Rabu, 14 Mei 2014

PBNU Inginkan Kebijakan Ekonomi yang Utamakan Pemerataan

PBNU Inginkan Kebijakan Ekonomi yang Utamakan Pemerataan

Ellangbass...

Jakarta; Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun ke tahun selalu menunjukkan angka yang bagus dan melahirkan banyak kelas menengah baru, tetapi sebenarnya siapa yang menikmati pertumbuhan ekonomi tersebut.

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menilai, pertumbuhan ekonomi saat ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat Indonesia, sedangkan sebagian besar, tetap terpuruk dalam kemiskinan yang akut.

“Jadi siapa sebenarnya yang menikmati pertumbuhan ekonomi ini, saya pulang ke kampung saya, orang-orang desa tetap saja miskin dari dulu,” katanya, dalam workshop Ekonomi Konstitusi yang digagas PBNU dalam rangka pra munas, di gedung PBNU, Rabu (14/5).

Kekayaan alam, yang seharusnya bisa dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, saat ini toh, hanya dikuasai oleh sekelompok orang berkuasa yang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.

Akibat kesalahan kebijakan ini, kelompok masyarakat yang kaya semakin menjadi kaya sedangkan yang miskin tetap miskin atau makin miskin, padahal agama memerintahkan agar kekayaan tidak dinikmati oleh orang-orang tertentu saja.

“Kita menginginkan banyak warga NU yang menjadi bagian dari kelas menengah,” tandasnya.

Kwik Kien Gie, mantan menko ekonomi era presiden Gus Dur yang menjadi pembicara dalam pertemuan tersebut menjelaskan secara panjang lebar akar permasalahan ekonomi dari sisi filosofis, mulai dari munculnya ideologi kapitalisme pasar bebas yang dikembangkan oleh Adam Smith bahwa ekonomi akan berjalan dengan baik jika peran negara dalam bidang tersebut diminimalkan.

Sayangnya, apa yang disampaikan Adam Smith tersebut tidak sebagus apa yang dibayangkan, terjadi monopoli dan eksploitasi buruh sehingga muncul pemikiran antithesa yang ekstrim dari Karl Mark bahwa seharusnya seluruh kegiatan ekonomi dikuasai oleh negara.

Pada akhirnya, negara-negara Eropa menyadari bahaya dari kapitalisme pasar bebas, dengan tetap menghargai inovasi dan kreatifitas masyarakat, tetapi di sisi lain, negara juga melindungi masyarakat dengan membuat kebijakan untuk kepentingan publik, seperti pengenaan pajak keuntungan yang tinggi bagi perusahaan sehingga bisa didistribusikan kepada kelompok yang tidak mampu seperti jaminan pansiun, jaminan kesehatan atau jaminan pengangguran. Konsep seperti ini mereka sebut sebagai sistem ekonomi kesejahteraan atau walfare state.

Para founding father Indonesia, menurut Kwik, telah menggariskan sistem ekonomi yang didasarkan atas kerjasama dan hasinya juga dinikmati bersama-sama. Tetapi sayangnya, korporasi asing, dengan segala cara, berusaha “merampok” kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia untuk kepentingan mereka sendiri.

“Sebagai organisasi besar, NU dalam hal ini bisa ikut berperan, suaranya bisa didengar,” tandasnya.

Selain berbicara soal konsep-konsep ekonomi, Kwik juga bercerita tentang dinamika pertarungan konsep ekonomi dalam pemerintah Gus Dur dan tekanan-tekanan yang dihadapi, termasuk bagaimana Gus Dur mensiasati IMF yang menuntut bea masuk nol persen untuk beras dan gula guna menjaga stabilitas sosial di Indonesia sampai akhirnya bisa dikenakan bea 600 rupiah per kg. (mukafi niam)

Dikutip: http://m.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,51980-lang,id-c,nasional-t,PBNU+Inginkan+Kebijakan+Ekonomi+yang+Utamakan+Pemerataan-.phpx
Terbitan: (Rabu, 14/05/2014 17:00)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar