Minggu, 30 Maret 2014

Perjuangan hidup Al-Habib Syekh bin Salim Al-Athtas

Al-Habib Syekh bin Salim
Al-Attas
Ulama dan Pejuang yang Gigih
Keluasan ilmunya telah melahirkan
ulama-ulama yang mumpuni di
berbagai daerah.
Perangai dan kepribadiannya yang
luhur, membuatnya dihormati
sekaligus dicintai berbagai lapisan
masyarakat.
Sinar pagi yang cerah mengiringi
langkah ribuan jemaah yang
kemudian berkumpul di Pondok
Pesantren Al-Masyhad, Sukaraja,
Sukabumi. Pakaian mereka yang
serba putih menambah keagungan
acara yang akan berlangsung pada
Minggu, 4 September 2005, yaitu
haul seorang ulama warak ke-27,
Habib Syekh bin Salim Al-
Attas. Peringatan haul ini
berbarengan dengan peringatan
Khataman Qiraah Al-Bukhari,
sekaligus Isra Mikraj Nabi
Muhammad SAW. Tampak wajah
jemaah yang datang dari berbagai
pelosok tanah air, bahkan dari
mancanegara, seperti Singapura
dan Malaysia, bersinar
memancarkan ukhuwah Islamiah di
antara mereka. Sebelum
pelaksanaan haul tersebut digelar,
Sabtu malam, 3 September 2005 di
Pondok Pesantren Al-Masyad
tersebut diadakan pembacaan Ratib
Al-Attas yang berlanjut dengan
ramah tamah tamu undangan,
dengan hiburan musik marawis.
Tepat pukul 8 pagi, para habib,
keluarga Pondok Al-Masyhad, serta
tamu yang hadir, secara bergantian
membaca satu per satu halaman
kitab Bukhari, yang memuat sekitar
7.000 hadis sahih. Sementara itu,
para jemaah menyimak pembacaan
kitab hadis tersebut dengan
khidmat. Di sela-sela pembacaan,
terkadang diselingi lantunan
kasidah dari kelompok hadrah Al-
Masyhad pimpinan Ustaz Abdul
Karim.
Menjelang siang, acara berlanjut
dengan pembacaan manakib Habib
Syekh bin Salim Al-Attas oleh
Habib Zein bin Hamid Al-Attas.
Kemudian, Habib Rizieq Syihab
menyampaikan tausiahnya. Dengan
penuh semangat, habib FPI itu
menyampaikan hikmah Isra Mikraj
serta keagungan cinta Nabi
Muhammad SAW kepada umatnya.
"Dalam perjalanan Isra Mikraj pun,
Rasulullah SAW senantiasa ingat
kepada umatnya. Karena itu,
sepatutnya kita bersyukur kepada
Allah SWT, karena mengutus rasul
yang menyayangi umatnya. Allah
SWT dalam Al-Quran
menggambarkan bagaimana sifat
Rasulullah SAW. ‘Sungguh telah
datang kepadamu seorang rasul
dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan bagimu, amat belas
kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin’." (QS 9, At-
Tawbah: 128).
Kasih sayang Rasulullah SAW, kata
habib berkacamata minus ini, tidak
hanya pada umat ketika beliau
masih hidup, tapi juga bahkan
kepada umat yang akan datang
sesudah beliau wafat. Sebuah
hadis menggambarkan kecintaan
beliau kepada umatnya: Tatkala
Rasulullah SAW sedang duduk
bersama para sahabat, beliau
berbicara sendiri, "Ahbabi...!
Ahbabi...! (Kekasihku...!
Kekasihku...!) Kapan aku melihat
mereka? Kapan aku bisa bertemu
orang yang paling kukasihi?"
Saat itu sahabat-sahabat yang
hadir tertegun mendengar ucapan
Baginda Rasulullah. Salah seorang
sahabat memberanikan diri
bertanya, "Ya Rasulullah, bukankah
kami, yang saat ini duduk
bersamamu, mengorbankan apa
saja untuk perjuanganmu, adalah
kekasihmu?"
Nabi Muhammad menjawab,
"Kalian bukan kekasihku, akan
tetapi kalian adalah sahabatku."
Jawaban tersebut membuat
penasaran para sahabat. Maka ia
bertanya lagi, "Kalau bukan kami
yang menjadi kekasih-kekasihmu,
lalu siapa gerangan para kekasihmu
yang berulang kali Baginda
ucapkan?"
"Kekasihku yang aku rindukan,
sehingga aku ingin sekali bertemu
dan berkumpul bersama mereka,
adalah segolongan kaum dari
umatku yang tidak pernah
melihatku tapi mereka beriman
kepadaku."
Jadi, kata Habib Rizieq, jangan
disangka Rasulullah tidak mencintai
umatnya yang belum pernah beliau
lihat. "Beliau sangat mencintai kita.
Karena itu, janganlah kita menyakiti
beliau dengan menyimpang dari
ajaran yang beliau sampaikan.
Banyak-banyaklah beramal saleh
dan berjuanglah di jalan yang lurus,
bekali diri kita dengan ilmu yang
bermanfaat."
Hafal Al-Quran
Acara puncak haul ditandai dengan
pembacaan tahlil dan manakib
Habib Syekh bin Salim Al-Attas.
Manakib habib kelahiran Huraidhah,
Hadramaut, Yaman, ini
disampaikan oleh Habib Zein bin
Hamid Al-Attas.
Dalam manakib tersebut
diceritakan, Habib Syekh bin Salim
Al-Attas adalah intelektual
sekaligus guru para ulama
termasyhur di Jawa. Ia cucu
kesepuluh Shahibur-Ratib Al-Attas,
Habib Umar bin Abdurrahman Al-
Attas.
Masa pendidikannya dimulai dari
asuhan ayahnya, Habib Salim bin
Umar bin Syekh Al-Attas, yang
wafat tahun 1956. Saat berusia
tujuh tahun, Habib Syekh
memperoleh bimbingan langsung
dari Habib Abdullah bin Alwi Al-
Attas, ulama kelahiran Cirebon
yang menetap di kota Huraidhah,
Yaman. Kemudian ia mempelajari
beberapa ilmu qiraat Al-Quran di
bawah bimbingan Syekh Sa’id bin
Sabbah, yang piawai dan terkenal
dalam bidang qiraat Al-Quran.
Pada usia 12 tahun, Habib Syekh
telah hafal Al-Quran secara
sempurna, dan terus mendalami
berbagai ilmu ushul dan furu’,
pokok-pokok dan cabang-cabang
pengetahuan Islam, dari Habib
Ahmad bin Hasan Al-Attas.
Habib Syekh hijrah ke Indonesia
pada usia 27 tahun, pada 1338
H/1920 M, tepatnya di kota Tegal.
Dengan gigih ia memulai
dakwahnya, menyebarkan ajaran
Rasulullah SAW dan
memurnikannya dari berbagai
penyimpangan. Perkawinannya
dengan putri bangsawan dari Kota
Bahari ini, membuat syiar Islamnya
meluas, dan hubungannya dengan
tokoh-tokoh masyarakat semakin
baik. Keluhuran pribadinya
membuat namanya semakin
bersinar.
Di zaman kemerdekaan, Habib
Syekh tidak tinggal diam. Bersama
putra pribumi, K.H. Ahmad Sanusi
dari Sukabumi, ia berjuang merebut
kemerdekaan Republik Indonesia
sejak tahun 1942. Pasca-
kemerdekaan, ia aktif dalam partai
politik. Ia menduduki jabatan
penasihat Partai Islam Masyumi.
Dan diangkat oleh Presiden
Soekarno sebagai anggota Panca
Tunggal, tim penasihat presiden.
Bagi setiap murid dan siapa saja
yang menghadiri pengajian yang
digelarnya, ia selalu memberikan
sejumlah uang serta kitab yang
dibutuhkan secara cuma-cuma.
Hasil perjuangan dakwah dan
mengajar tampak meluas di
kemudian hari, hingga banyak
muridnya menjadi ulama yang
mumpuni dan mempunyai lembaga
pendidikan di berbagai tempat,
terutama di daerah-daerah Jawa
Barat. Di antaranya, K.H. Abdullah
bin Husain, Sukabumi; K.H.
Abdullah bin Nuh, Bogor; K.H.
Abdullah Mahfudz, Sukabumi; K.H.
Muhammad Masthuro, Sukabumi.
Habib Syekh bin Salim Al-Attas
wafat pada hari Sabtu tanggal 25
Rajab 1398 Hijriah, bertepatan
dengan 1 Juli 1978, dalam usia 86
tahun, dimakamkan keesokan
harinya di selatan Masjid Jami
Tifar, Kompleks Pondok Pesantren
Al-Masturiyah, Tifar, Cisaat,
Sukabumi.
AST/Ft. AO
Caption Foto:
1. Makam Habib Syekh bin Salim
Al-Attas. Keikhlasannya berdakwah
melahirkan ulama yang mumpuni
2. Habib Rizieq mengisahkan
keagungan cinta Rasulullah.
Limpahan rahmat Allah kepada
umat
3. Habib kelahiran Hadramaut yang
berjuang merebut kemerdekaan RI.
Penasihat Presiden Soekarno
4. Jemaah khidmat mengkuti acara
khataman dan haul. Agenda
tahunan Al-Masyhad

Sumber; https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/6-habaib-nusantara/al-habib-syekh-bin-salim-al-attas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar