Isyaroh Gus Dur pada Pengeboman Kedutaan Australia
Aksi terorisme di Indonesia dengan jumlah korban meninggal sangat besar marak terjadi pada awal 2000-an, salah satu yang menjadi sasaran adalah kedutaan Australia di kawasan Kuningan Jakarta.
Pagi itu, pada hari terjadinya pengeboman, aktifitas Jakarta berjalan sebagaimana biasanya, panas, macet dan kesibukan jutaan manusia di dalamnya. Tak ada yang menduga ada peristiwa mengerikan bakal segera terjadi.
Gus Dur berada di bandara Soekarno Hatta Cengkareng Jakarta, sedang menunggu boarding menuju Yogyakarta bersama Imam Mudakkir, salah seorang teman lamanya. Asyiklah mereka berdua mengobrol di ruang tunggu. Ditengah-tengah obrolan itu, Gus Dur tiba-tiba terdiam, lalu berujar.
“Kang, kayaknya ini mau ada peristiwa luar biasa”
“Apa itu Gus,” kata Imam dengan mimik penasaran.
“Ya, ngak tahu, namanya juga isyaroh,”
“Apa ya?” lanjut Imam penuh tanya.
“Kita tunggu saja,” kata Gus Dur menutup pembicaraan tentang hal itu dan melanjutkan obrolan sebelumnya yang disela.
Lalu, terbanglah mereka berdua menuju kota budaya ini. Sesuai dengan aturan penerbangan, seluruh alat komunikasi berupa HP harus dimatikan selama penerbangan. Pertanyaan tentang kejadian besar hanya disimpan dalam hati.
Akhirnya setelah melewati perjalanan selama sekitar 1 jam, sampailah mereka di Yogyakarta dengan selamat.
Begitu turun dari pesawat, mereka segera menyalahan HP. Manusia zaman modern tampaknya sudah tak bisa lepas dari HP sehingga dalam keadaan apapun, berusaha terhubung dengan yang lain.
Benar saja, baru saja dihidupkan, HP Imam berdering, dilihat nomor penelepon ternyata dari istrinya di Jakarta. Segera saja dijawabnya panggilan tersebut. Ia mendengar suara istrinya dengan nada panik dari saluran seberang.
“Pak, ini kedutaan Australia baru saja di bom. Kaca-kaca rumah kita di lantari 2 pada pecah semua,”
“Bagaimana, apa semua yang ada di rumah selamat?” ujar Imam terkejut. Rumahnya memang berada di lokasi tak jauh di belakang kedutaan Australia.
“Alhamdulillah, yang di rumah tidak ada yang terluka, tapi ngak tahu yang di lokasi kejadian,”
Imam pun segera melaporkan kejadian tersebut kepada Gus Dur. Ia disarankan untuk segera pulang.
“Sudah, kamu pulang saja, dengan penerbangan tercepat, urus keluarga di rumah. Saya biar melanjutkan perjalanan sesuai dengan rencana semula,“ kata Gus Dur.
“Ya, makasih Gus“
Akhirnya mereka berpisah, Gus Dur pergi bersama penjemput yang sudah menunggu sedangkan Imam menuju counter penjualan tiket menuju Jakarta.
Penulis: Mukafi Niam
By NU ONLINE
Terbitan (Ahad, 13/05/2012 12:00)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar