang menjadi perhatian karena (untuk) menurunkan kemiskinan rakyat Indonesia," imbuhnya.

Meski demikian, ia mengklaim pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tajam. Perkapita pada tahun ini sudah jauh lebih tinggi dari tahun 2004 lalu. Sekarang sudah Rp 40 juta/pertahun dan 2004 lalu hanya 10 juta/tahun,” pungkasnya. (Muslim Abdurrahman/Mahbib)

Sumber: NU Online
(Rabu, 25/06/2014 21:02)

PBNU: Tak Perlu Fatwa Haram soal Pilihan Capres

PBNU: Tak Perlu Fatwa Haram soal Pilihan Capres

Ahlannawawi, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengimbau umat Islam untuk berhati-hati dengan fatwa haram memilih calon tertentu dalam Pilpres 2014 yang beredar belakangan. Selain mengancam kerukunan di masyarakat, fatwa tersebut juga dinilai tidak tepat.

“Tidak perlu mengeluarkan fatwa haram untuk memilih calon tertentu,” kata Rais Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomuddin di kantor PBNU, Jakarta, Selasa (24/6).

Rais syuriah yang membidangi fatwa ini menjelaskan, Indonesia adalah negara yang sah menurut Islam. Sementara pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang kini muncul telah ditetapkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga negara di republik ini.

“Kita tidak usah membenturkan aturan agama dengan aturan negara. Apa yang sah menurut negara berarti sah menurut Islam (tidak haram, red). Dan mengangkat pemimpin hukumnya wajib,” tuturnya.

Ia berpendapat, kalaupun ulama mesti mengungkapkan pandangan politik, maksimal pilihan tersebut hanya boleh menghasilkan anjuran, bukan hukum taklifi (hukum yang memiliki konsekuensi dosa dan pahala, seperti wajib dan haram).

Kiai Ishomuddin mengatakan, ulama yang menjalankan fungsi warisan para nabi (waratsatul anbiya’) hendaknya tidak terburu-buru dalam memberikan status hukum agama. Setiap sikap harus didasarkan atas pertimbangan ilmu. “Karena bahayanya seperti bahayanya dokter saat melakukan mal praktik,” tegas kiai asal Lampung ini.

“Apalagi dua kubu (capres-cawapres) yang ada sekarang ini berhadapan sangat tajam. Sehingga ketika ada yang diharamkan salah satu, maka itu bisa memecah belah bangsa,” ujarnya.

Kiai Ishomuddin berpesan, di wilayah politik ulama sebaiknya fokus pada fatwa pentingnya berpartisipasi dalam pemilu ketimbang berpolemik soal pilihan capres-cawapres. “Nashbul imamah (pengangkatan pemimpin) sangat penting dalam Islam. Tanpa pemimpin akan terjadi kekacauan,” ujarnya.

PBNU, lanjutnya, menyerukan kepada warga NU untuk berpartisipasi dalam pilpres kali ini. Nahdliyin bebas menentukan pilihannya pada salah satu pasangan menurut hati nurani masing-masing. (Mahbib Khoiron)

Sumber: NU Online
(Rabu, 25/06/2014 06:01)

Kegunaan Tanda Titik (.) Pada Sebuah Tulisan

Kegunaan Tanda Titik (.) Pada Sebuah Tulisan

Ahlannawawi: ~ "Di dalam tulisan ada sebuah tanda yang dapat di manfaatkan. Setiap tanda pada tulisan, Bukanlah hal yang merupakan tingkah yang lebay atau formalitas melainkan memiliki maksud maksud tertentu. Sebagaimana; "tanda tanya (?) tanda seruh (!) tanda gelombang (~) dan sebagainya."

Pembahasan: "Kegunaan tanda titik (.) pada sebuah tulisan, yang dimana ia menunjukkan dari sesuatu ke sesuatu."

Tanda titik: "dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh: aku ini wong jawa.
Apabila dilanjutkan dengan kalimat baru, harus diberi jarak satu ketukan."

Tanda titik: "dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:
Arief S. Arifin
Jaguer W. Barza
Apabila nama itu ditulis lengkap, tanda titik tidak dipergunakan.
Contoh: abdurrahman"

Tanda titik: "dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh:
Dr. (doktor)
S.E. (sarjana ekonomi)
Kol. (kolonel)
Bpk. (bapak)"

Tanda titik: "dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda titik.
Contoh:
dll. (dan lain-lain)
dsb. (dan sebagainya)
tgl. (tanggal)
hlm. (halaman)"

Tanda titik: "tidak dipakai dalam singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi maupun di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat.
Contoh:
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
SMA (Sekolah Menengah Atas)
PT (Perseroan Terbatas)
WHO (World Health Organization)
UUD (Undang-Undang Dasar)
SIM (Surat Izin Mengemudi)
Bappenas (Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional)
rapim (rapat pimpinan)"

Tanda titik: "dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Contoh:
Pukul 8.11.12 (pukul 8 lewat 11 menit 12
detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)"

Tanda titik: "dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Contoh: Kota Indramayu itu berpenduduk 45.156 orang."

Tanda titik: "tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Contoh: Nama Hasyim terdapat pada halaman 1420 dan dicetak tebal.
Nomor Giro 033983 telah saya berikan kepada sholeh."

Tanda titik: "tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang.
contoh:
Cu (tembaga)
52 cm
l (liter)
Rp350,00"

Tanda titik: "tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
contoh:
Latar Belakang Pembentukan
Sistem Acara"

Itulah sebagian manfaat kegunaan daripada Tanda Titik (.) pada sebuah Tulisan. Jadi, sebenarnya semua tanda dapat digunakan dengan sesuai keterangan yang ada didalam tulisan.

Ilustrasi/Penulis: Elang
https://m.facebook.com/notes/elang-bass-ahlanwasahlan/memahami-tanda-titik-pada-sebuah-tulisan/1461639700749638/

Kegunaan Tanda Petik ("Petik") Dalam Sebuah Tulisan

Kegunaan Tanda Petik ("Petik") Dalam Sebuah Tulisan

Ahlannawawi: ~ "Tanda petik atau tanda kutip (bahasa Inggris : quotation mark) adalah tanda baca yang digunakan secara berpasangan untuk menandai ucapan (kalimat-kalimat), kutipan, frasa, atau kata, dan sebagainya."

Dalam bahasa Indonesia, istilah tanda petik umumnya merujuk pada tanda petik ganda atau disebut juga tanda petik dua.

Tanda petik ganda (") sangat membantu mempermudah si pembaca dalam setiap "tulisan" yang kita buat. Selain itu, tanda petik ganda (") mudah kita temui dalam sebuah "buku-buku, majalah," dan sebagainya. Karena "kegunaannya" sangat penting, dan membantu dalam setiap tulisan.

* "Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain."
Contoh:
1. "Saya ingin ke kebun: menggarap sawah yang belum terenovasi." kata bapak: "Tunggu dulu!"

2. Dalam Islam: Iman itu berdasarkan "lisan dan tangannya."

* "Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat."
Contoh:
1. Matahari mulai "menyingsing" dan malam pun akan tiba. Tetapi "kegelapan tidak akan melenyapkan cahaya" sebelum ia dapat merenggut cahaya. Sebab, setelah kepergian "cahaya matahari" digantikan cahaya malam seperti (cahaya) "bulan dan bintang." Itulah gambaran daripada "kebenaran yang tidak dapat dikalahkan oleh kebatilan."

2. Indonesia "merah darahku putih tulangku" bersatu dalam semangatku.

* "Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus."
Contoh:
1. Demokrasi mengemban "persamaan hak" bagi setiap warga negara Indonesia.

2. Lima jari yang tak bisa terhitung. Bahwasanya menunjukkan kebutaan dan kesuraman suatu bagian "organ tubuh" layaknya, sebuah besi yang tercampur "air laut" sehingga ia (besi) pun berkarat.

3. Nalar yang telah di buang ke "sungai dari atas gunung," yang ia (nalar) "tak memiliki layar," sehingga perjalanan "nalar" itu tak memiliki arah tujuan. Sebagaimana "sampan" yang tak berdayung.

* "Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung."
Contoh: Kata Elang: " Musik itu nampak akan Instrumentalitasnya saja. Tetapi kalau sudah dikatakan Musik, maka jelas tidak nampak, karena yang melihat bukan mata kepala tetapi indera pendengaran (telinga) kemudian hati yang meresapinya. Musik itu layaknya Roh yang ada didalam tubuh manusia, yang ia tidak terlihat namun sangat diyakinkan keberadaannya."

* "Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat."
Contoh:
1. Masyarakat indonesia berkulit sawo matang sehingga ia di juluki orang "Melayu".

2. Gus Dur dijuluki "Bapak Bangsa"; karena kebijakannya kepada setiap warga negara Indonesia.

"Itulah sebagian daripada kegunaan tanda ganda petik ("). Jadi, tanda petik memiliki arti, dan maksud-maksud tertentu yang dapat kita manfaatkan sebagai bahan kreativitas dalam sebuah tulisan yang kita buat."

Ilustrasi/Penulis: Elang

Negeriku Negerimu Negeri Kita Bersama!

Negeriku Negerimu Negeri Kita Bersama!

Ahlannawawi: ~ "Apa yang harus mesti diganti dari negeri ini? Bukankah Islam dinegeri kita telah menunjukkan Rahmatan lil 'Alamiin. Salah satu diantaranya; menciptakan moderat, toleran dan menghargai dalam hal perbedaan. Dalam Islam; "umat diwajibkan membeda-beda kan, tetapi akan baik bila menerima perbedaan. Kenapa? Karena perbedaan itu sudah barang tentu mengakui takdir-Nya."

Indonesia adalah negara kesatuan, yang didalamnya memiliki beberapa agama (keberagaman) yaitu; "Islam. Konghucu. Kristen. Budha dan Hindu." Itulah alasannya. Keberagaman itu bukan hanya ada di Indonesia tetapi dinegara lain pun ada. Memang mayoritas penduduk di Indonesia beragama Islam, tetapi kita juga harus memberikan keadilan untuk mereka. Karena mereka juga hidup di Indonesia. Bahkan di negeri kita ini ada juga pahlawan nasional dari tokoh agama lainnya.

Habib Luthfi berpesan: "Jangan pernah meremehkan keutuhan NKRI, wajib hukumnya menjaga, juga memberikan wejangan bahwa mencintai tanah air merupakan bagian dari pengamalan iman." Pesan ini disampaikan beliau dihadapan ribuan pengunjung sebelum memimpin Istighotsah dalam rangka hari ulang tahun Pangdam IV Diponegoro Dewa Ratna ke-63 di Markas Pangdam IV Diponegoro Dewa Ratna Slawi, Jum’at (12/4/13) malam. Istighotsah dan pengajian yang digelar oleh TNI dan pemerintah, merupakan pengejawantahan bahwa cinta NKRI sebagai harga mati dengan sungguh-sungguh, bukan hanya basa-basi.

Negara ini sebenarnya sudah negara Islam. Mengapa demikian? Karena mayoritasnya Islam. Lalu apalagi yang di inginkan?. Bukankah masyarakat Indonesia mayoritas Islam. Perhatikan saja; "Presiden dan Wapres kita muslim, para menteri, pejabat konglomerat, buruh dan pengusahanya kebanyakan muslim. Adakah para pemimpin yang melarang Sholat. Menyiarkan Islam, dan melarang adanya Pesantren?. Adakah dalam UUD-1945 memperbolehkan maksiat, mencuri, pembunuhan, perjinaan dan korupsi?. Adapun bila sebagian orang muslim atau non muslim yang melakukan maksiat, pembunuhan, mencuri dan korupsi itupun juga di beri sangsi hukuman. Bukankah pelarangan hal tersebut juga ada dalam aturan agama.

Di dalam Pancasila: Sila yang  pertama; "Tuhan Yang Maha Esa." Mengapa di letakkan di posisi ke satu? Karena umat Islam meyakini; Tuhan Yang Maha Esa yang sesungguhnya tidak ada duanya. Memang di dalam butirannya ada suatu kalimat; "Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain." Kenapa? Ya karena agama Islam tidak memaksakan umat lain masuk ke dalam Islam. Namun setidaknya ulama kita sudah berusaha berdakwah kepada mereka. Adapun mereka belum juga masuk Islam, itu dikarenakan hidayah-Nya belum menyertainya.

Seumpamanya; "Bila ada sebagian umat islam dan para pemimpin dari golongan muslim, yang dimana ia suka berbuat salah. Persoalannya bukan karena penerapan NKRI. Pancasila dan UUD-1945.  Mengenai hal itu; "Mendirikan negara Islam, dan ini sudah negara yang dikuasai Islam", yang kita perlukan adalah bagaimana cara membinahi masyarakatnya, bukan menggantikan NKRI dengan negara Khilafa. Itu sama saja akan mengancam ke-utuhan NKRI.

Perlu kita ketahui juga; "NKRI ini berdiri bukan karena kepribadian masing-masing atau individu." Bisanya NKRI ini ada karena adanya "persatuan dan kesatuan", yang di tolong para leluhur dan berkat Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kemerdekaan Indonesia ini adalah merupakan Rahmat-Nya, bukan rahmat dari Tuhan yang diyakini umat lain. Itupun kalau menurut umat Islam. Adapun bila ada sebagian kelompok yang mengatas namakan Islam, kemudian berusaha untuk memperpecah belah Bangsa ini. Menghilangkan NKRI. Paling tidak, dia harus bener-bener diperiksa otaknya. Sekiranya bisa sedikit tahu perjalanan NKRI ini dari masa penjajahan hingga masa kemerdekaan. Ada peristiwa apa-apa di masa ke masa itu.

NKRI di perjuangkan oleh "tokoh-tokoh Ulama. Nasional dan tokoh Masyarakat serta tokoh pemimpin umat lainnya." Beliau-beliau-lah yang merebut Indonesia ini dari "tangan-tangan para penjajah, bukan dengan rayuan atau kalimat puisi," melainkan dengan perjuangan yang berat. Disamping itu, dengan darah dan nyawa. Disisi lainnya; "Beliau beliau rela, yang meninggalkan keluarganya, anak dan Istrinya demi mengorbankan dirinya untuk Indonesia ini." Sehingga tercetuslah "Kemerdekaan pada 17-agustus-1945." Semenjak sudah merdeka Indonesia pun sewaktu itu masih belum juga aman, karena setelah keluarnya para penjajah dari negeri ini masih ada pemberontakkan-pemberontakan yang dilakukan sebagian kelompok dimasa itu.

Sebagaimana yang dilakukan PKI (Partai Komunis Indonesia) atau dengan julukkan partai terlarang: "Peristiwa ini mulai dinamakan Pemberontakan PKI Madiun. Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama (khususnya para ulama). Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama)."

Pada bulan Mei 1948 bersama Soeripno, Wakil Indonesia di Praha, Muso, kembali dari Moskwa, Uni Soviet. Tanggal 11 Agustus, Muso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Muso. Antara lain; "Amir Sjarifuddin Harahap, Setyadjit Soegondo dan kelompok diskusi Patuk." Pada era ini aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing pihak menyatakan, bahwa pihak lainlah yang memulai: "Banyak reska perwira TNI, perwira polisi, pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh." Nah! Pertanyaannya: "Maukah kita yang hidup dijaman sekarang ini harus kembali di masa itu? Tentunya tidak."

Oleh karena itu. "Tidaklah NKRI ini digantikan dengan yang lainnya atau negara Khilafa, karena hal itu akan menimbulkan pemecahan. Seharusnya kita bersyukur karena Allah telah memberikan kepercayaan-Nya terhadap kita dengan berdirinya NKRI ini. Ada baiknya kita membenahi Bangsa ini dari Kebodohan, dan mengembangkan Bangsa ini sesuai dengan perkembangan jaman. Lihat saja! negara iran yang mayoritas Islam sudah mampu menciptakan NUKLIR. Negara Jepang sudah canggih dengan alat teknologinya. Padahal di jepang itu minim umat muslimnya, dan masih banyak lagi negara lainnya yang maju."

Kemajuan Indonesia itu, persoalannya bukan hanya bergantung kepada pemimpinnya, bahkan juga bergantung pada rakyatnya. Oleh karenanya; "seharusnya kita memperkokoh bangsa ini agar rakyatnya bisa tetap bersatu. Maju melangkah bersama menuju masa depan yang lebih baik dari yang terbaik." Sebab, Negeri ini adalah negeriku dan juga negerimu dan juga negeri kita semua. "NKRI ini milik kita bersama bukan milik Teroris, bukan milik Khilafa dan sebagainya." Maka seharusnya: "NKRI dipertahankan dan Pemecah Belah di bubarkan, karena akan memprlemah pondasi Bangsa ini."

Ilustrasi/Penulis: Elang

Kamis, 12 Juni 2014

Inilah Lambang NU Afganistan

Inilah Lambang NU Afganistan

Ahlannawawi: ~ Jakarta: ~ "Organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang baru saja didirikan di Afganistan telah merilis sebuah lambang yang mirip dengan organisasi NU di Indonesia. Lambang menggunakan gambar utama bola dan warna dominan hijau."

Lihat Foto: http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/thumb/1402386223.png

Fokus yang ditunjukkan dalam bola dunia itu adalah peta negara Afganistan. Di bagian atas bola dunia tertulis kalimat “Bismillahirrahmanirrahim”, dan di sisi kanan dan kiri bola dunia tertulis nama NU Afganistan, semuanya dalam bahasa Arab. Lalu tepat di tengah bola dunia terdapat gambar masjid.

Di bawah logo tertulis kalimat “Al-ulama’u warotsatul Ambiya” merujuk pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berarti “Ulama adalah pewaris para Nabi”. Di bawah kalimat itu tertulis NUA atau Nahdlatul Uama Afganistan. Berbeda dengan lambang NU di Indonesia dengan sembilan bintang di sekeliling bola dunia, dalam lambang NU Afganistan hanya terdapat lima bintang di sisi bagian atas.

Lambang NU Afganistan telah dikirimkan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta. NU Online belum mendapatkan konfirmasi mengenai makna sebenarnya yang dimaksud dalam lambang tersebut.

Lima bintang yang dimaksud sepertinya merujuk pada lima prinsip yang diadopsi dari NU di Indonesia yang dinamakan “NUA  Principals” yakni Attawasoot, Attawazon, Al-Adalah, Attasamoh, dan Al-Musharakah. (A. Khoirul Anam)

Sumber: NU Online
(Selasa, 10/06/2014 14:45)

Tahlilan Ibarat Wedang Jahe dari Sumur Al-Qur’an

Tahlilan Ibarat Wedang Jahe dari Sumur Al-Qur’an

Magetan - Kiai Sholikhin menjelaskan, kenduri tahlilan yang biasa dilakukan masyarakat pada hakikatnya adalah dzikir kepada Allah SWT. Dalam Al-Quran dzikir diperintahkkan melalui ayat “fadzkurullaha dzikron kasira”(perbanyaklah dzikir kepada Allah).

Ia menambahkan, dalam tahlilan juga ada bacaan tasbih yang diperintahkan Al-Quran pada ayat “fasabihu bukrota waashila”. Juga shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, serta bacaan lain yang diperintahkan dalam Al-Qur’an.

Meski demikian, Kiai Sholikhin menganjurkan agar warga masyarakat, khususnya orang NU
juga harus menyadari imbauan secara langsung tentang tahlilan di dalam Al Qur’an tidak ada. ”Tidak ada ayat yang mengimbau secara langsung untuk tahlilan misal yaayuhaladzina amanu hallilu tahlillan, tidak ada,” tegasnya pada pengajian di halaman kator PCNU Magetan, Ahad (8/6).

Kemudian ia menukil perkataan kiai Mukhtar Syafa’at Blok Agung Banyuwangi yang mengumpamakan tahlilan dan Al Qur’an itu seperti wedang jahe dan air sumur.

“Kulo nante mireng dawuhe almaghfurlah kiai Mukhtar Syafa’at nyontoheke sing cocok antarane Al Qur’an karo tahlilan iku koyok banyu sumur karo wedang jahe. Wedang jahe itu tahlilan, Al Qur’an itu air sumur.”

Kiai asal Surabaya tersebut menjelaskan maksud perkataannya, “jika kamu hendak mencari wedang jahe di sumur maka tak akan ketemu sampai kapan pun, tapi sadarilah bahwa wedang jahe ini airnya berasal dari air sumur.”

Hal ini, tambah dia, sama ketika mencari perintah tahlilan di dalam Al Qur’an, maka tidak akan ketemu, namun harus diketahui.bahwa isi bacaan tahlilan itu berasal dari perintah Al Qur’an.
(ِ Ahmad Rosyidi/Abdullah Alawi)

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,52623-lang,id-t,Tahlilan+Ibarat+Wedang+Jahe+dari+Sumur+Al+Qur’an-.phpx
(Rabu, 11/06/2014 21:01)

Belasan Ribu Warga Undawanu Hadiri Peringatan Harlah Ke-91 NU

Belasan Ribu Warga Undawanu Hadiri Peringatan Harlah Ke-91 NU

Ahlannawawi:~ Blitar - Usai sembahyang Isya’, warga dari berbagai pelosok di kabupaten Blitar mulai berdatangan ke lokasi pengajian akbar di Bakung Barat
kecamatan Undawanu, Blitar, Selasa (10/6).

Mengawali peringatan Harlah ke-91 NU, KH Dimyati Zaini memandu mereka membacakan tahlil untuk para leluhur masyarakat Blitar. Tampak hadir pemimpin Majelis Taklim dan Sholawat Nariyah Mughitsu Al-Mughits KH Mohammad Shonhaji dari pesantren Mambaul Hikam Mantenan, KH Abdul Muhaimin, Camat Udanawu Syamsul Ma’arif, Kapolsek, Danramil, Kepala KUA Udanawu H Zainal Abidin, Kepala desa Bakung M Shoib.

Di hadapan belasan ribu warga, Kiai Dimyati mengingatkan hadirnya bulan Sya’ban dan Ramadhan.

“Bulan Sya’ban ini mengandung banyak keutamaan. Karenanya, kita perlu memperbanyak amal ibadah di dalamnya,” terang Kiai Dimyati di tengah hadirin yang juga datang dari sejumlah kabupaten sekitar seperti Tulungagung, Malang, Kediri, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, dan Trenggalek.

Kiai Dimyati juga menganjurkan warga untuk terus mengamalkan ajaran Aswaja NU. Sejak sore, Banser Satkoyon Udanawu tampak siaga di lokasi. Bersama perangkat desa setempat, anggota Banser Undawanu mengatur lalu lintas.
(Imam Kusnin Ahmad/Alhafiz K )

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,52618-lang,id-t,Belasan+Ribu+Warga+Undawanu+Hadiri+Peringatan+Harlah+Ke+91+NU-.phpx
(Rabu, 11/06/2014 17:01)

Gerilyawan Rebut Mosul, Kota Kedua Terbesar Irak

Gerilyawan Rebut Mosul, Kota Kedua Terbesar Irak

Ahlannawawi:~ Mosul, Para gerilyawan merebut kota terbesar kedua Irak, Mosul, Selasa, kata para pejabat.

Peristiwa tersebut merupakan pukulan pada pihak berwenang, yang tampaknya tidak mampu menghentikan gerak gerilyawan.

Pada Senin malam, ratusan pria bersenjata melancarkan satu serangan di Mosul, 350km
utara Baghdad, terlibat baku tembak dengan tentara dan Polisi, kata mereka.

Sebelum seluruh kota itu dikuasai, mereka menduduki kantor pusat gubernur, penjara-penjara dan stasiun-stasiun televisi, AFP
melaporkan.

"Kota Mosul berada di luar kekuasaan negara itu dan berada dalam kekuasaan gerilyawan,"
kata seorang pejabat kementerian dalam negeri kepada AFP.

Seorang wartawan AFP, yang lari meninggalkan kota itu, mengatakan toko-toko tutup, pasukan keamanan meninggalkan kendaraan-kendaraan mereka dan satu kantor polisi dibakar.

Mosul adalah ibu kota Provinsi Nineveh.

Dalam hari-hari belakangan ini, kelompok garis keras melancarkan operasi besar di Nineveh dan empat provinsi lainnya, menewaskan sejumlah orang dan menyoroti lemahnya pasukan keamanan Irak.

Mosul adalah kota kedua yang jatuh ke tangan gerilyawan tahun ini, setelah pemerintah kehilangan kekuasaan atas Fallujah, dekat
Baghdad awal Januari.
(antara/mukafi niam)

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,45-id,52613-lang,id-t,Gerilyawan+Rebut+Mosul++Kota+Kedua+Terbesar+Irak-.phpx
(Rabu, 11/06/2014 13:01)

KPK Beri Rekomendasi Penyelenggaraan Haji

KPK Beri Rekomendasi Penyelenggaraan Haji

Ahlannawawi: ~ Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sejumlah rekomendasi kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin terkait penyelenggaraan haji di kementerian tersebut.

"Secara spesifik kami ada rekomendasi mengenai penyelenggarana haji yaitu pertama saat ini adalah momentum untuk perbaikan terkait dengan revisi Undang-undang penyelenggaraan haji," kata Wakil Ketua KPK
Busryro Muqoddas dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta.

Konferensi pers tersebut dilaksanakan pasca pertemuan antara Menag Lukman Hakim
Saifuddin yang ditemani dengan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag Abdul Jamin dengan jajaran pimpinan KPK yaitu Busyro Muqoddas dan
Bambang Widjojanto.

"Versi kami berdasarkan kajian-kajian deputi pencegahan maka diperlukan ada pemisahan
fungsi regulator dengan fungsi operator atau pelaksana," ungkap Busryo.

Selama ini, Kementerian Agama berfungsi sebagai pembuat aturan (regulator) sekaligus penyelenggara ibadah haji.

"Kedua, pentingnya penyelesaian peraturan atau aspek-aspek regulasi yang terkait penyelenggaraan ibadah haji berikut aturan pelaksanaanya," tambah Busyro.

Rekomendasi ketiga adalah untuk melakukan standarisasi komponen "indirect cost" haji dan kepatuhan pelaksanaannya. "Indirect cost" adalah setoran awal dari jamaah untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji yang digunakan untuk membiayai operasional haji, service fee, hingga pengadaan kendaraan operasional petugas haji yang rentan penyimpangan.

"Yang terakhir adalah tentang kuota haji supaya bisa ditransparanasi. Tekanannya, kuota haji adalah menjadi hak utama dari calon jamaah ibadah haji sehingga ketika ada calon yang pada saatnya berangkat berhalangan karena meninggal atau masalah kesehatan, kursi-kursi yang kosong dikembalikan kepada jamaah haji yang sebelumnya sudah mengantri, bisa dibagi rata kepada calon-calon di daerah-daerah. Tentu ini terkait dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) di sana," jelas Busyro.

Busryo menjelaskan bahwa KPK pada 2008 telah melakukan kajian-kajian tentang sistem di Kemenag.

"Kala itu sudah ada 44 saran yang sudah disampaikan pimpinan KPK jilid 2. Dari 44 saran tersebut kami sudah sampaikan masih ada beberapa yang ditindaklajuti temasuk di sektor yang terkait dengan penyelenggaraan haji," tambah Busryo.

Dari 44 rekomendasi tersebut, sudah ada 29 butir yang sudah dilaksanakan sedangkan 15
butir lain masih dalam pelaksanaan atau penyempurnaan.

"Posisi KPK adalah perbaikan sistem, kami siap mengawal dan ada kesepakatan dari masing-masing. Kami optimis dengan Pak Menteri yang baru meski waktu jabatannya kurang dari 4 bulan," ungkap Busyro.

Lukman dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin (9/6), menggantikan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali yang ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan haji 2012-2013 pada 22 Mei 2014.
(antara/mukafi niam)

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,52611-lang,id-c,nasional-t,KPK+Beri+Rekomendasi+Penyelenggaraan+Haji-.phpx

Kisah singkat nyai Ayu junti dengan ki Dampu awang

Kisah singkat nyai Ayu junti dengan ki Dampu awang.

Ahlannawawi: ~ "Nyai ayu junti mengadakan Sayembara dan Ki Dampu awang berhasil memenangi sayembara yang di buat nyai ayu junti. Namun nyai ayu junti tidak juga mau di nikahi ki Dampu awang, karena nyai tidak ada rasa cinta kepadanya."

Singkat cerita: "Kemudian ki Dampu memaksa nyai untuk mau dinikahinya, tetapi nyai tetap tidak mau. lalu keduanya bertarung. Nyai ayu junti berubah menjadi seekor kera. Sebenarnya nyai ayu junti merasa kewalahan bertarung dengan ki Dampu awang. Tetapi nyai belum saja mencintai ki Dampu awang."

"Pertarungan pun berlangsung, Kemudian ki Dampu awang berubah menjadi seekor macan, keduanya terus bertarung (saling menyerang)."

"Ki Dampu awang memang sakti, sehingga nyai sulit untuk mengalahkan ki Dampu awang."

Catatan: "artikel ini di buat dari budaya sandiwara"

Redaksi: elang

Syuriyah Wajah Lama, Tanfidziyah Ragam Latar Belakang

PCNU JEMBER
Syuriyah Wajah Lama, Tanfidziyah
Ragam Latar Belakang

Jember, Para Pengurus Cabang Nandlatul Ulam (PCNU) Jember periode 2014-2019, Senin
malam (9/6) diperkenalkan kepada warga NU di sela-sela pengajian Aswaja di halaman kantor NU Jember, JL. Imam Bonjol, Kaliwates.

Mereka adalah hasil Konfercab NU awal Juni lalu yang menahbiskan kembali KH. Abdullah Syamsul Arifin dan KH. Muhyiddin Abdusshomad sebagai nahkoda NU Jember.

Dalam sambutannya, KH. Abdullah Syamsul Arifin menegaskan bahwa NU bukan parpol, tapi siapapun pengurus parpol bisa menjadi pengurus NU asalkan mau mengabdi untuk NU.

“Saya pikir, mereka adalah kader-kader terbaik NU, yang bisa bekerja untuk kemajuan NU,” tukas Gus A’ab, sapaan akrabnya.

Dari rilis daftar nama PCNU terbaru di jajaran syuriyah masih didominasi wajah-wajah lama. Cuma ada rotasi posisi, misalnya di kursi katib ditampati oleh DR. MN. Harisuddin, M.Fil.I.  Dosen STAIN sekaligus Wakil Sekretris Yayasan Pendidikan NU ini, menggantikan KH. Hamid Hidir.

Sedangkan di jajaran tanfidziyah lebih beragam latar belakangnya, misalnya beberapa tokoh parpol masuk. Ada Moch. Eksan, S.Ag (Ketua DPD Partai NasDem Kabupaten Jember) masuk di jajaran wakil sekretaris, H. Karimullah (Partai Golkar) menjadi wakil bendahara. Demikian juga H. Miftahul Ulum (Ketua DPC PKB Kabupaten Jember) masih bertahan di kursi wakil ketua.

Selain itu, ada dua profesional yang juga masuk di deretan pengurus baru. Yaitu DR. Widodo, MH. (Dekan Fakultas Hukum, Universitas Jember) dan dr. H. Abdur Rouf (Kepala Puskesmas Mayang). Keduanya didapuk menjadi wakil sekretaris dan bendahara. ( aryudi a razaq/abdullah alawi)

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,52622-lang,id-t,Syuriyah+Wajah+Lama++Tanfidziyah+Ragam+Latar+Belakang-.phpx

Memuliakan dan menganggungkan Nabi Muhammad. Shollallohu 'Alaihi Wa Sallama

Memuliakan dan menganggungkan Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wa Sallama

Ahlannawawi: ~ Menurut Buya Yahya: "Hadirkan makna Syukur yang sesungguhnya, dan setelah itu tambahlah dengan janji 'bahwa kita akan terus melaksanakan perayaan sampai dicabutnya nyawa kita oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Hingga sampai kita bertemu dengan Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wa Sallama"

Kemudian beliau berkata: "Ini keyakinan yang harus kita hadirkan, karena merayakan maulid Nabi adalah merayakan Nabi Muhammad. Kalau orang tidak faham makna ini, maka dia harus faham tentang Nabi Muhammad, yang tidak kenal makna ini, maka ia tidak kenal Nabi Muhammad"

"Nabi Muhammad adalah paling mulianya Nabi. Nabi Muhammad paling agungnya Nabi. Maka semua ada urusan sangkut pautnya dengan Nabi Muhammad. Maka hal itu paling baiknya segala sesuatu."

Beliau berkata: Jika Nabi kita adalah "Nabi paling mulia, maka kita menjadi umat yang paling mulia." karena Nabi Muhammad adalah Nabi yang paling mulia, maka ketahuilah "Keluarga Beliau adalah sebaik baik keluarga, dan kalau kita pengen tahu sahabat yang paling baik adalah sahabatnya Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam"

Kalau kita pengen tahu cara berpakaian yang paling bagus adalah cara berpakaiannya Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam. Kalau kita pengen tahu cara berjalan paling bagus adalah cara berjalannya Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wa Sallam. Kalau pengen tahu cara tidur yang paling bagus adalah cara tidurnya Nabi Muhammad SAW" ujarnya

Kata beliau: Kalau ada orang ngomong berani berkata "cara berjalanku lebih bagus dengan cara berjalannya Nabi Muhammad" Ya keluar dari Iman. Kalau ada orang berani berkata "cara berpakaianku lebih bagus dengan cara berpakaiannya Nabi Muhammad" keluar dari Iman. Semua yang ada dengan sangkut pautnya dengan Nabi Muhammad, maka itu adalah sebaik baiknya segala sesuatu. Cara makan yang paling bagus adalah cara makannya Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wa Sallama"

Beliau pun berkata: Pertanyaannya "kelahiran yang paling bagus kelahirannya siapa? Nabi Muhammad. Kalau orang tidak memahami makna ini keluar dari Iman. Jadi kalau ada orang mengatakan "kelahiran Nabi Muhammad ma sama dengan kita, tak ada bedanya" hei dia tidak kenal Nabi Muhammad. (Sesungguhnya) Kelahiran yang paling mulia adalah kelahiran Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wa Sallama."

"Maka syukurilah syukurilah syukurilah, karena saat ini anda masih di pilih oleh Allah menjadi hamba hamba yang senang untuk menganggungkan kelahiran Nabi Muhammad." katanya

Kata beliau: "Maka (barangsiapa) yang menganggungkan cara berjalannya Nabi Muhammad (berarti) menganggungkan Nabi Muhammad, yang menganggungkan cara tidurnya Nabi Muhammad (berarti) menganggungkan Nabi Muhammad, yang menganggungkan cara berpakaian Nabi Muhammad (berarti) menganggungkan Nabi Muhammad, menganggungkan kelahiran Nabi Muhammad, tidak lain menganggungkan Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wa Sallama."

Catatan: Artikel ini adalah Tausiyahnya Buya Yahya, yang ​dibuat​ melalui Mp3 yang berjudul "Memuliakan dan Mencintai Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi Wa Sallama"

Redaksi: elang

Rabu, 11 Juni 2014

Warga Jemurwonosari Surabaya Jaga Tradisi Ziarah Wali

Warga Jemurwonosari Surabaya Jaga Tradisi Ziarah Wali

Ahlannawawi: ~ Surabaya, Hasil survei Alvara Research Center yang dirilis NU Online (5/6/14) “Mayoritas muslim kota mengaku Nahdliyin dan mempraktikkan ritual keagamaan seperti tahlilan 81,5%, Mauludan 89,2%, qunut subuh 77,3%. Namun untuk ziarah kubur hanya 48,7% yang mengaku menjalankannya,”.

Tradisi Nahdliyin yang terakhir khusus kota Surabaya bisa jadi tidak hanya 48,7%. Hal ini bisa dilihat di daerah Kelurahan Jemurwonosari Surabaya, di sana hampir mayoritas Nahdliyin sering melakukan ziarah ke makam para wali, apalagi di Surabaya ada makam wali terkenal, Sunan Ampel dan Sunan Bungkul. Seperti pengakuan Hartono warga Jemurwonosori yang sudah sering melakukan ziarah makam para wali, bahkan juga pernah menjadi ketua rombongan.

“Yang lebih istimewa kegiatan ziarah makam wali yang baru saja dilakukan 6-8 Juni lalu, disamping ziarah ke makam para wali mulai dari Surabaya sampai Kudus, kami berjumlah 60 orang juga ziarah ke makan para ulama/kiai dan study religi di beberapa pondok pesantren,” ungkap Hartono.

Tradisi seperti ini kata peserta ziarah Sampurno, hati ini terasa sejuk yang tidak hanya dirasakan saat ziarah saja, tapi juga saat study religi di pesantren. Di antaranya saat di Pesantren “Raudlatut Thullab” Wonosari Tempuran Magelang, Pesantren Putri “Al-Hidayat” Salaman Magelang dan Pesantren “Sunan Pandanaran” Sleman Yogyakarta. Di samping bisa ziarah ke makam pendiri pesantren, juga bisa sowan ke pengasuhnya yang meneruskan kepemimipan pesantren sekaligus bisa bertatap muka dan mendengarkan taushiyahnya yang berisi informasi kepesantrenan dan ilmu agama.

“Di sini juga bisa melihat langsung wajah-wajah kiai, ibu nyai, para santri yang penuh optimis, ramah-ramah dan hormat kepada para tamu,” katanya.

Tradisi ziarah seperti ini memang baru kali ini dilakukan. Itupun setelah jamaah yasin tahlil ”Al-Islah” yang kami ikuti menjadi ”Jam’iyyah” Al-Islah. Artinya setelah terbentuk kepengurusan mulai dari pelindung, penasehat, ketua, sekretaris, bendahara dan pengurus-pengurus lain sesuai kebutuhan. Sehingga program kegiatannya benar-benar terencana dan bisa dirasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti untuk peningkatan amal ibadah maupun kebersamaan antarwarga/tetangga.

Program kegiatan Jam’iyyah Al-Islah, kata Ketua Jam’iyyah Didik Pramono, di antaranya kegiatan pokok Yasinan dan Tahlilan secara bergiliran di rumah-rumah para anggota setiap setengah bulan sekali pada hari Jum’at malam Sabtu, kajian agama atau majelis ta’lim yang diadakan juga setengah bulan sekali pada hari Jum’at malam Sabtu, istighotsah bersama setiap dua bulan sekali, Kegiatan PHBI atau Peringatan Hari-hari Besar Islam, memberikan santunan semampu dan secukupnya terhadap jamaah yang jatuh sakit atau meninggal dunia, dan Kegiatan ziarah para wali dan ulama serta study religi ke beberapa pondok pesantren. (ma’ruf asrori/mukafi niam)

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,52609-lang,id-c,daerah-t,Warga+Jemurwonosari+Surabaya+Jaga+Tradisi+Ziarah+Wali-.phpx
(Rabu, 11/06/2014 11:05)

Hukum Menggunakan Buku Primbon

Hukum Menggunakan Buku Primbon
Ahlannawawi

Assalamu'alaikum.Wr. Wb. Bapak Ustadz. Saya mau bertanya seputar adat atau kebiasaan seseorang yang menggunakan primbon, seperti: 1. Kalau mau membuka warung harus menunggu hari yang bagus (Kamis legi dll); 2. Jika mau menikahkan Anaknya menunggu atau ditepatkan dengan hari kelahirannya (padahal hari kelahirannya masih lama); 3. Apabila mau bangun rumah menanti hari yang Bagus (Rabu legi dll). Yang menjadi pertanyaan saya, Apakah ada pengajaran dalam kitab kuning dll dalam agama Islam terkait Topik tersebut?. Wassalamu'alaikum. Wr. Wrb. Terima Kasih. (Syaiful, Jawa Timur)

--

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Bapak Syaiful yang kami hormati, Islam tidak mengajarkan tentang berpegang pada waktu tertentu entah itu jam, hari, bulan, atau pasaran (Pon, Wage, dll.) untuk memulai sesuatu yang baik. Islam mengajarkan agar membaca Basmalah untuk memulai pekerjaan yang baik kapanpun itu. Dalam sebuah hadits yang statusnya hasan lighairihi disebutkan:

كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه ببسم الله فهو أقطع-- رواه ابن حبان

Artinya: Setiap perbuatan baik yang tidak diawali dengan bismillah adalah terputus (HR. Ibn Hibban)

Dalam ajaran membaca basmalah ini terkandung maksud untuk selalu menggantungkan semuanya kepada Allah dan bahwa sesuatu terjadi hanya dengan seizin-Nya. Untuk itu kita harus selalu husnudz-dzon (berbaik sangka) kepada Allah SWT. Prasangka kita terhadap Allah akan kembali pada diri kita sendiri, begitulah yang disebutkan dalam salah satu hadits qudsi.

Kemudian, Apakah ada pengajaran dalam kitab kuning tentang primbon? Kalau tentang pasaran (wage, legi dll.) jelas tidak ada. Tapi, ada metode penentuan waktu tertentu untuk melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda seperti yang ditanyakan di atas.

Dalam khazanah keilmuan pesantren ada sebuah kitab Astrologi (ilmu perbintangan) yang ditulis oleh Ilmuwan muslim pada zaman Abbasiyah, Abu Ma’syar Al-Falaki. Beliau adalah murid Al-Kindi. Kitab yang beliau tulis berjudul seperti nama penulisnya sendiri, Abu Ma’syar Al-Falaki. Dulu, kitab tersebut banyak beredar di pesantren-pesantren salaf. Dalam kitab tersebut dijelaskan waktu-waktu tertentu, watak manusia yang lahir di waktu tertentu (seperti layaknya zodiak), dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya silahkan rujuk kitab tersebut.

Selanjutnya, yang terpenting menurut kami bukan masalah ada dan tidaknya kitab seperti itu, melainkan bagaimana kita menyikapi data-data yang disebutkan oleh penulis kitab yang dimaksud agar kita tetap berada pada jalan yang benar dalam keimanan. Kitab Astrologi seperti itu hanya boleh dijadikan sebagai data sementara untuk kita melakukan sesuatu, sedangkan hasil yang akan terjadi tetap kita serahkan pada Allah SWT, karena Allah SWT yang mempengaruhi segalanya. Jika kita menyikapi begitu, sebagian ulama memperbolehkan. Ini bisa kita lihat dalam kitab Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, Hamisy Bughyatul Mustarsyidin, hal. 206 ;

مسألة: إذا سأل رجل آخر: هل ليلة كذا أو يوم كذا يصلح للعقد أو النقلة؟ فلا يحتاج إلى جواب، لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجراً بليغاً، فلا عبرة بمن يفعله، وذكر ابن الفركاح عن الشافعي أنه إن كان المنجم يقول ويعتقد أنه لا يؤثر إلا الله، ولكن أجرى الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا، والمؤثر هو الله عز وجل، فهذا عندي لا بأس به، وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات

Artinya: Jika seorang bertanya kepada orang lain, apakah malam tertentu atau hari tertentu cocok untuk akad nikah atau pindah rumah? Maka tidak perlu dijawab, karena syariat melarang meyakini hal yang demikian itu bahkan sangat menentang orang yang melakukannya. Ibnul Farkah menyebutkan sebuah riwayat dari Imam Syafii bahwa jika ahli astrologi berkata dan meyakini bahwa yang mempengaruhi adalah Allah, dan Allah yang menjalankan kebiasaan bahwa terjadi demikian di hari demikian sedangkan yang mempengaruhi adalah Allah. Maka hal ini menurut saya tidak apa-apa, karena yang dicela apabila meyakini bahwa yang berpengaruh adalah nujum dan makhluk-makhluk (bukan Allah).
  
Bapak Syaiful yang baik, kita harus selalu menjaga keimanan kita. Waktu-waktu tertentu yang ada dalam primbon jangan sampai membuat keimanan kita berpaling kepada selain Allah SWT. Semua waktu itu baik asalkan digunakan untuk melakukan kebaikan, boleh digunakan untuk memperkuat kemantapan hati. Namun hendaknya kita selalu berbaik sangka kepada Allah SWT dan memulai melakukan segala hal yang baik dengan membaca basmalah. Semoga langkah-langkah kita dalam kehidupan ini selalu diridhoi oleh Allah SWT. Aaamiin…

والله أعلم بالصواب

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ihya’ Ulumuddin

Sumber: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,59-id,52607-lang,id-c,bahtsul+masail-t,Hukum+Menggunakan+Buku+Primbon-.phpx
(Rabu, 11/06/2014 07:02)

NU dan Serangan Paham Keagamaan Negara Kaya Minyak

NU dan Serangan Paham Keagamaan Negara Kaya Minyak

Ahlannawawi: ~ "Disadari atau tidak, Indonesia adalah lahan penyebaran petroreligiositas. Petroreligiositas adalah lahirnya transformasi keberagamaan negara-negara kaya minyak. Di dunia Islam, negara yang gencar menyebarkan petroreligiositas adalah Arab Saudi dan Iran. Arab Saudi dengan paham salafi-wahabinya dan Iran dengan syiahnya. Melalui dana miyak yang melimpah, mereka menyebarkan pahamnya ke seluruh dunia. Bahkan antar keduanya telah terjadi semacam kontestasi yang saling menegasikan."

Melalui kekuatan Rabitah Alam Islami dan buku-buku gratis yang dibagikan kepada para jamaah haji, arab Saudi menyebarkan pahamnya. Arab Saudi juga aktif memobilisasi dan mendanai gerakan jihad internasional seperti di Afghanistan waktu invasi Sovyet dan perang Bosnia. Iran pun juga sama. Mereka mengekspor Revolusi Islamnya ke seluruh dunia, salah satunya melalui organisasi Jamaah Dakwah. Iran juga berperan aktif di Irak, Afghanistan, Lebanon, Bahrain, Yaman  melalui  partai-partai dan milisi lokal.

Jihad pun tak lagi murni sebuah ibadah. Jihad internasional telah menjadi pertaruhan perebutan kuasa politik antara Iran dan Arab Saudi. Semasa perang Bosnia (1992-1995), ditemukan dua kelompok mujahidin internasional yang berafiliasi baik dengan Iran maupun Saudi. Ada mujahidin syiah bentukan Hezbollah dukungan Iran. Kesatuan mujahidin ini berasal dari kombinasi pejuang Palestina, Lebanon, syiah Afghan dan Iran. Di sisi lain, Arab Saudi melatih dan mendanai veteran perang Afghan dalam jihad di Bosnia. Poros mujahidin pro Saudi ini terdiri dari kombinasi para pejuang sunni Turki, Albania, Arab Saudi, Afghanistan dan sukarelawan Eropa.

Petroreligiositas juga merambah Indonesia. Bentuknya berupa transformasi pemikiran melalui buku-buku, yayasan, pesantren dan sekolah Islam yang berafiliasi dengan keduanya. Kaum Wahabi-Salafi juga pernah berjihad di Ambon. Salafi dan syiah juga saling berkontestasi dalam ruang religiositas Indonesia. keduanya saling berseteru dan menjadikan kaum sunni tanah air sebagai basis massa untuk diperebutkan.

NU dengan kekuatan basis massa tradisionalnya merupakan sasaran empuk gerakan petroreligiositas. Basis massa NU digerogori sedikit demi sedikit. Jika puluhan tahun lalu, basis NU di Jawa adalah sepenuhnya NU, kini tidak lagi. Di Madura, telah bersemi gerakan Syiah dan Salafi. Syiah dan salafi juga muncul dengan ambisius di basis terkuat NU mulai Bangil, Pekalongan, Jember, Bondowoso, Kediri, Jombang, Gresik, Banyuwangi, Cirebon dan Surabaya. 

Salafi dan syiah bergerak dengan dua titik. Pertama, ruang urban di perumahan-perumahan di kota, kedua di pedesaan terpencil. Ini merupakan taktik kaum petroreligiositas. Di perumahan-perumahan modern, kaum transnasional bisa dengan mudah mendapat kader. Sebab sosiologisnya karena ikatan warga penghuni perumahan relatif longgar. Warga perumahan pada dasarnya merupakan kalangan terpelajar kelas menengah keatas namun minim ilmu agama. Gerakan petroreligiositas dengan gigih berupaya merebut massa kalangan profesional. Mereka dengan bangga akan mengatakan ke hadapan publik bahwa kader dan simpatisannya merupakan kalangan terpeelajar dan profesional.

Kalangan awam di pedesaan terpencil juga merupakan sasaran empuk. Taktik yang dipakai mirip misionaris. Menyantuni kaum miskin sambil menyebarkan pahamnya. Baik di perumahan maupun kawasan terpencil NU relatif bergerak. Di perumahan kaum urban, NU relatif sulit didekati karena longgarnya basis soliditas antar warga. Kaum urban juga terkadang sinis terhadap para kiai dan ustadz NU yang dianggap konservatif dan tradisional. Di kawasan terpencil, NU terkena stigma sebagai pelindung kaum abangan. Posisi NU di kawasan terpencil kadang kalah gesit dengan ormas lokal Hidayatullah dan DDII. Dalam beberapa kasus sering dijumpai kalau gerakan Islam transnasional bisa berkembang karena memanfaatkan massa Islam modernis yang lebih dulu ada.

Bagi kalangan urban, para tokoh NU yang berstatus akademisi atau mereka yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi wajib didayagunakan. Kombinasi antara kiai salaf dengan kiai universitas wajib dilakukan demi dakwah di kota-kota. Tanpa dukungan akademisi, dakwah NU akan diminorkan kaum urban. Di desa terpencil, NU harus lebih kreatif dalam melindungi kaum abangan diantaranya dengan perbaikan syariat secara perlahan. Sebabnya, Kaum transnasional sering mendudukkan kaum abangan sebagai sasaran dakwah. Simpati terhadap Dakwah salafi-wahabi sebenarnya lebih banyak berasal dari kalangan abangan, bukan nahdliyyin. Kaum abanganlah penyumbang terbesar kader salafi-wahabi di Indonesia.

Petroreligiositas adalah fakta global abad ini. Meskipun terlihat kuat dan tangguh, namun petroreligiositas rapuh di dalam karena digerakkan berdasar uang. Petroreligiositas juga rapuh karena berdasar kombinasi antara dakwah dan politik.

Oleh Syarif Hidayat Santoso, alumni hubungan internasional FISIP UNEJ, warga NU Sumenep.

Dikutip: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,52167-lang,id-c,kolom-t,NU+dan+Serangan+Paham+Keagamaan+Negara+Kaya+Minyak-.phpx
Terbitan: (Kamis, 22/05/2014 17:16)