Al Mukhtar Ats Tsaqafi : Sejarah Singkat Seputar Syiah Rafidhah
Rafidhah (Syi‘ah) : Kisah Al Mukhtar Ats Tsaqafi
Orang yang pertama kali menyerukan dakwah imamah kepada Muhammad bin Hanafiah dari kalangan Kaisaniyah adalah Al Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi. Hal yang menyebabkannya melakukan hal itu adalah berawal sebuah dendam pribadi kepada orang-orang yang memusuhinya. Kisah itu bermula setelah Ubaid bin Ziyad membunuh Muslim bin Aqil, keponakan Imam Ali bin Abi Thalib, dan Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib. Dikabarkan kepadanya bahwa Al Mukhtar Ats Tsaqafi adalah salah seorang yang turut serta dalam rombongan Muslim bin Aqil yang kemudian melarikan diri dan sembunyi.
Sesungguhnya kita pasti membaiat Al-Mahdi. Akan tetapi sesungguhnya Al-Mahdi memiliki satu tanda, yaitu bila ditebas dengan sebilah pedang dan kulitnya tidak tersentuh olehnya, maka dialah Al-Mahdi yang sesungguhnya.
Kemudian Ubaid bin Ziyad pun memerintahkan pasukannya untuk menangkap Al Mukhtar Ats Tsaqafi dan menyerahkan kepadanya. Ketika Al Mukhtar ditangkap dan dibawa ke hadapan Ubaid bin Ziyad, tiba-tiba Ubaid melempar Al Mukhtar dengan tongkat yang berada di tangannya, hingga melukai kedua matanya, lalu memenjarakannya.
Namun Al Mukhtar diselamatkan oleh sekelompok orang. Ia pun melarikan diri menuju Makkah dan berbaiat kepada Abdullah bin Zubair. Al Mukhtar masih tetap berada di barisan Ibnu Zubair pada saat memerangi pasukan Yazid bin Muawiyah, di bawah pimpinan Al-Hushain bin Namir Al-Kufi. Dalam peperangan itu, Al Mukhtar terlihat sangat berambisi untuk memuaskan dendamnya terhadap pasukan Syam.
Ketika Yazid bin Mu‘awiyah terbunuh, pasukannya menarik diri dari Makkah dan kembali ke Syam, sehingga wilayah Hijaz, Yaman, Iraq, dan Faris jatuh ke tangan Ibnu Zubair.
Selanjutnya Al Mukhtar Ats Tsaqafi melarikan diri ke Kufah, ketika terjadi selisih pendapat antara dirinya dengan Ibnu Zubair. Pada saat itu Kufah dipimpin oleh Abdullah bin Yazid Al-Anshari sebagai walinya dari kubu Abdullah bin Zubair. Setibanya di Kufah, Al-Mukhtar mengutus orang-orang kepercayaannya kepada para pengikut Syiah Kufah dan yang ada di sekitarnya, sampai wilayah Madain untuk membaiatnya. Ia berjanji kepada mereka bahwa ia keluar untuk menuntut balas terhadap kematian Imam Husain di Karbala, dan mengajak mereka kepada imamah Muhammad bin Hanafiyah.
Al Mukhtar Ats Tsaqafi mendakwakan bahwa Muhammad bin Hanafiyah telah mengangkatnya sebagai wakilnya, dan memerintahkan mereka untuk taat kepada dirinya. Pada saat yang bersamaan Ibnu Zubair mencopot Abdullah bin Yazid Al-Anshari dan mengangkat Abdullah bin Muthi‘ sebagai penggantinya.
Berhimpunlah orang-orang yang membaiat Al Mukhtar Ats Tsaqafi secara sembunyi-sembunyi, hingga jumlah mereka mencapai kurang lebih 17.000 orang. Di antara mereka terdapat pula Abdullah bin Al-Hurr, orang paling pemberani di zamannya, dan Ibrahim bin Malik Al-Asytar, tokoh paling berpengaruh di kalangan Syiah Kufah yang paling gagah dan paling banyak pengikutnya.
Ibrahim bin Malik Al-Asytar kemudian ditunjuk oleh Al Mukhtar Ats Tsaqafi untuk memimpin 20.000 pasukan guna menghadapi pasukan Abdullah bin Muthi‘. Peperangan sengit dan panjang berkecamuk antara keduanya, dan berakhir dengan kekalahan pasukan kubu Ibnu Zubair. Al Mukhtar menguasai Kufah dan wilayah sekitarnya, dan membunuh mereka semua yang terlibat dalam pembunuhan Imam Husain di Karbala.
Al Mukhtar Ats Tsaqafi pun mendatangi rumah Umar bin Sa‘ad, seorang bawahan Ubaidillah bin Ziyad, yang diperintah memimpin pasukan untuk memerangi keluarga Imam Husain di Karbala. Al Mukhtar memenggal kepala Umar bin Sa‘ad dan juga puranya, Ja‘far bin Umar bin Sa‘ad. Pada saat itu Al Mukhtar berkata, “Ini untuk Imam Husain dan yang itu untuk putra Imam Husain.”
Selanjutnya Al Mukhtar Ats Tsaqafi mengirim Ibrahim Al-Asytar bersama 6000 pasukan untuk memerangi Ubaidillah bin Ziyad. Kala itu Ubaidillah berada di Mushal bersama 80.000 pasukan Syam. Ubaidillah diangkat sebagai panglima pasukan Mushal oleh Abdul Malik bin Marwan. Ketika kedua pasukan bertemu di gerbang Mushal, pasukan Syam pun porak poranda, dan yang terbunuh dari mereka di medan perang, berjumlah 70.000 orang. Dalam peretempuran itu tewas pula Ubaidillah bin Ziyad dan Hushain bin Numair As-Sukuni. Ibrahim Al-Asyar lalu membawa kepala-kepala mereka kepada Al Mukhtar.
Setelah berhasil menguasai Kufah, Jazirah, Iraq, Syam, sampai perbatasan Armenia, Al Mukhtar pun banyak mengungkapkan ramalan-ramalan seperti halnya para tukang tenung, dan bertutur dengan bahasa sajak.
Berita ini pun sampai kepada Imam Muhammad bin Hanafiah. Beliaupun merasa takut terhadap akan terjadinya fitnah agama dari sisi Al Mukhtar. Imam Muhammad pun bermaksud ke Iraq, agar bisa menemui orang-orang yang meyakini imamah atas dirinya, mengajak mereka kembali kepada jalan yang benar. Mengetahui hal itu, Al Mukhtar Ats Tsaqafi pun menjadi resah. Ia takut, kedatangan Imam Muhammad akan menyebabkan hilangnya kekuasaan yang kini dipegangnya. Maka Al Mukhtar pun berkata kepada pasukannya, “Sesungguhnya kita pasti membaiat Al-Mahdi. Akan tetapi sesungguhnya Al-Mahdi memiliki satu tanda, yaitu bila ditebas dengan sebilah pedang dan kulitnya tidak tersentuh olehnya, maka dialah Al-Mahdi yang sesungguhnya.” Dan ucapan ini diarahkannya kepada Imam Muhammad bin Hanafiyah. Itulah sebabnya Imam Muhammad bin Hanafiyah tetap berdiam di Makkah karena khawatir ia akan dibunuh oleh Al Mukhtar di Kufah.
Kemudian Al Mukhtar Ats Tsaqafi diperdaya oleh para pengikut Sabaiyah dari kalangan Ghulath Rafidhah. Mereka berkata kepadanya, “Engkau adalah Hujjah pada zaman ini.” Mereka membawanya untuk mendakwakan kenabian. Al Mukhtar pun akhirnya mendakwakan kenabian di antara para pengikut pilihannya, dan mendakwakan bahwa ia telah mendapatkan wahyu dari Allah SWT.
Inilah sebab-sebab yang mendorong Al Mukhtar Ats Tsaqafi untuk melakukan aktifitas tukang tenung, dan mendakwakan kenabian. Adapun sebab-sebab yang membuatnya berpendapat bolehnya berubah pikiran (al-bada’) bagi Allah SWT adalah bahwa setelah Al Mukhtar melakukan ramalan-ramalan seperti halnya para tukang tenung dan mendakwakan turunnya wahyu kepadanya, Ibrahim Al-Asytar, panglima utamanya, berbalik darinya dan tidak lagi berada di tengah pasukannya. Ibrahim Al-Asytar kemudian mengangkat dirinya sendiri sebagai penguasa negeri Jazirah.
Di lain pihak, Mush‘ab bin Zubair bin Awwam, penguasa Iraq dari kubu Abdullah bin Zubair bin Awwam, telah mengetahui berpalingnya Ibrahim bin Asytar dari Al Mukhtar Ats Tsaqafi, yang diikuti pula oleh banyak panglima-panglima pilihan Al Mukhtar, seperti Ubaidillah bin Al-Hurr Al-Ju‘fi, Muhammad bin Al-Asy‘ats Al-Kindi, dan banyak lagi dari para pembesar Kufah yang marah besar kepada Al Mukhtar karena telah menguasai harta benda dan budak-budak mereka.
Mengetahui Al Mukhtar Ats Tsaqafi sudah tidak lagi didukung oleh banyak panglima pilihannya, Mush‘ab bin Zubair pun sangat berhasrat untuk segera menumpas kekuatan Al Mukhtar , dan merebut kembali Kufah dari tangan Al-Mukhtar dengan jalan paksa.
Mush‘ab pun keluar bersama 7000 pasukannya, di samping para pembesar Kufah yang ikut bergabung dengannya, dari Bashrah menuju Kufah. Mus‘ab menunjuk Al-Muhallab bin Abi Shufrah dan para pengikutnya sebagai pasukan sayap depan dan Ubaidillah bin Ma‘mar sebagai pemimpin pasukan berkuda.
Setelah mendengar berita ini, Al Mukhtar Ats Tsaqafi memerintahkan sahabatnya, Ahmad bin Syumaith, untuk keluar bersama 3000 pasukan pilihan untuk menghadapi pasukan Mush‘ab bin Zubair, dan ia pun mengkabarkan kepada para pengikutnya bahwa kemenangan akan berada di pihaknya, dengan wahyu yang turun kepadanya.
Dua pasukan pun bertemu dan terjadi pertempuran sengit antara keduanya. Namun, pada kenyataanya justru pasukan Al Mukhtar lah yang porak poranda dan terkalahkan. Ahmad bin Syumaith pun tewas terbunuh pada peperangan itu bersama para pasukan pilihan Al Mukhtar.
Sebagian tentara Al Mukhtar Ats Tsaqafi yang berhasil melarikan diri dan kembali kepadanya berkata, “Mengapa engkau menjanjikan kemenangan kepada kami?” Al Mukhtar pun berkata, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan itu kepadaku, akan tetapi muncul pemikiran baru bagi-Nya.” Al Mukhtar pun mengutip firman Allah SWT, yang artinya, “Dan Allah menghapus apa-apa yang dikehendakinya dan menetapkannya.” __ QS. Ar-Ra`d: 39.
Inilah yang kemudian menjadi dasar bagi kalangan Kaisaniyah yang berpendapat bahwa boleh bagi Allah SWT berubah pikiran dalam janji dan ketetapan-Nya.
Kemudian Al Mukhtar Ats Tsaqafi pun memberikan kabar gembira kepada para pengikutnya, bahwa Mush‘ab bin Zubair akan terbunuh di tangannya. Akan tetapi dalam kenyataannya pasukan Al Mukhtar lah yang porak poranda. Al Mukhtar bersama tak kurang dari empat ratus pengikut setianya yang tersisa melarikan diri dan berlindung di sebuah tempat bernama Darul Imamah di Kufah. Mush‘ab dan pasukannya mengepung Al Mukhtar selama tiga hari berturut-turut hingga mereka didera kelaparan. Pada hari keempat mereka pun terpaksa keluar menghadapi pasukan Mush‘ab. Dalam pertempuran itu tewaslah Al Mukhtar Ats Tsaqafi bersama para pengikut-pengikutnya. (Islam Institute – MS – Majalah Alkisah)
Dikutip: Islaminstitute.com
By http://m.facebook.com/elang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar