Mengapa Kyai-Kyai NU Menerima Demokrasi ?
Setelah Reformasi bergulir, para kyai NU tidak sekedar ikut-ikutan dalam euvoria runtuhnya orde baru seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang anti otoriter. Para kyai sangat berhati-hati dalam memilih sistem yang akan diterapkan dalam negara Indonesia, yang sekiranya tidak menjurus pada disintegrasi bangsa, namun juga sekira tidak menyalahi dalam aturan Islam.
Dalam penutupan Bahtsul Masail FMPP (Forum Musyawarah Pondok Pesantren) tahun 2013 yang lalu di PP Manbaul Maarif Denanyar Jombang, yang dihadiri oleh kyai saya dari Kediri, KH Nurul Huda Jazuli, salah seoarang gus Denanyar bernama Gus Muhaimin berkisah:
“Setelah kejadian 98, para kyai NU berkumpul membahas sistem negara, diantaranya yang hadir adalah KH Imran Hamzah (Rais Syuriah PWNU Jatim 1992-2002) yang memimpin sidang Bahtsul Masail bersama para kyai. Saat itu beliau memutuskan menerima Demokrasi sebagai sistem negara, karena sistem ini memiliki nilai madlarat terkecil jika dibanding dengan sistem yang lain. Misalnya, jika menggunakan sistem Syariat Islam maka akan besar terjadinya separatisme di provinsi yang mayoritas non Muslim, seperti Bali, Manado, Irian Jaya dan sebagainya. Demikian halnya sistem-sistem yang lain”
Dengan demikian, demokrasi yang disertai penegakan hukum yang menjadi sistem dalam negara kita adalah hasil ijtihad kebangsaan yang dilakukan oleh para kyai-kyai NU. Maka benar kiranya perkataan orang: “Jika ingin belajar hubungan Islam dan Negara, maka belajarlah ke Indonesia”. Sebab, ketika sebagian besar negara yang rakyatnya mayoritas Muslim, saat ini negaranya mengalami perang saudara yang tak berujung, mengkudeta pemerintah, dan penderitaan yang lain.
Jazakumullah ayyuhal ulama....
Oleh : Ustadz Muhammad Ma'ruf Khozin
gambar ilustrasi : Ansor
Dikutip: http://www.muslimedianews.com/2014/05/mengapa-kyai-kyai-nu-menerima-demokrasi.html?m=1
Terbitan: Thursday, 15 May 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar