Melestarikan Ide Gus Dur
Ahlannawawi: Konstitusi sudah berbicara secara gamblang tentang kehidupan beragama dan menjamin kebebasan beragama.
Selain sebagai politisi, Yenny Wahid juga dikenal sebagai aktivis Islam. Wajar bila dia paham seluk-beluk Islam dan pluralisme. Seperti halnya sang ayah, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terlahir dalam lingkungan keluarga Nakhdlatul Ulama (NU). Pola pikirnya pun tidak jauh dengan Gus Dur yang lebih mengedepankan Islam moderat, menghargai pluralism, dan pembawa damai. Bekalangan ini, Indonesia mengalami krisis pluralisme konflik sara terus menghantui kehidupan bernegara dan bangsa.
Bila kondisi seperti itu terus berlangsung bisa mengancam kelangsungan hidup bernegara. Menurut perempuan bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid ini, yang dibutuhkan saat ini adalah ketegasan pemerintah. Apakah pemerintah mau menegakan konstitusi atau tidak? Konstitusi sudah berbicara secara gamblang tentang kehidupan beragama dan menjamin kebebasan beragama. Selama masih percaya sama Tuhan, mereka punya tempat untuk hidup di Indonesia.
Yang tidak ada tempat di Indonesia hanya atheis. "Saya melihat, kenapa pluralisme memudar karena pemerintah tidak berani bertindak tegas terhadap kelompok anarki atau garis keras. Ketika mereka diberi ruang, mereka akan bertambah over acting," ujar perempuan kelahiran Jombang, Jawa Timur, 29 Oktober 1874. Pembakaran kampung Ahmadiyah di Cisalada, Ciampea, Kabupaten Bogor misalnya, menurut Yenny ada yang menggerakkan.
Ia tidak percaya bahwa yang membakar adalah warga setempat. Hasil pengamatan yang ia lakukan menyebutkan bahwa warga setempat tidak membakar, yang membakar datang dari luar. "Warga Ahmadiyah di Bogor sudah cukup lama. Sudah bertahun-tahun. Begitu juga di daerah lain. Mereka di sini semenjak tahun 1950-an. Kalau mau ribut, seharusnya sejak dari dulu. Artinya, konfl ik ini disengaja. Ada sebuah kesengajaan.
Siapa yang melakukan itu saya tidak tahu," tambahnya. Diakui Yenny, ia sendiri tidak paham dan tidak setuju dengan ajaran Ahmadiyah yang mengatakan nabi akhir adalah Mirza Ghulam Ahmad. Baginya, nabi akhir tetap Nabi Muhammad. Meski demikian, bukan berarti melarang jamaah Ahmadiyah beragama. Warga Ahmadiyah punya hak menyakini apa yang mereka percaya.
Perkara benar atau tidak, itu urusan warga Ahmadiyah dengan Tuhan. "Kita ini bukan Tuhan atau malaikat. Kita tidak berhak mengeksekusi atas keyakinan mereka. Nabi Muhammad saja tidak bisa membuat pamannya masuk Islam. Apakah pamannya tersebut dieksekusi? Tidak. Malah pamannya melindungi Nabi Muhammad dalam mengembangkan ajaran Islam," ulas ibu satu anak ini. Masih kata Yenny, perbedaan aliran seperti ini tidak hanya ada dalam Islam.
Dalam dalam Kristen pun juga ada, tapi mereka tidak saling melakukan kekerasan satu sama lain. Perang yang mereka lakukan adalah perang meyakinkan orang. Kita harus sadar, warga Ahmadiyah adalah rakyat Indonesia dan bayar pajak. Makanya mereka berhak diperlakukan sebagai warga negara Indonesia untuk mendapatkan rasa aman dan bebas beribadah sesuai keyakinannya.
"Kecuali tidak bayar pajak dan mau mengikuti aturan, baru ditangkap."
Dalam hal ini Yenny memberikan contoh tentang NU. Ia bercerita tentang perlakukan Wahabi di Arab Saudi terhadap warga NU. Oleh Wahabi, Islam NU dianggap Islam yang melenceng. Dulu waktu pergi haji - warga NU di larang berdoa karena haram. "Masa perlakuan seperti itu, juga diberlakukan pada Ahmadiyah?
Wahid Institute
Dari silsilah keluarga Yenny bukanlah anak pertama, ia anak kedua dari empat bersaudara. Namun secara talenta politik, ia punya bakat bisa melanjutkan estafet kepemimpinan Gus Dur. Sebelum mendampingi sang ayah sewaktu jadi presiden, Yenny sempat menjadi koresponden koran terbitan Australia, Th e Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne).
Ketika Gus Dur jadi Presiden, selain menjadi mata dan telinga bagi sang ayah, ia juga sering memberikan berbagai masukan tentang isu yang sedang hangat terjadi, baik di dalam maupun luar negeri. Ia mengakui bahwa mendampingi ayahnya tidaklah mudah. Perlu banyak kesabaran, pengertian dan cinta. Yenny juga kadang membacakan isi surat kabar untuk ayahnya meski terkadang beritanya termasuk berita buruk.
Yenny kini dipercaya menjabat direktur The Wahid Institute, sebuah lembaga kajian Islam dan kebudayaan yang diprakarsai Gus Dur bersama rekan-rekannya. Ketika ditemui di The Wahid Institute, pada sore hari, sarjana desain dan komunikasi visual dari Universitas Trisakti ini bercerita seputar visi dan misi lembaganya. Menurut Yenny, tujuan dirikanmya The Wahid Institute yakni ingin menyebarkan gagasan bahwa Islam adalah agama cinta damai dan toleran.
Yenny menambahkan, Islam sekarang ini sering disalahpahami sebagai agama yang penuh kekarasan. Itu lantaran ada sebagian umat yang menggunakan kekerasan. Ini harus diluruskan. "Kalau Islam mau menang sendiri, kenapa tidak dari dulu saja. Semenjak negara ini mau berdiri, langsung nyatakan Indonesia sebagai negara Islam. Tapi itukan tidak terjadi. Indonesia tetap negara republik dan tidak menggunakan Piagam Jakarta.
Masak kita harus mengikari sejarah dan menyingkirkan minoritas secara tidak baik. Kita boleh beda tapi jangan anarkis," jelasnya. Sisi lain yang menarik dari sosok Yenny adalah keterlibatannya dalam ranah politik yang sampai sekarang masih terus menjadi bahan berita.
Terutama tentang islah dengan kubu Muhaimin Iskandar dalam tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Secara diplomasi Yenny menerangkan, islah adalah ajakan nan baik. Secara konsep islah adalah pertemuan antara dua orang yang sama-sama benar. Islah bisa saja terjadi apabila mengakui Gus Dur sebagai ketua dewan syuro. Memang ada yang mengatakan bahwa Gus Dur sudah tidak ada, tapi sosoknya tidak bisa disisihkan dari sejarah PKB.
Islah yang ditawarkan Muhaimin dasarnya adalah muktamar Ancol yang memecat Gus Dur. "Kalau mau islah dasarnya muktamar Semarang. Toh di sana Muhaimin juga diberi posisi. Buat saya itu harga mati. Ia mau beri jabatan setinggi apapun, kalau tidak ada pengakuan terhadap Gus Dur percuma, tidak akan saya terima. Saya tidak cari jabatan," tegas Yenny.
Sumber Berita: Koran Jakarta, Minggu, 24 Oktober 2010
Sumber: http://www.gusdur.net/Berita/Detail/?id=509/hl=id/Melestarikan_Ide_Gus_Dur
Terbitan: Senin, 25 Oktober 2010 13:45
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.