Jumat, 16 Mei 2014

Bermimpi Rasulullah Tidak Harus Seorang Kiai Atau Ulama

Bermimpi Rasulullah Tidak Harus Seorang Kiai Atau Ulama

Seluruh ummat muslim tak terkecuali memiliki kesempatan untuk bermimpi nabi kita Muhammad SAW. Siapapun mereka jika tidak memanfaatkan kesempatan tersebut maka, mereka termasuk orang-orang yang merugi. Bagaimana tidak?! Jika diumpamakan, bagai melihat tumpukan mutiara namun enggan untuk menyentuhnya sama sekali. Padahal, banyak orang yang berburu mencarinya.

Dikisahkan bahwa ada seorang gadis kecil yang berusia 8 tahun, ia mangaku pernah bermimpi beliau SAW. Dalam mimpinya ia melihat sosok lelaki berjubah putih dengan mengenakan imamah hijau. Laki-laki itu meraih tangan kecilnya dan membawanya terbang ke langit. Ditengah-tengah perjalannya ia dihadiahi kerudung pink dan mahkota kecil. Indahnya lagi, beliau sendiri yang memasangkan mahkota itu di atas kepala mungilnya. Sebelum meninggalkannya, laki-laki itu sempat berkata “ana rasulullah” artinya, saya rasulullah SAW.

Diceritakan pula bahwa ada seorang yang tak banyak ibadah namun, ia memiliki rasa rindu, dan cinta yang mendalam serta istiqomah dalam membaca shalawat. Dalam mimpinya ia sempat berdialog diisi dengan makan bersama nabi SAW. Sebelumnya, beliau memang pernah masuk kedalam mimpinya dan hanya mengatakan “ana rasulullah”. Namun, setelah lama tak bermimpi, ia bermimpi lagi dan dalam mimpinya ia berdialog dan makan bersama beliau SAW. Subahanallah,,,

Juga ada cerita yang bersumber dari seseorang yang tak disangka akan bermimpi beliau SAW. Orang yang tak berbekal ilmu agama sedikitpun. Dalam mimpinya ia melihat Rasulullah SAW memanggilnya dan berkata “ana rasulullah”. Spontan ia terkejut dan terbangun dari alam mimpinya. Iapun menangis karena tak pernah ia menyangka akan diberi anugerah terindah melihat beliau SAW meski dalam mimpi.

Dari ketiga cerita diatas, disimpulkan bahwa untuk bermimpi nabi SAW tak harus banyak ibadah, atau pintar ilmu agama. Karena tak jarang orang awam yang seringkali bermimpi Rasulullah SAW sementara bagi orang alim dan banyak ibadah adalah sebaliknya. Hal ini sebagaimana ungkapan Al Habib Zain bin Ibrahim bin Simth yang dikutip dalam kitab Al Fawaidul Mukhtaroh dan dikarang oleh Al Habib Ali bin Hasan Baharun.

Seorang ulama’ wahabiyyahpun pernah menyangkal bahwa ada sekelompok ummat yang melihat nabi SAW mereka berkata “sesungguhnya mereka telah berdusta karena aku berdakwah selama empat puluh tahun namun, aku belum pernah melihat beliau SAW”. Dari sini dapat disimpulkan bahwa untuk bermimpi ataupun melihat sosok Ibn Abdillah SAW tidak dibutuhkan ‘alim (banyak ilmu) terlebih banyak ibadah.

Tidak perlu banyak ibadah bukan berarti tak beribadah. Sehingga meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan. Yang dimaksud dengan tidak perlu banyak ibadah disini adalah ibadah yang menurut akal dianggap berlebihan hingga menyamai ulama’ terdahulu misalnya. Karena, percuma saja jika ada keinginan dan usaha untuk bermimpi nabi namun, ia mengindahkan segala kewajibannya.

Sebenarnya, untuk mendapatkan anugerah terindah bermimpi Nabi SAW tak sulit jika ada kemauan yang tertanam dalam jiwa. Dengan memperbanyak shalawat kepada beliau akan dengan mudah kita mewujudkan angan-angan bermimpi beliau SAW menjadi nyata. Setiap baris shalawat merupakan panggilan cinta dan sayang untuk beliau, sehingga setiap kali kita bershalawat beliaupun akan hadir dekat dengan kita. Maka, beruntunglah bagi orang-orang yang banyak bershalawat karena sejatinya ia begitu teramat dekat dengan kekasihnya SAW. Dan kedekatan tersebut akan melahirkan ketenangan bathin tersendiri yang tak pernah didapat sebelumnya.

Ada banyak macam shalawat. Mulai dari yang terpendek (اللهم صل عليه و على اله) hingga yang panjang semisal shalawat ibrahimiyah. Semua tak ada bedanya, alhasil membaca shalawat serta continue. Menurut sebagian ulama’ berpendapat barang siapa yang ingin bertemu Rasulullah SAW maka hendaklah ia membaca shalawat ibrahimiyah sebanyak 1000x. Namun, bagi kita yang belum mampu, sebaiknya membaca shalawat yang pendekpun tak masalah asal istiqomah.

Banyak shalawat saja juga tak cukup. Sebab, jika banyak bershalawat namun tak disertai dengan ta’alluq, rasa cinta, dan rindu yang mendalam dan kuat maka, tak kan mungkin pula ia akan bermimpi apalagi bertemu dengan beliau  SAW yang dirindu. Disamping itu, ia juga harus memperbaiki hubungan dengan Allah SWT serta dengan sesama. Dengan begitu, pintu gerbang menuju bermimpi nabi SAW akan terbuka lebar.

Sebagai umatnya yang turut akan dibanggakan kelak di hari kiamat, tidak wajar jika tidak mencintai pemimpinnya. Nah, melakukan semua sunnah beliau SAW dan menjauhi segala sesuatu yang dilarang merupakan bentuk rasa cinta kita kepada sang penyejuk hati, penenang jiwa. Dan membaca shalawat kepada beliau merupakan sunnah. Orang yang paling dekat kedudukannya kelak di hari kiamat adalah orang yang paling banyak membaca shalawat kepada Nabi SAW. Hal ini sebagaimana yang telah disabdakan beliau SAW, “paling dekatnya kedudukan ummatku disisiku pada hari kiamat adalah yang paling banyak membaca shalawat kepadaku.”

Untuk itu, mari kita berlomba-lomba untuk menuju gerbang bermimpi nabi SAW agar tak hanya sekedar menjadi mimpi belaka namun, merupakan kisah nyata yang bersejarah dalam hidup kita. Semoga dengan niat ini, Allah selalu membimbing kita dengan inayahNya, amin.

Oleh: Nur Halimah Achmad, Denpasar Bali

Dikutip: cyberdakwa.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar