Sabtu, 26 April 2014

Tingkah Polah Caleg Gagal, Dari Segel Mushola sampai Bunuh Diri

Tingkah Polah Caleg Gagal, Dari Segel Mushola sampai Bunuh Diri

Depok: Politik uang dalam Pemilu 2014 mulai menjadi bumerang setelah membagi-bagi uang dan barang, banyak caleg tetap tidak mendapatkan cukup suara sehingga gagal melenggang ke
dewan perwakilan. Kecewa, marah dan stress membuat mereka melakukan beragam ulah
mulai dari mencuri kotak suara, memblokir perumahan bahkan hingga bunuh diri.

Ulah keterlaluan dilakukan caleg yang tidak lolos seleksi pemilu legislatif. Beberapa bantuan yang sempat diberikan ke masyarakat
mereka tarik lagi.

Di Tulungagung, Jawa Timur
seorang caleg menarik kembali sumbangan material untuk pembangunan sebuah mushola,
sementara di Kolaka, Sulawesi Tenggara sebuah mushola disegel.

Pembangunan mushola di RT 2 RT 2 Desa Majan, Kecamatan Kedung Waru, Tulungagung,
bisa jadi akan terhambat. Pasalnya, material bantunan Haji Miftahul Huda, seorang caleg
Partai Hanura ditarik kembali, gara-gara dia kecewa karena perolehan suaranya pada
pemilu legislatif 9 April lalu di luar harapan.

Material berupa 2000 batu bata, 10 zak semen dan satu truk pasir memang diberikan Miftahul
Huda untuk pembangunan mushola saat masa
kampanye lalu melalui salah satu tim suksesnya. Namun Miftahul menarik kembali sumbangan ini, karena di tempat ini ia hanya
memperoleh 29 suara di RT 2 RW 2 Desa Majan.

Usai pencoblosan, caleg dari PKS, Muhammad Taufiq (50) misalnya kecewa dan marah karena
perolehan suaranya minim. Pria ini ditemani Asmad (50) tiba-tiba keluar dari rumah dan mendatangi TPS 2 Dusun Cekocek, Desa
Bierem, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang.

Saat itu, petugas baru saja merampungkan penghitungan suara. Tanpa permisi, Taufiq dan
Asmad langsung mengambil paksa sebuah kotak suara di TPS tersebut.

"Merasa tidak puas dengan hasil perhitungan suara, kedua pelaku pergi ke TKP dan mengambil kotak suara secara paksa,
kemudian dibawa ke rumah saudara Taufik," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F
Sompie sambil menambahkan bahwa kedua pelaku kemudian diamankan Panwascam Tambelangan.

Penarikan bantuan gara-gara caleg gagal juga terjadi di Sulawesi Tenggara. Seorang kepala desa di Kabupaten Kolaka menyegel sebuah sekolah Taman Kanak Kanak dan Tempat
Pendidikan Anak Usia Dini. Bahkan mengancam akan mengusir seluruh guru dan
kepala sekolahnya setelah dua orang caleg titipan sang kades kalah di TPS dusun ini.

Menurut Kepala Sekolah TK, Darma, dua caleg titipan kades yakni dari Partai PKP dan PDIP
gagal memperoleh cukup suara. Akibat penyegelan ini sebanyak 27 siswa TK terpaksa belajar di rumahnya masing-masing
Lain lagi dengan Witarsa, sehari
pascapencoblosan lelaki ini dibawa anggota keluarganya ke sebuah padepokan di Desa
Sinarancang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Caleg dari Partai Demokrat untuk Dapil Jabar X ini mengalami stres akibat
perolehan suaranya sangat minim, sehingga gagal menjadi anggota DPRD Jawa Barat. Padahal, modal yang dikeluarkannya sangat
besar.

Ketika dibawa ke padepokan itu, Witarsa masih mengenakan seragam Partai Demokrat. Dia
menjalani pengobatan di padepokan dengan cara dimandikan dulu, lantas dibacakan ayat-ayat suci Al- Quran.

Saat menjalani pengobatan dari Ustadz Ujang Bustomi Witarsa bahkan sempat menangis. Dia
mengaku stres karena perolehan suara untuknya sangat minim. Padahal, modal yang
dikeluarkan sangat besar.

Ia mengaku pusing
dengan tagihan utang sebesar Rp 300 juta. Caleg dari Partai Amanat Nasional (PAN), Anselmus Petrus Youw, nekat menutup jalan
masuk Perumahan Satpol PP dengan balok kayu, karena warga setempat tidak memilih
dirinya saat Pemilu 2014.
"Benar, Anselmus memblokir perumahan karena warga setempat tidak memilih dia," kata
anggota Panitia Pengawas Pemilu Distrik Nabire, Micky sambil menambahkan bahwa
mantan bupati Nabire itu merasa kecewa karena sudah memberikan tanahnya untuk pembangunan perumahan, namun warga
setempat tidak mencoblosnya.
Bersama puluhan pendukungnya, dia menutup gapura masuk perumahan di Kampung Wadio,
Kelurahan Bumi Wonorejo, Nabire, Papua.

Mereka merusak pangkalan ojek dan kantor kepala desa. Massa juga sempat mengancam
petugas TPS dan ketua RT setempat agar perolehan suara caleg yang didukungnya lebih
banyak.

"Beberapa orang masuk rumah sakit," kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Sulistyo Pudjo. Warga setempat ketakutan.
Mereka tak berani keluar rumah. Situasi mereda setelah aparat keamanan bersiaga di lokasi.

Gantung Diri Nyaris terjadi pertumpahan darah di Kabupaten
Bangkalan, tepatnya di Dusun Shebuh, Desa Tobadung, Kecamatan Klampis. Kejadian
bermula ketika caleg NasDem, Abdul Azis, mengecek TPS 3 di Dusun Shebah. Gerak-gerik
Aziz dicurigai oleh H Halim yang merupakan caleg dari Gerindra.

Perselisihan terjadi di antara kedua caleg tersebut. Halim mengeluarkan celurit yang
dibawanya dan menantang duel Abdul Azis. "Namun dapat dipisahkan oleh Kapolsek, Kasat
Narkoba, sehingga mereka bisa menahan diri dan didamaikan," kata Kadiv Humas Ronny F Sompie.

Tindakan nekat dan tragis bahkan dilakukan seorang ibu muda dengan inisial S yang gagal
menjadi caleg. Anggota sebuah partai asal kota Banjar, Jawa Barat ini memilih bunuh diri
saat dia tidak berhasil menjadi calon anggota dewan.

Wanita itu mencalonkan diri untuk Dapil I kota Banjar dengan nomor urut 8. Namun saat mengetahui dia gagal, depresi dan bisikan
setan membuat S bunuh diri dan mayatnya ditemukan di sebuah saung bambu di Dusun
Limusnunggal, Desa Bangunjaya, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Ciamis.
Di Banda Aceh, para caleg yang gagal bersembunyi di rumah ketua partai. Eanmcalon wakil rakyat lokal tak berani pulang ke
rumah. Alasannya, mereka belum bisa membayar uang saksi yang diordernya menjaga TPS.

Salah satu caleg, Junaidi, mengaku kerap mendapat telepon dan menerima pesan singkat
dari para saksi. Ia sebenarnya ingin melunasi honor saksi. Hanya saja, ia tidak punya uang.
Apalagi, berdasarkan penghitungan suara
internal, ia kalah. "Sekarang kami terpaksa harus menginap di rumah ketua partai."
Ketua DPD Partai Hanura Banda Aceh, Abdul Jabar mengaku belum mampu membayar honor
saksi karena dana dari DPP Hanura belum dikirim.

Hingga saat ini, dia berusaha mencari solusi atas kejadian ini dan berharap ada kucuran dana.
Membagi-bagikan uang dikira menjadi salah satu cara untuk menarik simpati dan itulah
yang dilakukan salah satu caleg parpol (Y) di kota Bogor.

Saat kampanye, Y meminta
bantuan tim suksesnya yakni SB untuk memberikan ratusan buku tabungan di Kampung Muara, Kelurahan Pasirjaya,
Kecamatan Bogor Barat senilai Rp50 ribu setiap buku.
Saat itu Y sangat pede bisa meraih suara. Nyatanya, ketika pemilu usai dan suara
dihitung, dari total DPT yang ada 900 suara, Y hanya meraih di bawah 10 suara. Mungkin Y
akhirnya menyadari apa arti pemberi harapan palsu (PHP). Dia kemudian menarik lagi buku
tabungan yang sempat dibagi-bagikan itu. Tekanan saat gagal menjadi caleg memang
besar, apalagi jika mengingat besarnya uang yang harus dikeluarkan dan bingung untuk
membayarnya.

Banyak yang terkena stress
berat seperti dialami caleg dari Tangerang ini. Pria dari Dapil Tangerang berusia 40 tahun
langsung marah-marah saat tahu bahwa dia kalah dalam pemilu. Bahkan sore harinya usai
pencolblosan, dia langsung stress dan merangkak di pinggir jalan sambil membawa cangkir meminta uang kepada setiap orang yang lewat.

Kalimat yang diucapkannya:
"Kembalikan uang saya."
Caleg non anggota legislatif memang rentan mengalami depresi pasca Pemilu 2014. Sebab
hampir seluruh biaya kampanye sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang
Pemilu Nomor 8 tahun 2012, dibebankan pada caleg yang maju.
Menurut anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatulloh, fenomena caleg stress karena gagal menjadi anggota dewan akan ditanggung
oleh negara sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009.

Menjadi anggota dewan ternyata menjadi impian banyak orang dan mereka rela berkorban apapun untuk mewujudkan mimpi
itu. Sayangnya, mereka siap menang tetapi tidak siap kalah. Maka stress-lah yang
didapat.

Sumber: nu online
Terbitan: (Jumat, 25/04/2014 22:00)
Oleh. (antara/mukafi niam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar