Rabu, 17 September 2014

Minta Maaf, Kemenag Tarik Buku Berisi Ziarah Sebagai Berhala


Minta Maaf, Kemenag Tarik Buku Berisi Ziarah Sebagai Berhala

Jakarta, Direktur Pendidikan Madrasah Nur Kholis Setiawan mengucapkan terima kasih banyak atas masukan dari masyarakat terkait dengan beredarnya buku Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) berbau SARA, yang menyebutkan menziarahi wali sama dengan berhala dan sekaligus meminta maaf atas keteledoran yang dilakukan.

“Kami meminta maaf dengan sepenuh hati atas kekurangcermatan pada proses proof-reading pada halaman tersebut,” katanya.

Ia menegaskan, dirinya sebagai direktur pendidikan madrasah yang paling bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. “Saya yang paling bertanggung jawab,” tegasnya. Dan ia secara gentleman menyatakan siap jika pimpinan memberi sanksi. Pihaknya tidak pernah sediki pun terbersit untuk menyakiti organisasi masyarakat (ormas) atau umat Islam, atau agama lain di Indonesia.

“Saya sangat paham, kalau mengunjungi makam wali dianggap saja dengan menyembah berhala, pasti sangat tersinggung,” paparnya.

Selanjutnya, Direktorat Pendidikan Madrasah telah menginstruksikan aparatur di daerah untuk menarik kembali Buku Pedoman Guru Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas VII Madrasah Tsanawiyah dan akan menggantikan dengan edisi revisi.

Ia menambahkan, diperlukan proses cetak ulang selama tiga hari untuk mengganti halaman 14 dalam buku tersebut sehingga dalam waktu dua minggu buku baru sudah sampai ke tangan para guru. Edisi yang ditarik tersebut berjumlah 15 ribu, sesuai dengan jumlah guru SKI.

Ia menegaskan bahwa Kemenag merupakan institusi negara sehingga harus bisa memayungi seluruh kelompok keislaman yang ada di Indonesia. Karena itu, dalam buku tersebut diberi pilihan seperti doa qunut ketika shalat subuh bagi yang menjalankan juga ada tuntunannya, demikian pula berbagai ragam bacaan yang berbeda-beda sesuai dengan madzab yang diikuti.

“Kita menghindari pembahasan masalah khilafiyah yang bisa menyebabkan disharmoni karena masing-masing juga dasar hukum,” paparnya.

Tim Kemenag, katanya, telah bekerja keras melakukan revisi selama berulang kali atas buku tersebut, tapi ternyata masih ada satu halaman yang terlewatkan. Di draft awal buku tersebut, terdapat materi khilafah Islamiyah, tidak ada opsi untuk doa qunut ketika shalat subuh, pembid’ahan kepada amalan tertentu dan lainnya, dan semuanya sudah dilakukan revisi dengan melibatkan para akademisi yang kompeten.

“Masa ada materi khilafah Islamiyah, ini kan kontraproduktif dengan sistem NKRI,” katanya memberi contoh.

Sebagai dokumen yang “hidup” Nur Kholis menyatakan, Kemenag siap menerima masukan yang belum terwadahi dan akan dimasukkan dalam revisi pada tahun berikutnya. (mukafi niam)

Sumber: NU Online (Rabu, 17/09/2014 18:57)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar